Tak menunggu lama lagi Nina berdiri dan membanting ponsel suaminya ke arah pintu. Benda itu tidak lagi berbentuk.
"Sekarang juga kamu keluar dari rumahku, Mas!"
Bayu gelagapan. Matanya mengerjap bingung. "Kamu ngusir aku?"
"Ya. Pergi dari rumahku!"
Suara Nina yang begitu keras membuat Ibu Rahma berlari menghampiri mereka. Wajahnya geram mendengar putranya dibentak.
"Yang sopan kamu, Nin sama suami."
Nina tersenyum sinis. "Dia akan menjadi mantan suamiku. Anak Ibu sudah berselingkuh di belakangku."
"Tidak mungkin! Anakku pria baik-baik."
"Pria baik-baik tidak akan menyakiti istrinya."
Dengan cepat Nina mengambil koper yang ada di samping lemari. Membukanya dan memindahkan semua pakaian Bayu ke dalamnya. Diseretnya koper itu ke arah Bayu.
"Pergi. Ini rumahku." Mata Nina menatap tajam ke arah Bayu dan Ibunya. "Aku tidak mau rumahku dikotori oleh orang-orang seperti kalian."
"Jangan seenaknya kamu, Nin!" hardik Ibu Rahma.
"Kenapa?"
Tidak ada lagi rasa hormat di dalam diri Nina untuk mertuanya. Selama ini dia selalu bersabar. Tetapi kesabarannya tidak membuahkan hasil sama sekali. Kedua mertuanya selalu saja seenaknya di rumahnya. Bapak mertuanya hanya bisa makan, tidur dan merokok sewaktu-waktu di dekat anak-anaknya. Tanpa pernah peduli. Ibu mertuanya selalu menganggap dirinya yang paling berpengalaman menjadi ibu. Belum lagi saudara-saudara suaminya yang bertingkah sombong. Siapa yang berduit, siapa yang di atas. Sekarang suaminya selingkuh dengan temannya sedari kecil. Nina tidak mau lagi dibodohi. Sudah cukup kesabarannya kali ini.
"Pergi kalian dari sini!"
Bapak mertuanya yang masih setengah mengantuk berjalan limbung keluar rumah. Tanpa menghiraukan tetangga yang sudah berkerumun di depan rumahnya, Nina membuang koper suaminya di teras. Para tetangga berbisik. Ada yang menatapnya kasihan, ada yang menatapnya geram.
"Mbak Nina, sama suami nggak boleh gitu. Itu juga mertua Mbak Nina kan?" ucap Bu Farida, yang sedari tadi menatapnya geram.
Mendengar itu, Nina menatap Bu Farida marah. "Ibu mau tahu kenapa saya begini?"
Ibu Rahma menatap menantunya tajam. Dia sudah dipermalukan di hadapan para tetangga. "Dasar menantu tidak punya akhlak!"
Hati Nina panas. "Siapa yang tidak punya akhlak? Tanya sama anak Ibu, apa selingkuh itu berakhlak."
Para tetangga yang berkerumun disana terhenyak dan kembali berbisik-bisik.
"Kamu nggak bisa seenaknya mengusir kami, Nin."
Bayu menarik lengan ibunya mundur, dia sudah malu karena aibnya dibuka.
"Kenapa aku tidak bisa? Rumah ini adaah rumahku."
"Kualat kamu, Nin memperlakukan suami kamu seperti ini!" tambah Ibu Rahma.
"Harusnya Ibu jelaskan ke anak Ibu tentang azab peselingkuh." Nina menatap suaminya dan mengulurkan tangannya. "Kembalikan kartu ATM dan kartu kreditku."
Bukan hanya Bayu, Ibu Rahma dan suaminya pun terperangah mendengarnya.
"CEPAT!"
Bayu mengeluarkan dompetnya dan mengambil dua kartu dari sana. Diserahkannya dua kartu itu dengan enggan. Nina mengambilnya dengan cepat. Lebih tepatnya merebut paksa dari tangan suami-calon mantan suaminya.
"Jangan emosi begini, Nin. Kasihan Yusuf dan Dila."
"Sekarang kamu baru memikirkan anak-anak, Mas? Kemana saja kamu kemarin. Pergi dari sini. Aku tidak mau berlama-lama melihat muka kalian. Keluarga tidak tahu diuntung."
Umpatan kasar keluar dari mulut Ibu Rahma sambil menyeret kopernya. Begitu juga suaminya, tampak kesal. Bayu menatap Nina kecewa sebelum kakinya berbalik meninggalkan teras rumah.
"Satu lagi, Mas." teriak Nina. "Besok kamu nggak usah datang ke kantor, nanti aku yang akan jelaskan ke Papa biar kamu dipecat."
"Kamu!"
Tangan Bayu hendak mendarat di wajah Nina, tetapi Nina dengan cepat menepisnya. Nina malah tersenyum sinis.
"Sudah terbuka sifat asli kamu, Mas." Nina menatap para tetangganya yang berkerumun. "Lihat kan bapak ibu sekalian bagaimana suami saya?"
Tanpa menoleh lagi, Bayu dan orang tuanya menyeret kopernya masing-masing. Wajah mereka begitu geram. Diikuti dengan tatapan mengejek dari para tetangga.
"Yang sabar ya Mbak." ucap Bu Farida, yang tadinya geram sekarang berubah kasihan pada Nina. "Udah bubar bubar."
Setelah Bu Farida membubarkan kerumunan, Nina masuk ke dalam rumah. Tangisnya pecah. Dia tidak mampu berdiri dan merosot lemas di lantai.
"Yang sabar ya, Bu." ucap Bi Ningsih, pembantunya. "Non Dila sudah tidur, tadi saya kasih susu botol, Bu. Kasihan nangis terus."
"Ya, Bi. Nggak apa, makasih ya. Yusuf dimana?"
"Main di belakang, Bu. Dia sudah tenang."
Nina mengangguk, menyeka air matanya. Bi Ningsih membantunya berdiri dan duduk di kursi ruang tamu.
"Apa perlu saya telponkan Tuan dan Nyinya besar, Bu?"
"Biar nanti aku yang telepon, Bi. Bibi temani Yusuf saja ya."
Malam harinya kedua orang tua Nina datang. Keduanya geram sekali mendengar pengakuan putrinya. Terlebih ibunya Nina, Ibu Rosie.
"Dari dulu kan Mama sudah bilang, Bayu itu nggak pantas jadi suami kamu. Kamu aja yang ngotot minta dinikahi dia."
Nina hanya menunduk. Dari dulu ibunya memang tidak menyukai Bayu. Ibunya yang paling getol menolak pernikahannya. Tetapi Nina berusaha meyakinkan orang tuanya bahwa Bayu adalah pilihan yang tepat.
Bayu adalah pegawai ayahnya di bagian pemasaran. Mereka bertemu di pesta ulang tahun ayahnya. Sejak pertama bertemu, Nina sudah tertarik pada Bayu dan gayung pun bersambut. Bahkan Nina tidak mempedulikan bagaimana karakter maupun latar belakang keluarga Bayu. Yang dia inginkan adalah mengarungi hidup bersama Bayu.
"Sekarang lihat sendiri kan bagaimana kelakuan Bayu?"
"Sudahlah, Ma." sela Pak Anwar, ayah Nina. "Yang penting, sekarang kita bantu Nina mengurus perceraiannya. Papa juga nggak sudi punya mantu sama besan kayak mereka."
Rasa bersalah Nina semakin menggunung. Jika saja dia dulu tidak gigih menyuarakan keinginannya. Mungkin hatinya tidak sesakit ini.
***
"Serius Sandra selingkuh sama Bayu?" tanya Lala, sahabat Nina tidak percaya. "Ku**ng a**r bener tuh Sandra."
Mereka bertemu di sebuah cafe tongkrongan mereka biasanya. Lala menggeram mendengar cerita sahabatnya. Matanya melotot saat melihat dua orang bergandengan mesra di luar cafe. Dua orang itu baru turun dari mobil. Napas Lala naik turun, dengan membawa segelas jus di tangannya dia berjalan keluar cafe. Nina menyusulnya dengan panik.
Begitu sampai di teras cafe, Lala menyiramkan jusnya ke arah Sandra dan Bayu. Membuat pasangan itu menatapnya marah. Sementara orang-orang yang ada di cafe dengat cepat menghampiri mereka. Menyalakan video ponsel untuk merekam.
"Rasain itu, pasangan peselingkuh!"
YOU ARE READING
in the time loop
عاطفيةNina merasa hidupnya sangat tidak bahagia dan merana. Semua jauh dari ekspetasinya. Dia sangat berharap bisa kembali ke masa lalu dan mengatur kehidupannya. Tuhan mengabulkannya.