Manusia paling berantakan yang pernah kutemui dengan setelan hoodie yang itu-itu saja, sandal gunung yang sudah buluk parah, rambut gondrong yang, yah memang lebih terlihat terawat daripada rambutku, dan wangi parfum D&G yang selalu jadi khasnya. Itu tadi mungkin sedikit definisi laki-laki sialan yang pernah aku cintai. Masih aku cintai lebih tepatnya.
Guntur Putra Langit. Katanya itu nama sakral yang ayahnya buat waktu pergi naik gunung dan tiba-tiba kesamber petir, kalian percaya? nggak kan? sama, tapi bodohnya aku memilih percaya dengannya, bahkan dengan bualan bodohnya itu. Pria ini adalah satu-satunya manusia yang selalu mengingatkanku bahwa bukan hanya aku yang Tuhan pilih untuk derita dari semesta, tetapi manusia lain juga. Jadi jangan hanya hidup dengan perasaan dan pikiranmu saja, coba lihat dari sudut pandang lain. Selancang itu dia ikut campur pada takdirku.
🦋🦋🦋
"Kirana Mentari, gila secerah apa emang orangnya?"
"Ha? Siapa?" jawabku bingung.
"Ini buku kamu kan? Tadi jatuh waktu kamu jalan" ucapnya sambil menyodorkan buku yang jelas itu punyaku.
"Situ cenayang? Sok-sok an nebak-nebak" jawabku ketus.
"Loh kok malah ngegas. Yaudah ini bukunya aku buang aja, lagian jaman sekarang masih aja nulis diary dibuku, alay banget" ucapnya santai sambil berbalik badan pergi.
Aku yang panik langsung berdiri menarik tangannya "eh iya-iya siniin. By the way yang kamu bilang alay itu gak semua orang ya bisa mengekspresikan rasa sedih atau bahagianya, jadi mungkin bagi mereka dengan cara nulis diary bakal buat mereka lega"
"Lagian juga nih ya, jangan sering nyalahin semesta mulu. Tapi coba juga buat terima kenyataan" ucap pria itu dengan nada yang sedikit membuat kesal, lalu pergi begitu saja.
Sebenarnya aku sudah mau bilang terimakasih karena dari tadi aku memang nyari buku ini di sekitar area camping dan tetap nggak ketemu. Tapi karena dia udah lancang baca diary ini, yaudah buat apa aku bilang terimakasih ke dia. Ngeselin banget orang kayak gitu, mana sok tau banget tentang hidup orang.
Pagi itu emang nyebelin, tapi terbayar dengan pemandangan indah di ujung danau ranu kumbolo yang menyambut dengan hangat datangnya mentari. Aku selalu suka suasana pagi di area pendakian, karena mereka selalu menanti mentari, memperhatikannya dengan mata telanjang hingga tak ada cela untuk meragukan keindahannya.
"Kopi nih" ucap suara yang tidak asing membuyarkan lamunanku sambil disodorkannya segelas kopi.
"Nggak usah, makasih" jawabku ketus sembari duduk dan menatap ke depan.
Lalu pria itu duduk disampingku dan menyedu kopinya dengan ocehan tidak jelasnya.
"Kenalin aku Guntur, udah tau kan semesta itu seindah apa, jadi berhenti deh nyalahin semesta tentang takdir yang bahkan nggak semesta inginin buat terjadi"
"Mohon maaf nih ya, anda siapa dan anda tau apa tentang saya?" sahutku dengan nada tegas.
Lalu dia tertawa "Makanya kasih tau aku, kamu siapa"
Matanya tiba-tiba serius.
"Untuk apa?" jawabku yang juga ikut menatapnya.
Dia tak menjawab, lalu tiba-tiba mengambil tanganku dan bulpoin di saku celananya.
"Itu nomor aku. Aku tunggu notifnya, hati-hati nanti baliknya. Aku saranin jangan suka traveling sendiri ntar kalo ada apa-apa gak ada yang nolongin, hahaha" lalu dia berdiri dan beranjak pergi.
Aku yang masih kaget hanya bisa diam dan bengong. Nggak lama setelah itu, aku siap-siap buat balik karena mama yang gak berhenti dari kemarin ngirim pesan singkat minta aku buat balik.
YOU ARE READING
RENJANA PILU & LUKA-LUKA KITA
RomanceKalau kalian tanya ini kisah nyata atau fiksi, itu tergantung dari kalian. Kalau kalian menganggap kisah ini nyata, iya, ini nyata. Kalau kalian sebut ini fiksi, hahaha. Berarti aku yang pintar menyusun diksi.