putus.

132 23 0
                                    

mulai!

"Aku mau kita putus."

Jaemin tersedak tiramisu yang sedang ia makan. Spontan Jeno menyodorkan segelas americano milik Jaemin.

"Jeno? Ulang tahunku masih bulan depan tau. Tidak lucu."

"Aku nggak bercanda. Aku pikir kita udah nggak sejalan lagi, berpisah adalah pilihan terbaik."

Jaemin masih diam di tempatnya, otaknya masih belum bisa memproses situasi yang sedang ia alami.

"Jeno kamu ada masalah? Kita- seingatku kita tidak bertengkar dalam waktu dekat. Kenapa tiba-tiba, Jen?"

"Jaemin–"

Dada Jaemin berdetak kencang saat Jeno memanggil nama aslinya, bukan Nana seperti biasanya.

"Aku rasa nggak perlu banyak penjelasan. Kita ngerasa kita nggak cocok lagi. Maaf ya kalau tiba-tiba. Aku pulang duluan. Sampai jumpa, Jaemin."

Jaemin hanya bisa melihat Jeno berlalu meninggalkan cafe tanpa kata. Otaknya serasa berhenti bekerja. Jadi, setelah kenal delapan tahun dan tiga tahun berpacaran dia harus diputuskan begitu saja tanpa alasan yang jelas?

Tanpa sadar air mata Jaemin turun. Bertepatan dengan itu, hujan pertama di musim panas turun dengan derasnya.

✦       ⁺     .    ˚          ✦

Sebulan setelah putus dengan Jeno dan kehidupan Jaemin menjadi berantakan. Jaemin yang dulunya menjaga pola hidupnya, berubah seratus delapan puluh derajat. Jaemin menjadi gemar begadang, bahkan semalaman tidak tidur. Hanya mendengarkan lagu-lagu sedih dan memandangi foto kenangan dengan sang mantan.

Jaemin tidak lagi melakukan hobinya mengambil foto. Tidak juga mencoba-coba resep baru. Hanya nonton netflix seharian atau kembali bersedih. Kamarnya pun seperti kapal pecah. Benar-benar seperti kena bencana alam!

Bajunya berantakan, ada di gantungan belakang pintu juga di kursi belajarnya atau single sofa. Buku-buku yang biasanya tertata rapi di rak sekarang berserakan di lantai (Jaemin hanya membaca asal untuk mengalihkan pikirannya). Bungkus snack juga ada di mana-mana. Dari meja belajar, di lantai, bahkan di kolong ranjang.

Jaemin yang pada dasarnya pemalas jadi makin pemalas. Dia jarang mandi, masalahnya sekarang musim panas. Jaemin juga murung setiap hari. Tidak tersenyum atau berceloteh seperti biasanya. Jaemin menjadi super diam. Ayah terkadang juga mendengar suara isak tangisnya pada malam hari.

Ayah sendiri sangat sedih melihat perubahan anak semata wayangnya. Beliau tau kalau penyebabnya adalah Jeno, mantan pacar yang dulunya menjadi sahabat sang anak. Ayah sebenarnya marah dan ingin memberikan setidaknya satu tonjokan pada Jeno karena telah membuat hidup anaknya semrawut. Tapi Ayah menahan diri karena beliau tahu Jaemin tidak akan suka apabila urusannya dicampuri.

Untung saja sekarang libur kuliah (sedikit informasi, hari dimana Jeno memutuskan Jaemin adalah hari terakhir perkuliahan di semester kedua). Jaemin tidak perlu menuntut ilmu dengan suasana hati yang tiap hari buruk.

Teman-teman Jaemin, Renjun dan Yangyang, sudah lelah menasihati Jaemin tiap hari. Anak itu terlalu bebal dan keras kepala, sehingga keduanya memilih menyerah dan membiarkan Jaemin melakukan apa yang dia inginkan.

"Sedang apa, anakku?" sapa Ayah saat Jaemin melamun di balkon samping rumah. Bengong di kursi santai yang disediakan disana. Matanya mungkin menatap kolam ikan namun Ayah sangsi apakah pikiran anaknya masih menyatu dengan raganya.

"Eh, Ayah. Nggak ada, cuma lihat ikan. Di dalam panas," jawab Jaemin seadanya.

Jaemin memang tinggal sendiri dengan Ayah di rumah sebesar ini. Ibunya telah meninggal dua tahun yang lalu karena sakit bawaannya.

Sepuluh Langkah Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang