Dua pasang kaki melangkah tak seirama, menghasilkan jejak pada tumpukan salju tipis di sepanjang jalan. Jari saling bertautan, erat, seakan tak ingin melepaskan, pula memberi rasa hangat.
Pasangan dengan selisih usia dua tahun itu menghasilkan candaan di setiap langkahnya, mengayunkan tangan layaknya anak kecil walau yang paling muda sudah berumur 22 tahun.
Kala sepasang kaki berhenti melangkah, tangan yang saling menggenggam memaksa yang lainnya ikut berhenti. Pria itu menatap kekasihnya, yang dengan berbinar menatapi salah satu cafe di pinggir jalan.
"Mau masuk?"
Pertanyaan menyapa pendengarannya, mengalihkan atensi pada sang pujaan hati yang memiringkan kepala dengan senyum menawannya. "Mau!" jawabnya langsung, mengangguk-anggukan kepala antusias.
Hembusan nafas pelan keluar seiring kekehan terdengar, rasanya sudah tidak heran jika mereka memasuki setiap cafe yang mereka lewati, hanya karena gadis di hadapannya ini. "Yaudah, ayo."
Ia menuntun langkah di depan, menarik gadisnya untuk masuk ke dalam cafe dengan pengunjung yang tidak terlalu ramai. Mungkin orang-orang lebih memilih tinggal di rumah, daripada berjalan-jalan tidak jelas seperti dua orang kekasih ini.
Duduk di kursi dekat jendela, gadis itu langsung memanggil pelayan untuk mencatat pesanannya. Saat pelayan cafe itu sudah siap dengan kertas dan pulpennya, gadis itu menggulirkan matanya lurus ke depan. "Sekarang mau pesen?"
Lawan bicaranya merenung untuk sejenak. Ia melihat-lihat sekitar, cafe yang baru pertama kali ia kunjungi ini cukup bagus untuk menghabiskan waktu sedikit lama. "Boleh." kepalanya mengangguk menyetujui.
Senyum lebar terpasang, dengan ceria memberitahukan pesanannya pada sang pelayan. Tak lama pelayan itu pun memberi janji selama beberapa menit hingga pesanannya datang, lalu melenggang pergi.
"Dingin banget, ya," gumam (Name) berbasa-basi, ia memeluk tubuhnya sendiri yang terbalut jaket tebal seraya menatapi pemandangan luar yang dipenuhi salju, nyaris menutupi seluruh sudut tempat, mendominasi warna menjadi putih.
"Mau pegang tangan aku?"
Iris hijau mintnya melirik bingung, pertama menatap wajah Mitsuya lalu beralih pada tangannya yang sudah siap di atas meja. Sesaat kemudian kekehan terdengar, laki-laki manis itu kembali bersuara, "Siapa tau bisa sedikit hangat."
Senyum merekah lebar, tanpa ragu meraih tangan Mitsuya dan menggenggamnya erat. "Iya deh, jadi lebih hangat." gadis itu tergelak, meskipun tak terlalu berpengaruh, tapi perasaan yang tak pernah absen saat bercengkrama dengan Mitsuya selalu membuatnya hangat.
Tak berselang waktu lama, seseorang menghampiri meja mereka dengan nampan di tangan. (Name) langsung melepas genggamannya terhadap Mitsuya, sedikit malu jika terlihat oleh pelayan cafe, bahkan tak peduli akan Mitsuya yang mencebikkan bibirnya kesal.
Dua gelas coklat hangat dan satu cheesecake coklat turun dari nampan, sebuah suara menyapa, menanyakan apakah perlu sesuatu yang lain. Gadis itu menjawab dengan gelengan dan ucapan terimakasih.
"Loh, kamu pesen itu aja?" setelah pelayan resmi menghilang, ia bertanya dengan gurat kekecewaan ketara dari wajahnya.
Gadis itu hanya tersenyum hingga menampilkan deretan giginya. "Aku cuma khawatir sama dompet kamu tau, kita udah masuk 3 cafe pagi ini."
Mitsuya sweatdrop mendengar jawaban kekasihnya, begitu-begitu (Name) peduli juga ternyata, ia kira (Name) tidak akan berhenti memesan makanan sebelum aset keluarganya habis.
Namun, sebenarnya kekecewaan Mitsuya bukan berasal dari (Name) yang gagal memeras dompetnya. Hanya saja, gadis itu hanya memesan satu dessert, kenapa tidak memesankan untuk dirinya juga? Tidak peka sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate || Mitsuya Takashi [✔]
Fanfiction❝Tentang kita, salju, dan secangkir coklat panas❞ ~ Kisah sehangat coklat panas, di hari bersalju yang dingin bersama Mitsuya Takashi ©Mizura, 2021.