15 Januari 2020
"Vanya!" Panggil seorang lelaki yang menggunakan denim hitam serta rambut yang tersibak, hingga menampakkan dahinya. Sang pemilik nama segera menoleh pada sumber suara.
"Eh? Kamu bukannya ada kelas?" Tanya wanita bernama Vanya itu.
"Dosennya absen, daripada diem di kelas mending pulang." Jelas Nathan--lelaki tadi ialah Nathan.
"Jadi mau pulang sekarang?" Tanya Vanya lagi.
"Iya, Yuk!"
Tahun kelima sejak sore indah di bawah pohon tabebuya itu. Vanya teringat bagaimana tatapan hangat Nathan waktu itu. Ia berusaha menyembunyikan senyumnya dengan membuang muka ke arah jendela mobil. Nathan yang duduk di kursi pengemudi tetap tahu bahwa kekasihnya tengah tersenyum.
"Kamu sakit?" tanya Nathan.
"Hah?" Vanya tampak bingung dengan pernyataan Nathan.
"Kok senyum sendiri?" Tanya lelaki itu lagi.
"Maksud kamu aku gila?" Vanya malah balik bertanya dengan tatapan tak menyangka.
"Hahaha, aku gak bilang gitu loh ya." Nathan tertawa sambil terus fokus pada jalan tol yang cukup ramai sore itu.
"Jahat! Ngeselin." Vanya memukul pelan lengan kekar Nathan.
"Aduhh sakit! Lagian kamu gila juga aku tetep sayang, kok." Nathan memberi tatapan menggoda sambil menaikan alisnya.
"Sumpah! ngeselin banget mukanya." kini Vanya kembali mengalihkan wajahnya.
"Ciee salting tuh." Nathan malah semakin menggoda kekasihnya.
"Kak Nathan! Udah! Shutt." Pinta Vanya yang dibalas tawa oleh sang kekasih.
Mobil Xpender putih baru saja berhenti tepat di depan rumah dengan pagar coklat. Tak lama dua orang keluar dari sana.
"Kamu mau masuk dulu?" tanya Vanya.
"Emm, iya deh." Nathan berniat untuk pamit saja.
"Assalammualaikum." Ujar Vanya ketika melangkah memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, udah pulang Dek?" Tanya Bunda saat menyadari keberadaan putri bungsunya itu.
"Eh, Nathan apa kabar, Nak?" Tanya Bunda setelah Nathan mencium tangannya.
"Baik, Bun. Bunda sendiri gimana? Kemarin kata Anya bunda sakit?" tanya lelaki yang saat ini terlihat lebih tinggi dari lima tahun lalu.
"Enggak kok, cuma gak enak badan aja. Suka lebay nih emang." Jawab bunda sambil melirik Vanya.
"Itu gak cuman, Bunda." Vanya membela diri, sebab tak terima dibilang lebay. Karena faktanya memang dua hari lalu bunda sakit bahkan suaranya sampai habis.
"Hahaha, yuk makan dulu! Bunda masak pindang daging tuh." Ajak bunda.
"Eh, gak usah, Bunda. Nathan mau lanjut pamit aja." Tolak Nathan dengan sangat lembut dan sopan.
"Loh? Kok buru-buru banget?"
"Hehe iya. udah malem juga, gak enak sama orang rumah." Ujar Nathan sambil sedikit cengengesan.
"Yaudah, hati-hati ya, Nak." Kata bunda yang juga tak kalah lembut.
"Siap, Bun. Salam buat Ayah, ya." Nathan kembali mencium tangan bunda, kemudian berjalan menuju pintu ditemani Vanya.
"Hati-hati! langsung pulang, jangan mampir kemana-mana." Vanya memperingati. Sebab beberapa waktu lalu Nathan sempat pulang larut malam. Ia mampir ke rumah temannya hingga lupa waktu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Distance | Jake Shim
Romance"Tapi Vanya gak bisa milih, Ayah. Vanya gak bisa milih mau sama siapa Vanya jatuh cinta. Mau sama yang seagama kah, atau sama yg beda agama. Gak bisa, Yah. Cinta itu tumbuh dengan sendirinya." "Iyaa, tapi kamu bisa milih, mau kamu apakan rasa itu...