3. Hari H

91 8 0
                                    

Happy Reading

MATAKU mendadak terbuka.

Selama beberapa menit aku berbaring dengan sekujur tubuh gemetar dan terengah-engah di tempat tidurku yang hangat, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman mimpi- Langit di luar jendelaku berubah kelabu, kemudian merah muda pucat sementara aku menunggu detak jantungku melambat.

Setelah sepenuhnya kembali ke dunia nyata di kamarku yang berantakan dan familier, aku sedikit kesal pada diriku sendiri. Bisa-bisanya aku bermimpi seperti itu di malam menjelang pernikahan! Itulah akibatnya kalau terobsesi pada cerita-cerita seram di tengah malam. Ingin mengenyahkan mimpi buruk itu jauh-jauh, aku bangkit dan berpakaian, turun ke dapur padahal hari masih sangat pagi.

Pertama-tama aku membersihkan ruangan-ruangan yang sudah rapi, kemudian setelah Chan bangun, membuatkannya panekuk. Aku terlalu tegang sehingga tidak bernafsu sarapan—aku hanya duduk sambil bergerak-gerak gelisah di kursiku sementara Chan makan.

"Dad harus menjemput Mr. Wein jam tiga nanti!” aku mengingatkan ayahku.

"Aku tak punya kegiatan lain hari ini selain menjemput pendeta, Jisoo. Jadi tidak mungkin aku melupakan satu-satunya tugasku." Chan cuti satu hari khusus untuk pernikahanku, dan ia gelisah seperti cacing kepanasan.

Sesekali matanya diam-diam melirik lemari di bawah tangga, tempat ia menyimpan peralatan memancingnya,

"Itu bukan satu-satunya tugas Dad. Dad juga harus berpakaian rapi dan tampil tampan," Chan mencemberuti mangkuk serealnya dan menggerutu, mengucapkan katakata "baju monyet" dengan suara pelan.

Terdengar ketukan cepat di pintu depan,

"Baru begitu saja sudah Dad anggap berat," kataku, meringis sambil bangkit berdiri.

"Sementara aku akan digarap Lisa seharian." Chan mengangguk dengan sikap serius, menyimpulkan bahwa "penderitaannya" lebih ringan daripada aku.

Aku membungkuk untuk mengecup puncak kepalanya sambil berjalan lewat—wajah Chan memerah dan ia menggeram—untuk membukakan pintu bagi sahabat sekaligus calon adik iparku.

Rambut hitam pendek Lisa tidak jabrik seperti biasa— rambutnya disisir mengikal di sekeliling wajah mungilnya, tampak kontras dengan ekspresinya yang resmi.

Ia menyeretku keluar rumah dan hanya sempat menyapa Chan sekilas dari balik bahunya. Lisa memandangiku dengan saksama waktu aku naik ke Porsche-nya.

"Oh, ya ampun, coba lihat matamu!" Ia berdecak-decak dengan sikap mencela.

"Apa yang kaulakukan? Begadang semalam suntuk?"

"Hampir." Lisa melotot.

"Aku tidak punya banyak waktu untuk membuatmu tampil memesona, Jisoo—seharusnya kau menjaga 'bahan mentahnya' lebih baik lagi,"

"Tak ada yang mengharapkanku tampil memesona. Menurutku lebih gawat kalau aku tertidur saat upacara dan tidak bisa mengatakan saya bersedia' pada saat yang tepat, kemudian Taeyong bakal kabur." Lisa tertawa.

"Aku akan melemparimu dengan buketku kalau kau sudah hampir ketiduran."

"Trims."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Twilight : Breaking Dawn | Taesoo Ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang