Berita Menggemparkan

1 1 0
                                    

Gadis dengan kemeja biru pastel itu menatap bingung pada setiap orang yang di lewatinya. Sepanjang lorong kampus topik pembahasannya tak ada yang berbeda, tidak jauh dari Dosen, Fakultas Ekonomi, dan kecelakaan. Yang bisa gadis itu simpulkan adalah Dosen Fakultas Ekonomi mengalami kecelakaan, yang membuat ia heran, mengapa anak-anak Fakultas Teknik sampai  seheboh ini?

Saat sampai di kelasnya pun tak ada yang berubah, mereka juga sedang membicarakan hal yang sama. Gadis dengan nama lengkap Amanda Silvia itu mengedikkan bahu acuh lalu duduk di deretan ke empat dan barisan kedua, di samping pria bertubuh tinggi bernama Rafael Alvaro. Rafael atau kerap Manda pangil Ael ini adalah teman Manda sejak SMA.

"El, mereka ngomongin apaan, sih?" Manda mencolek lengan Rafael berharap pria itu menoleh.

Rafael menoleh, lalu mengehadap Manda sepenuhnya. "Lo gak tau? Katanya dosen FE kecelakaan. Mobilnya ancur, kecelakaannya tadi malem." balas Rafael.

"Gue gak tau, lo tau dari mana?"

"Kuping gue 'kan setajam golok, apalagi berita besar kayak gini udah pasti gue tau." Rafael mengibaskan kerah kemejanya dengan tampang angkuh.

Manda berdecih malas, ia sama sekali tidak tertarik dengan masalah ini. Manda memiliki dua sahabat, satu pria dan satu wanita. Rafael Alvaro dan Monika Maharani. Mereka bertemu dengan Monika saat ospek, dan ternyata mereka satu fakultas bahkan satu kelas..

Tiba-tiba Riko, temen sekelas mereka, datang dan langsung duduk di meja Manda. "Kenapa ya, orang tua gue selalu bohong?" celetuknya.

"Bohong gimana?" tanya Rafael.

"Waktu gue SMA gue ngambil jurusan IPA, pas ada tugas gue tanya ke emak, emak bilang gini, Lah, mana gue tau, gue 'kan anak IPS." Riko meniru ucapan dan nada perkataan ibunya kala itu.

"Oke, dia anak IPS, pas gue tanya bapak, Lu gimana, sih? Gue 'kan sekelas sama emak lu." imbuh Riko.

Kening Rafael dan kening Manda berkerut, tak mengerti maksud dari curhatan Riko. Pria itu memang kerap kali melakukan curhat dadakan, entah berfaedah maupun unfaedah. Melihat kedua temannya kebingungan Riko pun melanjutkan ucapannya.

"Masalahnya, mereka itu beda 10 tahun, gimana caranya mereka sekelas? Bapak gue gak naik kelas 10 tahun gitu? Kalo iya, kenapa bapak gue bego banget sampe gak naik kelas 10 tahun?"

"Apa susahnya, sih mereka bilang aja kalo kagak ngarti gitu, kenapa harus bohong?" Riko mengusap sudut matanya seolah-olah menangis.

"Sakit hati gue di bohongin, kayak ad-"

"Berisik banget lo, sana cabut," potong Manda.

Manda mendorong tubuh Riko dari atas mejanya lalu mendorong Riko hingga pria itu duduk di kursinya. Selama Manda mendorong tubuhnya, Riko masih saja meracau tak jelas, dengan wajah yang mendramatisir. Tak heran anak-anak kelas menyebut Riko Kang Mabok, bukan karena Riko sering minum-minuman keras, tapi karena pria itu sering meracau seperti orang mabuk.

"Dosa apa gue sekelas sama manusia kayak dia, "gumam Manda.

"Bay the way, kenapa anak-anak sampe se-heboh ini? Emang dosen yang kecelakaan terkenal banget? Dosen FE yang gue tau cuma Mas Andre." ucap Manda.

"Yee! Yaiyalah Pak Andre 'kan abang sepupu lo. Kata cewek-cewek, dosen yang kecelakaan itu ganteng banget, seantero kampus kenal sama dia. Dan berita dia kecelakaan, bukan cuma di perbincangkan di fakultas kita doang, tapi sama satu kampus." jelas Rafael.

Manda hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Biarpun Rafael ini seorang pria tulen, tapi soal gosip seperti ini dia pasti sangat tau. Tak ada berubah dari pria itu sejak dulu.

"OMAIGAT! OMAIGAT! Man, El, kalian tau dosen fakultas ekonomi yang paling ganteng itu kecelakaan? Gak tenang hati gue, pengen jenguk." Gadis dengan rambut sebahu itu terlihat begitu heboh.

"Momon... Momon, lu ketinggalan, kita dari tadi udah bahas ini. Lagian kok lo baru dateng? Biasanya lo pagi-pagi udah disini," sahut Rafael.

Gadis bernama lengkap Monika Maharani itu melotot pada Rafael lalu ia berjalan mendekati pria itu, dengan sekali gerakkan Monika menarik rambut Rafael.. "Berapa kali gue bilang? Jangan panggil gue Momon, gue, Mo-ni-ka."

"Apa salahnya? Itu 'kan panggilan sayang gue buat lo. Manda aja nggak masalah gue panggil Nda," balas Rafael.

"Ya masih mending Nda, bagus. Masa gue di panggil Momon?"

"Iya, Monika ku sayang, lepasin dong, sakit kepala gue."

Monika mendengus kesal lalu melepaskan tarikkannya pada rambut Rafael. Langsung saja pria itu membenarkan tatanan rambutnya. Monika mendudukkan dirinya di belakang Manda.

"Calon suami gue gimana, ya? Dia baik-baik aja 'kan? Gue khawatir nih," gerutu Monika.

Manda menoleh ke belakang, terlihatlah Monika yang sedang cemberut dengan tangan menopang dagu.

"Dasar Kang ngaku-ngaku, mana mau cowok secakep Pak dosen itu sama lo? Dia kayak oppa-oppa Korea,  sedangkan lu kayak butiran rinso." ucap Rafael.

Monika menatap kesal pada Rafael. "Sehari aja, El, lo gak ngajak gue ribut."

Manda menatap kedua temannya yang sedang berdebat dengan jengah. "Kejadian ini lagi," batinnya

Manda yang jengah akan kejadian di depannya kini mulai membuka handphone miliknya, lalu membuka sosmed. Fokus akan handphone, secara tiba-tiba seseorang melemparkannya sebuah kertas yang sudah diremas menjadi bola ke arahnya.

"Aduh!" Manda menoleh-nolehkan kepalanya mencari sang pelaku. Digapainya secarik kertas putih yang sang pelaku lemparkan padanya.

Dibukanya kertas tersebut, lalu membaca isi dalam kertas putih tersebut.

'HELP ME'

Manda terkejut, setelah ia melihat isi dalam kertas putih tersebut. Tatapan tajamnya fokus, mencari sang pelaku sebelum akhirnya ia dikejutkan dengan seseorang berjas hitam yang tengah menatapnya melalui jendela.

Lelaki itu diam, dengan wajah pucatnya dan darah segar yang mengalir pada wajahnya. Manda diam beberapa detik mencoba mencerna apa yang dilihatnya barusan. Melangkahkan kakinya pergi, Manda kini dapat bernafas lega setelah beberapa menit kejadian.

"Man, wajah lo kenapa pucat? Lo sakit?" tanya Monika diiringi wajah paniknya.

"Eh, nggak kok. Gue gak apa-apa." Manda tersenyum pada Monika, berusaha menyembunyikan ketakutan dalam dirinya.

"Owh, oke. Kalau lo sakit bilang gue, ya?" kata Monika yang diangguki Manda. 

Setelah itu, Manda kembali menatap isi pesan dalam kertas tersebut. "I help you. Apa lelaki itu meminta bantuan?"

Manda menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak, nggak boleh. Jangan terpancing dengan permintaan mereka. Lagipula gue udah capek jadi orang yang selalu nolong makhluk-makhluk itu."

"Yang harus lo lakukan, diam. Pura-pura nggak liat mereka."

***

Jangan lupa vote dan komen:b

Indigo MandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang