prolog ;

78 6 3
                                    

Wanita itu menghela nafasnya panjang. Ia kembali menyesap martini dihadapannya dengan cepat, menikmati rasa pahit yang menyambut tenggorokannya.

Pandangannya tidak lepas dari foto di ponsel miliknya.

Foto dirinya dengan pria itu. Pria yang sangat ia benci.

Park Jeha sialan.

"Satu lagi." ucapnya kepada bartender yang sedari tadi melayaninya.

Bartender itu menatapnya dengan wajah khawatir. "Maaf, tapi Anda sudah cukup mabuk, Nona. Apa ada nomor teman Anda yang bisa saya hubungi?"

Ia menggeleng. "Tolong satu lagi."

Bartender itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ucapan wanita yang merupakan pelanggannya malam ini tidak menjawab pertanyaannya. Sementara sedikit lagi ia harus berganti shift dengan juniornya dan ia tidak ingin wanita itu menyebabkan masalah.

"Bisa saya pinjam sebentar ponselmu, Nona?"

Wanita itu terkekeh. "Satu lagi! Baru saya kasih."

Pria itu menghela nafasnya.

"Baiklah. Tapi tolong jangan buat keributan." ucap bartender tersebut sebelum melangkah ke belakang meja bar, mengambil satu botol martini yang dipesan wanita itu.

Wanita berambut hitam itu tersenyum lebar, lalu ia kembali menenggelamkan wajahnya di meja bar. Menunggu pesanannya hadir dengan kesadaran yang sudah menghilang.

Hingga dirinya merasa perutnya mulai bergejolak.

Ia bangkit dengan kesadaran seadanya dan berlari cepat kearah ke kamar kecil.

Astaga, dimana toiletnya?! batinnya kesal.

Pandangannya buram dan langkahnya sempoyongan. Tapi ia tidak berhenti.

Bruk!

Ia hampir terjatuh jika saja lengannya tidak ditahan pria dihadapannya.

Wanita itu menengadah, berusaha menatap sosok raksasa yang baru saja ditabraknya. Meskipun samar, ia bisa melihat pria itu mengenakan topi hitam dan masker hitam. Pakaiannya juga serba hitam.

Apa ini? Dia akan melayat di bar? batinnya meracau.

Dengan jarak sedekat ini, ia bisa mencium jelas parfum mahal yang digunakan pria dihadapannya ini. Serta cengkraman tangannya yang kuat dan—

—tunggu dulu, ia tidak punya waktu untuk memperdulikan hal itu. Saat ini isi perutnya sudah hampir mencapai kerongkongan dan ia harus segera mungkin pergi ke toilet.

"Kau tidak apa-apa?"

Pria itu terdengar khawatir.

Suaranya terdengar tampan, batinnya kembali meracau.

Ia mengangguk. Baru saja ia ingin membuka suaranya, pikirannya kembali berputar.

Tunggu, suara sosok dihadapannya ini terdengar tidak asing.

"Kau yakin?" pria itu kembali membuka suara tanpa melepaskan cengkramannya.

Suara ini?!

Wanita itu kembali berusaha memfokuskan penglihatannya ke sosok yang balik menatapnya dengan pandangan bingung dan khawatir.

Pria dihadapannya ini, jangan-jangan?!

"Kau tampak tidak sehat. Tunggu sebentar, saya akan memanggil—"

"—Heeseung?"

Sosok dihadapannya itu sontak terdiam.

Wanita itu memicingkan matanya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia benar.

"Kau Lee Heeseung, kan?"

Pria itu tidak menjawab. Dengan cepat, pria itu melepaskan cengkraman di tangannya.

Hening terjadi beberapa saat. Sebelum wanita itu kembali berbicara.

"Ah, maaf. Pasti aku sudah gila." mana mungkin ia pergi kesini. lanjutnya dalam hati.

Ia menengadah, berusaha menatap sosok pria yang kini mengalihkan pandangan dari dirinya. Wanita itu tersenyum sebelum tubuhnya membungkuk sembilan puluh derajat.

"Maaf sudah menabrak Anda." ucap wanita itu sambil tetap membungkuk. "Tapi bisa tolong saya? Saya tidak tahu dimana letak toilet disini."

Pria itu menaikkan satu alisnya, tidak yakin.

Namun ia tidak mengambil pusing. Ia meraih tangan wanita dengan rambut yang dikuncir tinggi itu, lalu membantunya melangkah menuruni tangga menuju ke toilet terdekat.

Ia bisa mendengarkan wanita itu bergumam tidak jelas.

Beberapa langkah lagi mereka akan sampai ke toilet, tapi ia bisa merasakan genggaman wanita dibelakangnya itu mengendur. Sontak ia membalikkan tubuhnya.

"Kau-"

Huek...

Mata pria itu terbuka lebar mendapati wanita itu berhasil mengeluarkan isi perutnya di jas 500 ribu won yang ia gunakan malam ini.

"Terimakasih, kau bisa mengirim biaya penatunya nanti."

Hanya itu yang wanita itu ucapkan sebelum ia kehilangan kesadarannya.

Astaga, yang benar saja!

10 Months ; Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang