Pertemuan Kembali

5 0 0
                                    

Delapan tahun berlalu...
  Aku sekarang duduk dibangku kelas 7 SMP. Tak terasa kejadian itu sudah delapan tahun lamanya. Sampai sekarang kejadian itu tak bisa kulupakan, kejadian atas diabaikannya jabatan tangan dari seorang manusia yang manis dan ganteng sepertiku ini. Semakin bertumbuhnya aku, rasa narsisku pun juga bertambah. Ini hari pertama aku menjadi murid SMP. Suasana kelasnya tak beda jauh dengan ruang kelas SD-ku, yang membedakannya adalah ukuran ruang kelasnya, dan banyaknya hiasan. Sepertinya, masa SMP-ku akan lebih menarik daripada masa SD, begitu pikirku.
  Semua siswa baru datang dan pergi menuju kelasnya masing-masing. Aku menunggu teman sebangkuku. Sedari pukul 6 pagi sampai pukul setengah tujuh kurang 10 menit, bangku sebelahku masih saja kosong. 'Apa aku tidak menarik diajak berteman atau bagaimana? Apa penampilanku aneh ya?' batinku. Jam dinding sudah menunjukkan waktu hampir setengah tujuh, tapi bangku sebelah masih tetap kosong. Aku mulai bosan.
Tiba-tiba terdengar suara hentakan kaki yang sedikit keras dan terdengar terburu-buru. Aku penasaran, apa dia akan menjadi teman sebangkuku atau dia ada di kelas lain. Benarlah tebakanku, dia menjadi teman sebangkuku. Seorang perempuan dengan raut muka yang sudah pasrah dengan rambutnya yang masih kurang rapi. Mungkin dia kesal duduk berada di sampingku. Aku memperhatikannya tanpa sadar. Dia dengan terburu-buru mengambil pensil dan buku tulis kosongnya dan menulis sesuatu.
 Ahh, sayangnya mataku agak minus, jadi aku tak tau apa yang sedang ia tulis. Dia menulis dengan cepat, tanpa sadar karena kekepoanku ini, membuatku mendekat ke buku tulis untuk melihat apa yang dia tulis. Dengan sigap dia mengambil buku itu. Seketika aku terkejut dan melihat ke arahnya. Kami saling bertatapan. Dia menatapku curiga, aku menatapnya kebingungan. Sungguh tidak sinkron. Dan bodohnya, aku hanya menatap dirinya saja tanpa meminta maaf atas kelakuanku tadi.
  Hingga bel pulang tiba, aku tak mengatakan sepatah katapun padanya. Aku menjadi merasa sangat bersalah. Akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta maaf. Tapi sayang, dia sudah pergi.

   Keesokannya aku menunggu dia datang. Aku sudah menyiapkan mental sekokoh jembatan china. Sudah setengah jam aku menunggu. Dia tak kunjung datang. Lagi-lagi aku mengalami hal yang sama seperti kemarin, melihat jam dinding menunjukkan pukul 06.20 dan bangku sebelah yang masih kosong. Aku merasa de javu. Jam dinding menunjukkan pukul 06.30, lagi-lagi dia baru saja datang. Dia memang suka datang agak telat sepertinya.
Aku memperhatikannya dari saat dia masuk kelas sampai duduk di sebelah bangkuku. Dia duduk dengan tenang, tidak seperti kemarin. Aku memperhatikannya kembali. Dia menghela napas panjang dan melihat kearahku dengan wajah jengkel, setelah itu memalingkan wajahnya dan segera mengambil buku tulis dan pensil. 'Beneran deh, ini orang teraneh yang pernah aku temui'batinku.
Tiba-tiba dia menyeletuk dan membuatku kaget.
"Siapa namamu?" katanya sambil memegang pensil dan menghadap buku tulis itu.

"A-aku Keyala, biasa dipanggil Ai'," Dia menuliskan namaku di buku tulis itu. Secara tiba-tiba dia menyodorkan tangannya. Aku terkejut untuk kesekian kalinya. Dia menatapku untuk menyuruh membalas jabatan tangannya. Aku menatapnya mengerti, segera aku menjabat tangannya.

"Namaku Iky, maaf ya waktu itu aku tidak membalas jabatan tangamu," Dia kembali menarik tangan kanannya dan segera mencoret-coret buku tulisnya. Jujur saja, aku manusia yang 'lola' atau disebut loading lama. Aku mengingat-ingat, kapan pertama kali aku mengajaknya jabat tangan?
14 menit kemudian, aku baru teringat akan kejadian yang seharusnya selalu aku ingat.

"Loh, itu kamu?"

"Iya," jawabnya singkat

   "Wah, kukira waktu itu kamu anak laki-laki, ternyata perempuan," kataku sedikit terkejut. Dia tak membalas perkataanku. Dia hanya diam saja. Aku berusaha untuk sabar.

   "Ahh ya, aku minta maaf ya soal kemarin, aku mengintip bukumu begitu saja tanpa permisi," aku menundukkan kepalaku, menunjukkan rasa bersalahku padanya. Lagi-lagi dia tak membalas. Dihatiku sudah tumbuh rasa jengkel. Tiba-tiba dia menyerahkan buku tulisnya itu. Cukup membuatku terkejut. Aku memandanginya heran.

   "Kemarin mau lihat kan? Sudah itu, kuizinkan," entah kenapa aku merasa kesal. Dia berbicara kepadaku tanpa memperhatikan lawan bicaranya? Hah? Apa sih?

   "Lihat aja buku tulisnya, jangan lihat ke aku terus," aku merasa tertusuk. Tapi yang dia katakan memang benar adanya, aku sering kali mencuri kesempatan untuk melihat dirinya. Kulihat isi buku tersebut, di sana ada tulisan dan gambar. Mayoritas yang ada dibuku tersebut adalah gambar hati dan tulisan yang menunjukkan kesakitan. Aku membacanya perlahan. entah kenapa ini sangat menyentuh hati.

   Sampailah dihalaman yang menjelaskan penyakityang dideritanya. Anx- baru saja aku ingin membacanya, buku itu sudah dia ambil kembali. Sumpah deh, aku kesal sekali.

   "Aku sudah memberi izin untukmemperlihatkan buku ini padamu. Kalau begitu, kita bisa menjadi teman?"Sebentar, otakku masih dalam keadaan loading. Sungguh aku tak mengerti.

  Bagaimana bisa ada orang yang seperti ini. Karena aku orang yang baik dan mulia. Aku memperbolehkan dia menjadi temanku. Kami berjabat tangan untuk kedua kalinya.
Sejak saat itu, aku selalu bermaindengannya, mengerjakan tugas kelompok bareng, dan lain-lain. Untungnya aku bukan laki-laki yang terlalu mencolok, bukan maksudnya aku tidak tampan, hanya saja wajahku ini biasa saja. Tapi aku percaya diri bahwa aku seorang yangtampan dan baik hati. Kami bercerita tentang apa saja, pergi ke kantin bersama,mengerjakan pr bersama, belajar bersama. Sampai-sampai di kelas kami, kami diberi julukan 'dimana ada Keyala, disitu ada Iky'.Yaa, aku menanggapinya biasasaja, begitu juga Iky. Dia anak yang santai namun suka bikin naik darah. Untungaku sabar.
   Ah iya, ada satu kebiasaan yang sangat aneh menurutku (?) saat kelompok kita ingin presentasi di depan kelas, diapasti sebelumnya selalu minum obat dan mengontrol pernapasannya. Entahlah,mungkin dia deg-deg an karena inin presentasi, tapi apakah harus minum obat?Aku pernah bertanya sekali padanya, dia bilang itu permen, tetapi saat akumeminta obat itu darinya, dia tidak mengizinkannya. Dia berkata, "ini permen khusus untukku saja, kamu nggak boleh minta. Ini spesial dan hanya untukku saja.Sekalinya kamu mengambilnya tanpa seizinku, kupatahkan lenganmu," aku yang mendengar itu langsung diam mematung dan menunduk. Aku ketakutan dengankata-katanya. Sejak saat itu, aku tak pernah bertanya padanya lagi.


Pelangi Yang Kehilangan WarnanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang