TAKDIR YANG KISRUH

40 2 0
                                    

Seminggu setelah hari-hari yang melelahkan kemarin dan manusia-manusia yang sangat bising disekitarku sepertinya minggu ini jadi waktu yang tepat untuk menenangkan diri lagi.

Notif pesan masuk

Pesan-pesan yang selalu kuhiraukan dan selalu berujung seperti jawaban setuju untukknya walau sebenarnya tidak untukku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pesan-pesan yang selalu kuhiraukan dan selalu berujung seperti jawaban setuju untukknya walau sebenarnya tidak untukku.

🦋🦋🦋

"Tari" suara paman tua itu, yah dia Ayahku

"Tar ayo naik mobil Ayah aja. Motor kamu biar dibawa sama Pak Narto pulang, nanti Ayah antar kamu pulang sekalian jemput Pak Narto"

"Nggak usah Yah, motor Tari biar diparkir di parkiran deket sini aja. Udah ayah tunggu sini aja" jawabku sambil menyalakan motorku menuju tempat parkir di depan kampus.

"Mau pesan apa kak?" tanya pelayan cafe itu.

"Ayah biasanya ya Tar" sahut ayah yang sambil berjalan mencari tempat duduk.

"Matcha lattenya satu ya mbak, sama kopi hitam nggak pake gula satu" jawabku yang terus berjalan ke arah tempat duduk ayah.

"Sini nak, sudah pesan? Tari gak pesan makan?" tanyanya.

Dengan muka yang jengah sekali rasanya mengobrol dengannya, aku menjawab

"Iya udah yah, Tari cuman pesan minum aja. Kenapa Ayah tiba-tiba banget ngajak ketemu?"

"Udah dari lama banget Ayah mau ketemu kamu, udah hampir 2 bulan kan ya terakhir kamu pamit mau ke gunung penanggungan?"

"Iya" jawabku singkat.

"Gimana nak sama tawaran ayah? Kalau Tari ikut Ayah, Tari pasti bisa lebih bebas mau kemana-mana kan? Di rumah juga ada Bunda Nina yang pasti mau ngerawat Tari juga, dan ada adik-adik Tari yang bakal nemenin Tari. Kalau Tari ikut Ayah, Ayah akan sediain apapun yang Tari butuhin. Buat Tari dan hobi Tari" jelas Ayah panjang tentang rencana yang sebenarnya udah 2 tahun lalu direncanain sejak Mama dan Ayah pisah. Kakak ikut Mama, dan aku ikut Ayah. Tetapi selalu aku tunda dengan penolakan dan alasan-alasan.

"Udah Yah promosi tentang keluarga barunya? Gak capek denger jawaban Tari yang udah pasti nggak akan mau?" jawabku malas.

"Ini demi kebaikan kamu juga Tari. Lihat. Mama kamu juga malah terus-terusan nyuruh kamu ikut Ayah kan?! Dan ini juga sudah jadi tanggung jawab Ayah, Tar!" ucapnya yang kini dengan nada yang mulai meninggi

Baru sekitar 10 menit kita di cafe ini tapi rasanya ingin segera pergi mengabaikan pria tua yang katanya seorang Ayah ini.

Aku hanya terdiam dan menyeka setiap air mata yang membasahi pipi tanpa permisi ini, mendengarkan semua ocehan yang katanya itu nasehat.

"Kamu akan lebih utuh disana Tar, kamu akan lebih bahagia kalau ikut Ayah. Kamu nggak perlu mikirin Mama atau Kakakmu. Toh Ayah juga masih dan lancar ngasih mereka uang bulanan. Nggak usah kelamaan mikir Tar, percaya Ayah, nanti kamu juga akan terbiasa dengan suasana rumah dan orang-orang disana"

RENJANA PILU & LUKA-LUKA KITAWhere stories live. Discover now