Perjalanan dari kantor menuju stasiun terasa berbeda. Senja ini, Sakura melangkahkan kaki dengan langkah cepat seraya mengepitkan tasnya erat-erat. Ia bahkan terlihat seperti seseorang yang setengah berlari dan menghindari sesuatu hingga ia menuruni eskalator menuju stasiun.
Ia masih mengingat kejadian pekan lalu dan merasa trauma hingga tidak berani menggunakan ponsel terang-terangan di jalan. Bagaimana kalau ia sedang sial dan kembali menjadi korban pecopetan? Kali ini belum tentu ada yang akan menolongnya.
"Sakura! Tunggu!"
Terdengar suara seseorang yang berteriak memanggilnya dan Sakura segera berhenti melangkah. Ia menoleh dan mendapati rekan kerjanya mengejarnya dengan napas terengah-engah. Kening perempuan itu bahkan basah karena berkeringat.
"Ah, Ino. Kenapa kau lari-lari begitu?"
Ino terdiam sesaat, berusaha mengatur napas sebelum menarik lengan Sakura untuk menepi. Tadi beberapa orang sudah mengernyitkan dahi, merasa tidak nyaman karena Sakura yang berhenti tiba-tiba menganggu ritme jalan sehingga mereka harus menghindar.
Sakura baru menyadari kalau ia menghalangi jalan sehingga ia cepat-cepat menepi ke sisi pintu masuk stasiun bawah tanah. Ia segera mengeluarkan tisu dari tasnya dan seketika merasa panik. Ia baru menyadari kalau ponselnya tidak ada.
Menyadari Sakura yang terlihat panik, Ino cepat-cepat mengeluarkan sebuah ponsel dan charger dari tasnya sendiri. Ia segera berkata, "Duh, tadi ponselmu ketinggalan, tahu. Untung aku ngeh, jadi kukejar. Namun jalanmu cepat sekali, seperti dikejar hantu saja."
Sakura meringis. Ia benar-benar ceroboh hingga melupakan ponselnya yang ia charge. Kalau saja Ino tidak membawakannya, dia pasti harus kembali ke kantor. Padahal perjalanan dari kantor ke stasiun butuh hampir sepuluh menit.
"Ya ampun. Makasih, lho. Maaf merepotkanmu begini, sampai kau harus berlari-lari," ucap Sakura seraya membungkukkan badan.
"Duh, tidak masalah. Lain kali hati-hati, ya. Kau ini memikirkan apa, sih?" tanya Ino seraya memberikan ponsel Sakura.
Sakura kembali meringis. Sesungguhnya dia berpikir untuk segera pulang. Begitu pekerjaannya selesai, ia langsung mematikan komputer dan berpamitan. Alasannya, karena ingin menonton episode drama terbaru di kereta.
"Ehehe ... sebenarnya aku ingin menonton drama episode terbaru di kereta. Jadi aku mau cepat pulang," sahut Sakura sambil terkekeh.
Ino menatap rekan kerjanya. Perempuan berambut merah muda itu sama seperti dirinya, sesama fresh graduate jurusan Akuntansi. Mereka juga satu universitas, namun semasa kuliah tidak begitu akrab. Mereka baru akrab menjelang skripsi, karena kebetulan satu bimbingan.
Sejak ia mengenal Sakura pertama kali, ia tahu kalau Sakura orang yang ceroboh. Namun ia tidak menyangka perempuan itu sampai meninggalkan ponselnya di kantor. Padahal baru kecopetan minggu lalu.
"Dasar. Oppa bisa menunggu. Ponselmu lebih penting, tahu!" seru Ino.
Sakura mengeluarkan tisu dari tasnya dan memberikan pada Ino. Mendadak ia teringat dengan lelaki yang ditemuinya waktu itu. Sejak mereka bertemu, mereka tidak berkomunikasi lagi. Pada akhirnya, mereka saling follow Instagram. Namun hanya sebatas itu saja.
"Iya, iya. Kok kau ini bawel sekali, sih? Mirip ...." Sakura memutuskan ucapannya, baru tersadar kalau ia akan membahas Sasuke.
"Mirip siapa?"tanya Ino seraya menatap perempuan merah muda itu dengan seribu tanda tanya di benaknya.
"Cowok ganteng bawel yang kutemui minggu lalu," sahut Sakura seraya menutup mulutnya sendiri. Ia berusaha menyembunyikan senyumannya ketika mengingat wajah pria itu samar-samar. Sebetulnya, Sasuke memang tampan, style-nya juga oke, orangnya cukup baik. Namun ucapannya agak tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life (Sasuke.U x Sakura.H Fanfiction)
Fanfiction[Sekuel dari Irreversible] . . Pertemuan dengan seorang lelaki asing ketika ia menjadi korban pencopetan di dekat stasiun membuatnya berakhir dengan menghabiskan waktu di kantor polisi bersama. Ia yakin ini pertama kali dalam hidupnya bertemu dengan...