"kapan giliran ku Tuhan?"
-Happy Reading-
🌬️🌸
Katanya roda kehidupan itu berputar, kadang di atas dan kadang pula di bawah, sebaliknya juga dengan kesedihan dan kebahagian yang seiringnya waktu akan silih berganti dengan garis Tuhan yang sudah ditentukan, atau yang disebut dengan 'Takdir'.
Namun, sebenarnya apa itu kebahagiaan? Kenapa yang ia rasakan hanyalah kesedihan?
Kapan? Kapan gilirannya akan datang? Kapan Orion akan merasakan bahagianya?
Iya, dia adalah Orion Gentala. Pria 18 tahun yang mempunyai deep voice yang menjadi ciri khas dari dirinya.
"Orion"
Panggil seorang pria dengan suara soft lalu pria tersebut menghampiri Orion yang sedang rebahan dengan mata tertutup dan tangan kanannya ia gunakan sebagai alas kepala.
Pria itu berdiri tepat di depan Orion, ia memandangi wajah Orion heran. "Lo ga kepanasan apa tiduran di sini?" Tanyanya.
Sedangkan orang yang ditanya seolah tidak niat untuk membalas lawan bicaranya.
Pria itu mengambil posisi duduk disamping Orion, kakinya sengaja ia selonjorkan dan kedua tangannya ia gunakan sebagai tumpuan di belakang. Ia menatap langit biru yang cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya.
Lalu dipandanginya lagi sahabatnya itu, ia yakin sekali kalau Orion sebenarnya tidak tidur. Merasa dihiraukan pria tersebut menghela napas panjang.
Ia harus kuat mental untuk menghadapi seorang Orion. Manusia es.
"Buset dah... lo udah berjemur tapi ga cair-cair, heran gue." Sindirnya.
"Kenapa lo ga sekolah kemaren?" Lanjutnya, namun lagi-lagi yang ia dapati hanya suara deru nafas Orion.
Pria itu mendengus kesal, lalu untuk sejenak terlintas di kepalanya sebuah ide cemerlang yang menurutnya akan berhasil.
"Ayang aku kangen..."
Jika kalian pikir ada orang lain diantara mereka berdua, maka kalian salah besar.
Apakah ini yang ia maksud dengan ide cemerlang? Suara dibuat-buat bak suara wanita, lebih tepatnya lebih terdengar seperti suara banci yang sering kalian jumpai di pasar Tanah Abang."Najis"
ketus Orion dengan suara beratnya tanpa bergeming sedikitpun dari posisinya.
Tidak berseling lama setelah itu suara gelak tawa pria itu sudah tidak bisa ia bendung lagi. "Udah cocok belum gue casting film layar lebar?" Tanyanya dengan wajah songongnya itu.
"cocok"
Satu kata itu berhasil membuat seutas senyum diwajah pria itu.
"Ikut sinetron azab." Lanjut Orion.
Kampret!
Dibuat terbang, lalu dihempaskan. Itu adalah kebiasaan buruk Orion, selalu saja, selalu begitu. Seharusnya Ia tidak berharap lebih atas jawaban yang akan keluar dari mulut sahabatnya itu.
"Pesona gue yang tampan dan menawan ini ga berpotensi buat ngejar-ngejar keranda jenazah terbang."
"Jadi maksud lo, lebih berpotensi jadi bencong?"
Jerome menganga tak habis pikir mendengar pertanyaan sahabatnya itu.
Lalu ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."M-maksud gue bukan kaya gitu juga... lo paham ga sih?" Ujar Jerome mencoba menjelaskan namun dia sendiri yang terlihat bingung.
"Apa kata roti sobek gue bro kalo gue kaya gitu, gue ga ahli lemah gemulai" lanjutnya sambil mempertontonkan perutnya yang six pack dan juga lengannya yang berotot.
Dia adalah Jerome Roger, panggil saja Jerome, sahabat Orion dari mereka minginjak bangku SMP. Jerome memiliki pesona untuk memikat hati para gadis dengan tatapannya yang menghanyutkan. Ia juga memiliki eye smile yang menawan yang menjadi daya tarik Jerome, ya—walaupun Jerome adalah suhunya para buaya.
"Selain polos gue akuin lo benar-benar misterius, gue yang udah kenal lo lima tahun aja masih ga bisa nebak lo. Dua hari ini lo kemana aja bro? hampir aja lo diajak ngopi sama buk Titik di ruang BK."
"Males"
"Semales-malesnya lo ga biasanya lo bolos kaya gini. Gak ngajak-ngajak gue lagi."
Orion masih di posisinya, tanpa bergeming sedikit pun.
Jerome menghela nafas.
"Kalo ada masalah itu, cerita. Kalo ga sanggup, minta bantuan. Gue tau lo mandiri dalam hal apapun, tapi ada kalanya lo butuh sesorang buat dengar cerita lo, kasih solusi, dan bantu lo..."
"Jangan lo pendam sendiri, bagi ke gue, biar gue berguna sedikit sebagai sahabat lo." Lanjut Jerome.
Orion bangun dari posisi sebelumnya, helaan nafas berat terdengar di telinga Jerome.
"Lo ga ada hubugannya dengan masalah gue Jer" setelah mengatakan itu Orion pergi meninggalkan Jerome sendiri.
Selalu itu yang keluar dari mulut Orion setiap kali Jerome mendesaknya untuk menceritakan masalah-masalah yang menimpa dirinya, berharap ia bisa berguna untuk sahabatnya itu, namun sahabatnya itu hanya bisu, memilih menutupi lukanya dengan kesendirian. Memang Orion sangat tertutup tentang masalah yang terjadi dalam hidupnya, terutama tentang keluarganya.
Jerome juga tidak berhak untuk mengekang atau marah pada Orion. Ia menghargai keputusan Orion yang masih belum terbuka kepadanya.
"Orion, gue yakin ada saatnya lo akan bahagia." Batin Jerome.
***
🌬️🌸
Terima kasih♡Salam hangat dari bestie thv;
Anjali Inti
19-09-2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Orion | Kth
Teen Fiction"Apa aku tidak pantas bahagia? Aku hanya ingin bahagia Tuhan, apa aku terlalu serakah?" _190921