01

1.2K 199 25
                                    

Apa yang akan kalian lakukan saat secara mendadak kalian diberitahu bahwa kalian akan menikah dalam waktu dekat dengan seseorang pilihan orangtua kalian?

Kaget?

Diam?

Kecewa?

Sedih?

Atau mungkin, marah?

Huang Renjun merasakan semuanya. Ingin rasanya ia menolak namun mengingat tidak mungkin jika ia yang membatalkan perjodohan ini membuatnya nyaris gila. Maka tak ada cara lain yang ada dipikiran Renjun selain menemui Haechan. Pria yang akan menjadi suaminya bulan depan.

Renjun memandang Haechan dari ujung kaki hingga kepalanya. Menilai dengan pandangan tak suka saat Haechan hanya diam tanpa kata di hadapannya.

Kumal dan tak terurus. Renjun meringis saat mendapati rambut lepek Haechan yang entahlah Renjun sendiri tak berani menebak berapa lama pria itu tidak keramas.

Meneguk jusnya terlebih dahulu, akhirnya Renjun mengucapkan apa yang menjadi tujuannya mengajak Haechan bertemu lebih dulu.

"Aku mempunyai kekasih. Jadi ku mohon batalkan perjodohan tidak masuk akal ini Lee Haechan."

Haechan tersenyum tipis, sudah menduga bahwa ini yang akan diucapkan si manis di hadapannya. Haechan turut meneguk kopi panasnya lalu mengernyit saat cairan pahit itu lolos di tenggorokannya. Ugh, sepertinya ia mulai kelebihan dosis kafein, lambungnya mulai berulah.

"Lee Haechan, kau mendengarku?"

Haechan menatap Renjun lalu mengangguk, "Iya aku mendengarmu Renjun. Tapi maaf, aku tidak bisa mengikuti apa yang kau mau."

"Apa?! Tapi kenapa?!"

"Hanya tidak bisa."

"Sialan! Kita bahkan tidak pernah mengenal sebelumnya. Kau mau terjebak denganku selama hidupmu?! Kau bisa mencari orang lain tapi jangan aku! Aku bahkan sudah memiliki kekasih!!"

Ah si bule itu ya, Harvey. Haechan membatin, tak berani mengeluarkan sepatah katapun disaat Renjun berada di emosi yang tak stabil. Haechan memilih tersenyum pada Renjun lalu berdiri dari kursinya.

"Aku harap tidak ada pembicaraan seperti ini kembali Renjun, sampai jumpa lusa. Aku pamit."

Renjun menggeram. Lusa yang di maksud Haechan adalah hari dimana mereka akan kembali bertemu dengan keluarga besar. Mata Renjun mengawasi Haechan yang berjalan keluar dari cafe yang mereka jadikan tempat bertemu siang ini.

Renjun bangkit dari kursinya lalu dengan langkah berapi-api menyusul Haechan. Kedua tangannya terulur meraih rambut lepek Haechan lalu menariknya sekuat tenaga membuat Haechan mengaduh.

Sementara Haechan sendiri nyaris mengumpat saat merasakan tarikan kuat pada rambutnya. Kulit kepalanya terasa sakit dan kepalanya mendadak pening.

Ingin rasanya menjauhkan tangan Renjun namun mata berkaca-kaca lelaki mungil itu mengalahkannya. Haechan malah sibuk menghentikan orang-orang yang hendak membantunya dan membiarkan Renjun melampiaskan emosinya.

Memaki dan menarik rambutnya semakin kuat hingga Renjun melepaskan jambakannya begitu saja lalu menatap Haechan dengan pandangan penuh emosi.

"Aku membencimu! Sangat amat membencimu!!"

Dengan itu Haechan bisa melihat Renjun melangkah menjauh dengan langkah lebar. Haechan terus menatap punggung Renjun hingga perlahan hilang dari pandangannya.

Senyum di bibir Haechan terbit, tak memperdulikan beberapa orang yang menanyakan keadaanya.

Tidak apa. Sungguh Haechan tidak apa jika rambutnya di tarik sekuat tadi atau bahkan lebih. Karena Haechan percaya Renjun adalah cintanya. Berlebihan memang, tapi mau bagaimana lagi.

Haechan telah menobatkan dirinya sebagai lelaki bodoh hanya untuk Huang Renjun seorang.

Jadi, biarkan lelaki bodoh ini berjuang untuk cintanya. Setidaknya hingga ia berada di titik dimana ia sudah tidak sanggup lagi untuk berjuang demi cintanya.

bersambung.......

Story of Our Life (From 0 to 100)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang