Prologue

74 10 1
                                    

Salah satu laki-laki di ruangan itu duduk di pinggir ranjangnya sambil memperhatikan teman sekamarnya yang sedang sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas ransel. Laki-laki itu pun berdiri dan berniat membantu temannya itu.

"Lo balik sampai kapan?" tanya laki-laki itu pada temannya yang ada di hadapannya.

"Dua hari. Dua hari lagi gue balik ke asrama buat ambil sisa barang gue. lo jaga diri di sini, ya. kalo ada apa-apa telfon gue atau biar cepat lo telfon keluarga lo minta bantuan. ok?" ucap temannya itu dengan nada yang terburu-buru.

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya dan berdiri mengikuti temannya yang pergi memakai sepatu dan keluar dari kamar asrama bernomorkan 203 itu.

"Gue pergi, ya," Pamit temannya.
"Iya, lo juga hati-hati."

Laki-laki itu terus berdiri di depan kamarnya memperhatikan temannya yang mulai menghilang dari pandangannya. Dia kemudian menghela napasnya lalu masuk ke kamarnya yang sudah kosong tersisa dirinya sendirian di sana. Dia kembali membawa dirinya duduk di ranjangnya dan memperhatikan seisi kamarnya. Tatapannya berakhir menatap satu per satu ranjang kosong lainnya yang berada di samping ranjangnya.

Kamar itu sangat gelap dan sunyi tidak sama seperti saat pertama kali dirinya datang menempati kamar itu bersama ke-lima teman lainnya. Disana, kamar itu tadinya sangat terang dan penuh cerita kebahagiaan hingga akhirnya pada suatu hari satu per satu temannya menghilang dan memilih pergi meninggalkan kamar juga kampus itu. Apa yang terjadi terasa begitu aneh dan berlalu dengan cepat hingga hanya menyisakan dirinya sendirian di kamar itu.

Beberapa hari berlalu. Laki-laki itu terbangun dari tidurnya yang lagi dan lagi mimpi aneh yang menyeramkan juga mengerikan mengganggu tidurnya. Dia pun duduk dan mengambil ponselnya. Sudah melewati sekitar lima hari dan temannya tak kunjung kembali. Bahkan pesan yang dia kirimkan tidak diterima. Laki-laki itu menduga ada suatu hal yang terjadi pada temannya di luar sana. Dia terdiam sebentar dan nampak berpikir. Dia teringat temannya pernah menghubungi nomor ibunya pada saat temannya itu kehilangan ponselnya. Dia pun mencoba menghubungi beberapa nomor tidak dikenal yang ada pada daftar panggilan keluar diponselnya Beberapa nomor tidak aktif dan beberapa nomor bukanlah nomor yang ia tuju.

Laki-laki itu terlonjak saat akhirnya mendengar suara perempuan di ujung teleponnya.

"Selamat pagi," sapanya sambil berdiri dan membungkukkan badannya dengan sopan memberikan hormat.

"Ya, selamat pagi," balas seorang perempuan itu diujung telepon.

"Apa benar ini ibu dari Park Jisoo?"

"Iya, benar. Dengan siapa, ya?"

Laki-laki itu mengepalkan tangannya dan mengekspresikan kegirangan karena perjuangan menghubungi tiap nomor yang ada dipanggilan keluarnya membuahkan hasil. Dia pun menenangkan dirinya dan menarik napas panjang.

"Saya Bae Jinhwa, teman sekamar Jisoo di asrama. Apa Jisoo ada, Bu? Saya coba hubungi nomornya tidak aktif,"

"Jisoo? Jisoo tidak ada di asrama?"

Laki-laki itu seketika membeku. Nampaknya benar terjadi sesuatu kepada temannya yang bernama Jisoo itu.

"Jisoo ambil cuti dan pulang beberapa hari yang lalu, Bu," jelasnya dengan berhati-hati takut jika saja akan mengakibatkan kepanikan kepada Ibu temannya.

Hening. Tidak terdengar suara apapun dari ujung telepon itu membuat Jinhwa sedikit bingung.

"Cuti? Pulang? Jisoo tidak bilang. dia juga tidak ada di rumah. nak, Jisoo ke mana?" ucap Ibu Jisoo berakhir melemparkan pertanyaan kepada Jinhwa dan terdengar suara ibu itu gemetar.

DEJAVU [00L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang