ii. caught in the act

66.4K 3.5K 329
                                    

Status: Edited

Pekerjaan rumah mengalir begitu deras bahkan ketika menjelang minggu ulangan harian dimulai. Aku tidak habis pikir kenapa guru-guru begitu tega dengan murid-muridnya di saat-saat seperti ini. Maksudku, ayolah. Sebentar lagi kami kepala kami akan pusing dengan soal-soal, dan sampai sekarang mereka masih menghujani kami dengan pekerjaan rumah yang tiada akhirnya.

Aku, Adira, Kayla, dan Zetta sedang berada di pos satpam menunggu Maira, Dika, Rafa, dan Ben untuk mengeluarkan motor-motor mereka dari parkiran motor. Hari ini ada tugas kelompok membuat presentasi sejarah yang berlokasi di rumah Zetta, karena dia yang rumahnya paling dekat dengan sekolah.

Sebetulnya, kami tidak semangat-semangat amat untuk mengerjakan presentasi itu. Tapi hitung-hitung sekalian nongkrong bareng sambil nonton di home theater-nya Zetta selepas presentasinya selesai. Home theater-nya keren abis. Jika aku itu Zetta, aku akan menghabiskan waktu berjam-jam menonton film di ruangan itu.

Kini mereka sudah berhasil mengeluarkan motor-motor mereka.

"Yuk, cewek-cewek mau naik bareng siapa tinggal pilih," kata Rafa sambil membenarkan posisi jaket biru dongkernya,

"Gue bareng lo ya," kata Kayla tiba-tiba langsung naik ke boncengannya. Terlihat cowok itu tersenyum sedikit, namun buru-buru ia melenyapkannya dari wajahnya.

"Asik ternyata Kayla sama Rafa ya diem-diem. Cie banget," ledek Adira yang membuat kedua orang yang diledek itu jadi salah tingkah.

"Apaan sih nggak jelas lo Dir. Woo!" seru Kayla.

Aku baru saja mau angkat bicara ketika Dika bersuara.

"Zetta, bareng gue yuk?"

Dan ya, aku mendengar suara retakkan itu di dalam diriku. Bukan, ini bukan pertama kalinya. Aku dapat merasakan Adira menggenggam erat tanganku. Hanya dia yang tahu tentang apa yang kurasakan sebetulnya.

"Mai... Gue bareng lo ya?" aku berusaha terdengar biasa saja namun suaraku malah terdengar lirih.

"Iya. Eh... Lo kenapa?" tanya Maira, mengernyitkan dahinya.

"Hah? Kenapa? Nggak apa-apa kok!"

"Udah yuk cepetan, lama banget sih. Entar kesorean nggak sempet nonton," kata Dika yang langsung menjalankan motornya duluan bersama Zetta di belakangnya.

Sebut aku berlebihan, tapi hal-hal kecil seperti ini membuatku sakit.

Dika menyukai Zetta, aku tahu persis.

-:-:-

Hari sudah mulai gelap ketika rintik-rintik hujan mulai turun membasahi aspal sekolah. Ekskul musik baru saja selesai. Karena Mama belum datang, aku memutuskan untuk duduk di depan pos satpam sambil memainkan ponselku. Tempat itu teduh dan jaringan wifi-nya lancar, jadi aku sering menunggu disitu.

Aku meletakkan gitarku di sebelahku sambil meraih headset dari tasku. Belum sempat aku memasangnya di telingaku, aku mendengar suara dari dalam pos satpam.

"...dia pinter, cantik. Apa kurangnya coba?"

Aku menghentikan kegiatan tanganku untuk memasang headset. Aku merasa seperti mengenal suaranya.

"Jadi lo bener-bener suka sama dia?"

Suara Dika dan Rafa. Aku tahu persis. Mendengar mereka setiap hari di kelas membuatku hafal dengan suara mereka. 

Aku bisa saja menoleh ke belakang dan melihat ke arah mereka, tapi aku tak bisa melakukannya. Aku bakal ketahuan. Sesuatu dalam diriku mengatakan ini suatu pertanda buruk, tapi entah kenapa sesuatu dalam diriku memaksaku untuk tetap mendengarkan.

Dreaming Alone [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang