C

900 100 47
                                    

"... me)."

"... ame)."

"(Name)!"

Ia mengerjap pelan sebagai reaksi pertama, terasa silau saat lampu menyorot netra hijau mintnya. Tubuh perlahan mendudukkan diri, sedikit menguap hingga harus menutupinya menggunakan telapak tangan. Lalu, gadis itu pun mencoba mengumpulkan nyawanya.

Mata melirik pelan, sedikit menyipit untuk memastikan penglihatannya ketika mendapati seseorang di ruangan yang sama. "Ha? Oh, Mitsuya." gadis itu menggaruk kepalanya pelan. "Jam berapa nih?" tanyanya santai, masih belum bisa menggunakan matanya untuk mengamati sekitar.

Laki-laki yang tengah berdiri di samping tempat tidur menghela nafas panjang, dengan nada kesal ia menjawab, "Jam 8! Udah siang tau! Cepetan bangun!" Mitsuya langsung menarik selimut yang dipakai gadis itu, seketika membuatnya menatap tajam saat merasakan hawa dingin menusuk tulangnya.

(Name) berdecak malas, merubah posisi duduknya menjadi bersila. "Iya iya! Ini bangun!" ia memutar bola matanya malas, lantas berakhir pada figur berambut lilac cerah itu. "Kamu udah mandi?"

"Udah! Makanya, sekarang giliran kamu yang mandi, gih!" titah Mitsuya, melipat kedua tangannya di depan dada.

"Temenin."

"Ssshhh, belum sah!"

Wajah (Name) semakin cemberut mendengar jawaban Mitsuya. Ia segera menatap Mitsuya dengan tatapan penuh harap, memiringkan kepalanya. "Please, kalau ada hantu di kamar mandinya gimana? Kalau ada kepala keluar dari bak mandinya gimana? Takut ihh!"

"Enggak! Ga ada hantu-hantuan! Cepetan mandi!" Mitsuya yang sudah jengkel menarik tangan (Name) agar beranjak dari kasur empuknya, tentu dengan perbedaan kekuatan membuat (Name) tertarik dengan mudah. "Makanya, kalau takut sama hantu, jangan sok-sokan ngajak nonton film horor! Gitu kan jadinya?"

(Name) mengerucutkan bibir sebal. "Iya deh, iya!" gadis itu melenggang pergi, kakinya menghentak-hentak lantai keras membuat Mitsuya hanya bisa menatap lelah dengan sikap gadis itu.

.
.
.

"Nih."

Iris lavender miliknya mengerjap pelan, mengulas senyum lembut mendapati sebuah cangkir di depan wajahnya yang mengeluarkan uap panas. "Makasih," ujarnya, mengambil alih cangkir itu dari tangan si gadis.

(Name) yang sama-sama memegang cangkir mulai mendudukkan diri di sofa, bersebelahan dengan Mitsuya. Keduanya sudah sarapan tadi pagi, sementara sekarang waktu sudah berlalu hingga pukul 9.

Keduanya bersantai di ruang tamu apartemen, menikmati hangatnya uap yang keluar dari cangkir seraya memperhatikan berita pagi yang TV tayangkan.

Wajah cemberut dalam seketika, melihat pembawa acara yang memberitahu perkiraan cuaca hari ini membuatnya mengeluh, "Yah, hari ini ada badai ternyata, padahal pengen keluar." kemudian ia mengalihkan perhatian pada laki-laki di sampingnya. "Kamu jangan dulu pulang, ya? Aku suka takut kalau ada badai."

Decakan malas keluar dari bibir, mengulirkan manik matanya pada (Name). "Kamu tuh sama hantu takut, sama badai takut, terus gak takutnya sama apa?"

Senyum melebar pada wajahnya, menampilkan deretan gigi yang berjajar rapi dengan aura ceria yang menyebar. "Sama mantan berandalan kayak kamu, hehe." (Name) terkekeh pelan dengan mata yang nyaris tertutup.

"Gak takut apa suka?"

"Suka lah!"

Keduanya tergelak dengan percakapan mereka, menatap satu sama lain dengan pandangan lembut dan hangat. Pada dasarnya, hal ini adalah hal yang biasa bagi keduanya, suasana seperti ini selalu mereka lewati bersama.

Mitsuya mulai mengalihkan perhatiannya pada secangkir coklat panas di tangan, menghirupnya pelan hingga aroma coklat memenuhi indra penciuman, menambah ketenangan pada hati pula pikiran.

Dengan perlahan ia menyeruput cairan coklat itu, mencoba menikmati setiap tetes yang menghasilkan rasa manis pada lidah. Sudut bibir semakin tertarik ke atas, terlalu nyaman dengan setiap hal yang ia lalui,

Dengan gadis ini.

Netra lavender laki-laki itu melirik kecil, memperhatikan senyum (Name) yang mengembang sempurna setelah mencicipi coklat panas buatannya sendiri. Seraya tersenyum geli, Mitsuya kembali meneguk minumannya hingga terasa hangat pada tenggorokan.

"Kamu kebiasaan deh."

Alis mengernyit dalam, seketika menoleh pada Mitsuya dengan pandangan heran. "Maksudnya?"

"Kemanisan."

Bibir mengeluarkan decakan malas, dilanjutkan dengan membuat manik mata berotasi. "Itu mah lidah kamu yang bermasalah, orang aku bikin takarannya pas, kok." (Name) menjawab dengan yakin, Mitsuya ini memang suka mengada-ada.

"Loh, kok lidah? Emang aku lagi ngomongin apaan?"

"Coklatnya, kan?" (Name) mengangkat cangkir miliknya hingga sejajar dengan wajah Mitsuya, menaikkan sebelah alis bingung.

"Aku lagi ngomongin kamu, kamu yang kemanisan."

(Name) yang mendengarnya terdiam sesaat, kemudian terkekeh geli. Dengan itu ia mengangkat dagu angkuh, menyandarkan punggungnya pada sofa seraya menatap Mitsuya rendah. "Iya dong, pacar siapa dulu?"

Wajah laki-laki itu berseri-seri seiring menjawab dengan bangga, "Pacar Mitsuya Takashi, lah."

❖❖❖

Chocolate || Mitsuya Takashi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang