Pangeling

5 0 0
                                    

Cuaca yang begitu terik membuat Jani melangkahkan kakinya menuju toko yang menjual soft drinks. Ia ingin air mineral atau apapun yang membuat tenggorokan basah. Wanita berbaju kuning langsung ini membuka botol mineral dan meminumnya terlebih dahulu sebelum membayar. Terlihat di seberang sana seorang kakek sabar menunggu jawaban dan penjaga toko yang ngotot menjelaskan. Entah apa itu. Jani mencoba mendekati.

"Bukan begitu maksudku." Penjaga toko masih ngotot menjelaskan

"Tapi, saya hanya ingin tau nak, seberapa sering wanita itu kemari," Kata kakek

"Memang sering, tetapi aku tidak terlalu mengenalnya," pemilik toko menghela nafas. Menyerah "iya, beliau sering kemari, sering membeli bahan dapur semacam garam, gula dan kopi."

"Yasudah kalau begitu, ambilkan saya kopi yang sering dibeli wanita itu."
Jani menunggu obrolan itu selesai atau mungkin rasa penasaran yang membuatnya menunda untuk membayar lebih awal. Tinggal bilang. Bayar. Selesai. Tapi, gadis itu lebih menyimak obrolan penjaga toko dengan kakek itu.

Kakek berbaju kemeja cokelat muda itu berlalu dan membawa bungkusan kopi bubuk. Tersenyum kemudian mengangguk, Jani membalasnya. Ia mengambil uang lima puluh ribu untuk membayar minuman dingin.

"Kakek itu sering ya kesini." Tanya gadis yang kini menenggak minuman untuk kesekian kalinya
Seseorang di balik meja etalase mengambil uang kembalian.

"Hampir setiap hari Mbak, dengan pertanyaan yang sama dan membeli barang semacam krayon, spidol, kertas lipat. Apapun deh, suka barang apa, ya dibeli."

"Buat apa ya?" Jani penasaran
Oh? Mungkin buat cucunya atau siapa begitu. Karena hampir setiap barang yang dibeli merupakan peralatan sekolah. Jani menyimpulkan pendapatnya. Dua puluhan dua dan dua ribuan tiga diterima oleh gadis yang penasaran pada kakek itu.

Kakek itu sering begitu sejak ditinggal selamanya oleh orang yang paling dicintai. Memang istrinya sering belanja ke toko itu membeli bahan dapur. Beliau dikabarkan meninggal dunia karena penyakit kanker payudara dan sudah menyebar ke paru-paru. Kakek itu frustrasi. Merasa jiwanya hilang separuh. Itu terjadi di toko ini setelah menerima telepon dari anaknya yang mengabarkan istrinya pulang dan tak kembali lagi.

Penjaga toko itu menceritakan lagi. Ia sempat kesal pada kakek itu yang selalu bertanya 'dimana wanita itu? Aku ingin menikmati kopi berdua berlatar belakang senja', 'kapan dia kembali?' 'seberapa sering dia kemari?' 'Apa saja yang dia beli'  begitu terus hampir setiap hari. Terkadang juga merasa iba terhadap kakek itu. Seperti kehilangan arah, terkadang matanya berkantong menandakan kurang tidur atau banyak menangis.

Kesekian kalinya penjaga toko itu bercerita. Istri dari kakek itu amatlah baik. Ramah. Murah senyum. Senang berbagi. Terkadang beliau membeli perlengkapan sekolah entah itu kotak pensil, krayon, bolpoint kemudian diberikan ke anak sekolah. Pernah ia rela menunggu anak sekolah pulang hanya untuk membagikan perlengkapan sekolah.

Wajar saja kakek itu merasa kehilangan. Istrinya baik dan juga cantik. Katanya. Jani tidak pernah melihat secara langsung, tetapi dengan mendengarkan cerita saja ia dapat menyimpulkan bahwa istrinya kakek ini cantik.

Jani tersenyum dan kembali untuk pulang. Penjaga toko mempersilahkan.

***

Sore hari pukul tiga. Jani menunggu kakek itu kembali ke toko. Rasa penasaran yang membuatnya rela untuk menunggu. Tak lama kemudian kakek itu datang menuju toko. Jani menyeberang jalan dan menghampirinya.

Gadis berambut sebahu ini berniat mengikuti kakek ini secara diam-diam, jika saja tidak diizinkan. Sungguh! di luar dugaan. Kakek yang telah membeli cat warna itu bersuka hati jika diikuti oleh Jani.

Selama perjalanan pulang kakek itu lebih banyak bercerita. Tentang istrinya yang suka sekali minum teh atau kopi di belakang rumahnya sambil menikmati elok matahari yang hendak terbenam. Kegemarannya bermain musik terutama piano. Membuat sepenggal lagu yang kemudian tidak diteruskan karena malas. Kakek itu tertawa mengingatnya. Jani tersenyum.

Hal yang paling pahit dalam hidup beliau adalah ketika sang istri tidak bermain piano selamanya. Mimik wajah yang tadinya tertawa kemudian menjadi sendu. Menahan tangis. Kemudian mencoba untuk tersenyum kembali seolah baik-baik saja.

Warna pagar putih terlihat jelas. Anak berusia 5 tahun menyambut kakek itu seolah ditinggal lama. Jani begitu gemas pada anak itu. Ketika ia masuk ada seorang ibu berusia tiga puluhan sedang asyik menonton televisi. Melihat Jani kemudian menganggukkan kepalanya.

"Siapa itu, Pak?" tanya ibu yang sedang menonton acara gosip.

"Gadis yang bertemu saya saat membeli cat warna." jawabannya

"Mbak ini namanya Jani," Kakek itu menunjuk ke arah Jani, "ia ingin menulis cinta kisah bapak dan ibumu." lanjut kakek kemudian duduk.

Jani berbohong. Tujuannya bukan untuk menulis kisah cinta mereka melainkan rasa penasaran 'mengapa kakek ini sering membeli alat sekolah, sering bertanya hal sama, ditempat yang sama dan orang yang sama'. Jani tak punya rasa minat di dunia tulis menulis, menulis surat izin saja harus dibantu dengan website-website, yang katanya tau segala hal.

Wanita itu mengajak mereka bertiga yang terdiri dari Jani, kakek, dan anaknya menuju ruang kosong tetapi penuh dengan lukisan-lukisan. Tiap lukisan menggunakan teknik yang berbeda. Pewarnaan. Media lukis. Hal yang paling menarik adalah semua lukisan itu adalah wajah seorang wanita cantik. Istrinya. Ada pula dirinya bersama sang istri walau tak banyak.

Mulai dari pewarnaan dengan krayon, cat warna, spidol hingga kopi pun ada. Menurut anaknya sang kakek sering menghabiskan waktunya untuk melukis untuk mengobati rasa rindu. Cintanya begitu indah. Begitu manis. Terlihat dari lukisan dibuatnya yang tersirat makna. Tersirat kisah perjalanan cintanya.

Kakek itu suka melukis. Jika ia sering bertanya kepada seseorang mengenai istrinya itu hanya untuk mengingat seberapa baik istrinya? Apakah masih tetap cantik wajahnya? Satu hal yang dikhawatirkan yaitu pikun. Jika pikun maka ia lupa dengan istrinya, lupa dengan kenangan manis dan juga kenangan indah saat masa mudanya. Maka dari itu beliau sering bertanya pada orang yang sering ditemui istrinya. Walaupun yang ditemui sering merasa jengkel. Kakek itu senang bisa mengingat istrinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gagal Lomba Cerpen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang