5

1K 114 5
                                    


( Levi Point of View )

          Aku menatap matanya yang masih tertutup begitu rapat, padahal hari sudah menginjak pukul 8 pagi namun tak ada satupun tanda-tanda jika gadis ini akan terbangun dari tidurnya.

Sepanjang malam ia terus mengumamkan nama seseorang, entah siapa yang dia maksud. Peluh membanjiri pelipisnya, keningnya juga panas bertanda demam. Perlahan, rasa bersalah muncul di dalam benakku. Mengingat akulah yang mengajaknya ke Trost pada malam hari di cuaca yang menginjak musim dingin.

Barulah ketika aku mengelus rambut panjangnya dengan lembut, ia kembali tenang. Nafasnya juga kembali normal, seolah-olah sebelumnya ia begitu terancam akan suatu hal. Aku terkadang penasaran, apa yang dia pikirkan atau apa yang sebenarnya ia mimpikan hingga dirinya terlihat begitu takut.

Selama perjalanan pulang menuju Survey Corps kemarin, dia terlelap di dalam kereta. Aku ingin membangunkannya karena akan benar-benar merepotkan jika aku menggendong tubuhnya dengan membawa banyak barang-barang pesanan. Namun untungnya, sesampainya di sana. Hanji dan Mike sudah menunggu, merekalah yang membawa semua barang-barang itu.

" Ini salahku. Aku yang akan merawatnya, kau pergi saja " Itu adalah kata-kata yang ku lontarkan pada Petra saat wanita itu kebetulan berpapasan denganku di koridor menuju kamar.

Wajahnya begitu pucat, senyuman bodoh yang bisanya bocah ini berikan tampak menghilang begitu saja. Bayang-bayang akan detik-detik ketika Okaa-san merenggang nyawa membuatku kini memiliki trauma sendiri jikalau harus meninggalkan nya dalam posisi masih tak sadarkan diri, padahal sudah sejak tadi Erwin memintaku untuk pergi ke ruangannya. Namun, untunglah Gunther membantu memberi penjelasan mengenai kondisiku yang masih harus merawat Hana.

Kriet!

Sosok Danchou kini membuka pintu, wajahnya tampak khawatir. Melangkah masuk menghampiri sisi ranjang salah satu kadet kemudian berdiri termenung menatapnya.

" Apa perlu aku memanggil dokter? " Tanya Erwin padaku.

" Tak perlu, aku bisa merawatnya sendiri "

" Kau juga terlihat sakit, Levi. Kau pasti belum tidur semalaman, setidaknya sekarang kembalilah ke kamarmu dan istirahat kan tubuh itu. Aku akan menggantikan mu menjaganya, lagipula aku sudah menyelesaikan semua dokument tadi "

Tak banyak menolak, aku langsung berdiri dan memberi hormat kepada atasan ku itu. Ya, dia memang benar. Aku cukup lelah untuk tetap terjaga sepanjang malam dan belum makan apapun, setelah Erwin mengangguk dan sedikit tersenyum. Barulah ku langkahkan kaki ini keluar dari kamar Hana.

.
.
.
.
.

( Hana Point of View )

" Kau sudah merasa baikan? "

Aku mengangguk kecil, kepalaku masih terasa berdenyut nyeri dan sedikit pusing bahkan pandanganku pun masih mengabur tak jelas. Melihat kondisiku yang bisa di katakan lemah, Danchou kembali membaringkan tubuhku di atas kasur setelah berusaha untuk duduk dan meminum obat.

" Kalau kau masih tak kuat, katakanlah. Jangan bersikap seolah baik-baik saja "

Kalau kau sakit, ya bilang! Jangan bersikap seolah baik-baik saja - Albin

Ku tatap pancaran mata komandanku itu, kata-kata barusan yang ia ucapkan kembali mengingatkan ku pada sosok Nii-san. Kekosongan di dalam diri ini terasa kembali terisi akan kenangan yang ku dapatkan, rasanya mimpi buruk yang ku alami hanyalah cerita dongeng tak nyata.

Erwin Danchou mengompres keningku dengan handuk kecil yang sedikit basah setelah di rendam pada sebuah wadah berisi air, jari-jarinya secara perlahan menyingkirkan rambut-rambut tipis yang menutupi mataku. Wajah tenang itu, aku menyukainya.

ISEKAI ( Another World )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang