Bab Satu

1.4K 236 59
                                    

Perempuan berambut merah muda itu melangkah dengan langkah kecil dan bertempo sedikit cepat. Tatapannya fokus tertuju pada tangga menuju stasiun bawah tanah yang berjarak 300 meter dari tempatnya saat ini. Rasanya ia tak sabar ingin segera menuruni tangga dan berjalan menuju stasiun. Sesekali ia bahkan melewati orang-orang di depannya yang menurutnya berjalan terlalu lambat.

"Permisi," ucap perempuan itu seraya melewati seorang lelaki berpakaian rapi yang tampaknya merupakan pegawai kantoran itu.

Lelaki itu sedikit menepi dan ia segera bergegas. Tangannya bahkan sudah merogoh tasnya dan bersiap mengeluarkan dompet besar berisi uang, berbagai kartu sekaligus dompetnya secara refleks.

Perempuan berambut merah muda itu sekilas menoleh ke arah jalanan, memandang kendaraan yang sedang berhenti di lampu merah di bawah langit senja dengan semburat jingga dan lila. Mobil-mobil yang sedang menunggu lampu merah terlihat bagaikan sekawanan semut yang tengah berjalan beriringan.

Sepersekian menit kemudian, ia mengalihkan atensi. Tangga menuju stasiun bawah tanah semakin dekat. Ia ingjn memasuki stasiun, lalu masuk ke dalam kereta dan pulang sesegera mungkin.

Ia membayangkan nasi pulen yang hangat dengan daging teriyaki yang akan dipesannya untuk makan malam seraya membaca komik favoritnya. Di kereta,ia juga bisa menonton episode baru drama favorit yang baru rili. Sungguh rencana yang sempurna untuk melepas penat dari pekerjaan.

Khayalan mengenai rasa manis gurih dari daging sapi yang empuk itu seketika sirna ketika ia merasakan seseorang sedang menarik dompet yang berada di tangannya. Sesaat, genggamannya pada dompet di tangan melemah. Secepat kilat tangan itu menarik dompetnya dan terdengar suara mesin motor yang mempercepat lajunya.

Ketika perempuan itu menoleh, ia mendapati dompetnya sudah tak lagi berada di genggamannya dan motor yang bergerak menjauh. Ia baru sadar kalau dompetnya baru saja dicopet, ia juga tidak bisa pulang karena kartu kereta, uang tunai, sampai ponselnya berada di dompet besar itu.

Sakura, si perempuan berambut merah muda itu, berdiri mematung sesaat. Bagaimana ini? Mau berteriak pun tidak ada gunanya. Siapa yang bisa mengejar motor itu?

Mau pulang, harus mencegat taksi konvensional. Tapi orangtuanya sudah pulang belum, ya? Kalau tidak ada ibunya, dia tidak bisa membayar taksi.

"Ayo ke kantor polisi, ikut aku," ucap seorang lelaki yang membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Eh? Apa?"

Sakura berucap secara refleks, seolah kemampuan menalarnya juga ikut diambil oleh pencopet bedebah itu. Siapa lagi orang asing ini?

Di hadapannya, seorang lelaki muda berambut hitam dengan kulit putih dan tampak sangat kontras itu sedang menatapnya dengan tajam. Lelaki itu berambut hitam sebahu dan berpakaian casual, raut wajahnya terkesan tidak ramah karena mata hitamnya yang menatap tajam.

"Aku akan mengantarmu ke kantor polisi. Tadi aku melihatmu dicopet," ucap lelaki asing itu.

Sakura menatap.sekeliling. Beberapa pejalan kaki menoleh sekilas, lalu memalingkan wajah. Mereka semua seolah tak peduli meski di dekatnya ada seseorang yang baru saja menjadi korban pencopetan. Saat ini hanya ada lelaki itu yang berhenti dan menghampirinya.

Mendadak jantungnya berdebar. Apa lelaki ini juga bagian dari gerombolan pencopet itu? Bisa saja lelaki itu mengincar sesuatu darinya, kan?Namun ia tidak punya pilihan lain. Ia harus melapor ke kantor polisi dan butuh uang transportasi untuk pergi ke sana.

"Oh, terima kasih. Tapi aku ...," Sakura memutuskan ucapannya sejenak dan menatap lelaki itu lekat-lekat.

Ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada sebelum menundukkan kepala, "Maaf, uang, kartu ATM dan ponselku semuanya di dalam dompet. Aku boleh pinjam uangmu? Aku punya internet banking. Kalau sampai di rumah, aku pasti transfer uangnya."

Second Life (Sasuke.U x Sakura.H Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang