Chapter 1

4 2 0
                                    

"Kakak, bisa belikan Tepung? Tepung dirumah nenek habis."

"Iya bu."

Kakiku melangkah keluar rumah. Hendak membeli tepung. Sesuai perkiraan kalian, aku berada di rumah nenek. Rumah nenek cukup jauh dari kota dan nenek sedang sakit. Dan kebetulan hari ini ulang tahunku. Sweet seventeen!
Jadi dirayakan dirumah nenek. Dan ibu tadi sedang membuat kue untukku.

Sejujurnya, aku malas keluar tapi daripada tidak dibuatkan kue lebih baik aku mengalah. Di sisi jalan ada tebing. Dan sisi lainnya ada tembok batu. Rumah nenek ada di dekat tebing laut. Aku sendiri bingung kenapa nenek memilih tempat seperti ini untuk dijadikan rumah. Walau ada desa disekitar rumah nenek. Katanya sih, karena kakek suka tempat ini.

Aku membawa kantung belanjaan ku melintasi pagar tebing. Sambil sesekali melihat laut yang berkilauan terkena cahaya matahari. Cuaca tak terlalu panas, namun angin yang berhembus cukup panas. Dari kejauhan, aku melihat truk melintas. Nampak ugal ugalan dengan kecepatan penuh. Tak mau tertabrak, aku segera menepi. Namun, siapa sangka. Truk itu semakin mendekat melaju kearah ku. Aku sudah menepi sampai menyentuh pagar tapi truk itu tetap melaju kearah ku. Keringat dingin mengucur ke seluruh tubuhku. Telapak tanganku basah membuat peganganku pada pagar lepas begitu saja. Dan tubuhku seolah kehilangan keseimbangan terjatuh dari tebing.

Byur!

Aku terjatuh ke laut dengan kantung belanja masih dalam genggaman. Aku belum sempat mencerna kejadian tadi. Namun, instingku berkata aku harus berenang. 'Pikirkan nanti dan selamatkan nyawa mu terlebih dulu.' Aku mengerahkan seluruh tenagaku untuk berenang. Jujur, aku takut dengan laut. Apalagi, laut ini nampak gelap dan tak tertembus cahaya matahari. Sepertinya aku tenggelam cukup dalam.

Ku mohon, biarkan aku hidup. Jangan ada hiu yang menelanku. Aku takut. Tolong aku.

Aku ingin berteriak meminta tolong. Ini mengerikan...
Gelap...
Sesak...
Semakin dipikirkan membuatku semakin ingin menangis. Kenapa ini terjadi padaku? Dan dimana truk tadi? Kenapa juga aku terjatuh kalau truk itu tak akan menabrak ku?

Sungguh.

Aku ingin mengumpati kecerobohan ku tadi. Dan air mataku lolos begitu saja bercampur dengan jutaan partikel air.

Blubuk...

Blub...

Ah.. Aku kehabisan nafas. Bahkan, aku belum melihat silau dari permukaan. Dan tenagaku habis hanya untuk berenang. Bagaimana ini? Aku bahkan belum sempat makan kue buatan ibu. Aku juga belum menjadi anak yang membanggakan. Aku juga belum meraih impianku.

Ukhh...

Dadaku sakit, rasanya seperti ditusuk ribuan jarum. Telingaku berdengung keras. Kepalaku terasa penuh. Rasanya sakit. Badanku lemas tak berdaya. Aku tak bisa merasakan badanku sendiri. Bahkan untuk menggerakkan satu jari saja sangat sulit. Mataku terasa berat seolah ditindih sesuatu yang besar. Kantung belanjaan ku terlepas tanda bahwa aku tak kuat menggenggam sesuatu lagi. Tau begini, lebih baik aku terserempet truk saja. Walau sama sama sakit, tapi tak sesakit mati tenggelam.

Ayah...

Ibu...

Adik...

Maafkan aku...

Aku mencintai kalian...

Bersamaan dengan kalimat tadi, mataku tertutup.

ㅡㅡㅡㅡㅡ

Perlahan, aku membuka mata. Dan yang pertama kali kulihat adalah tempat putih.

Dimana aku? Pikirku.
Tak ada apapun disini. Rasanya seperti terjebak di ruangan.

Aku Reinkarnasi Dengan Bonus Layar HandphoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang