-00-

2.4K 382 110
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝖉𝖊 𝖛𝖎𝖙𝖆 𝖊𝖝𝖎𝖗𝖊—de vita exire—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




𝖉𝖊 𝖛𝖎𝖙𝖆 𝖊𝖝𝖎𝖗𝖊
—de vita exire—


Kegelapan menutupi sebagian dunia. Malam sesak bagai ditikam pasak menjadikan kaum vampire bulan merah mendekam di dalam sangkar masing-masing.

Ingatkah kalian akan legenda dari vampire biru yang disebut dengan Vanitas?

Vampire yang disegani oleh bangsanya sendiri. Ia merutuk diam dalam kedinginan. Namun, pasang mata semerah darah selalu menganggapnya aib, kutukan, juga kematian.

Telinga mereka menangkap jika vampire yang lahir di bawah sinar biru rembulan hanya satu.

Nihil.

Pernyataan salah yang menusuk relung jiwa. Nyatanya ada dua keberadaan. Kakak beradik yang ditakdirkan untuk menjadi pemecah.

Jangan lupakan gadis yang tengah menekuk lutut sembari gemetar dalam bayang. Surai perak setara dengan lelehan ujung pedang. Lalu, kedua mata yang menyalak marah kendati melihat saudaranya dipenggal dalam gulita malam. Ia marah. Jantungnya terlilit dendam. Kepalanya hampir pecah kala suara dari gumpalan asap hitam berputar di dalam pikiran.

Menahan gejolak muntah akan cairan merah yang terus mengalir dari guillotine.

Ia terpejam lalu menghantukkan kepala sendiri ke dinginnya aspal. Namun, saat kelopaknya terbuka, keadaan menjadi terbalik.

Cahaya putih yang membutakan mata, membias dalam. Kini ia berada di atas pesawat terbang berlatar bulan purnama. Berhadapan dengan seorang pria bersurai hitam dengan obsidian biru. Di sebelah tangannya terdapat sebuah kitab. Pria itu menyeringai begitu tatapan beradu.

"Jadi, bagaimana? Aku harus membunuh mereka atau sekedar menyembuhkan?"

Belum sempat menjawab, cahaya putih itu kembali datang. Ia dibawa ke sebuah tempat di mana tidak ada unsur kehidupan kecuali pohon beringin yang menjadi teduhan ia berpijak.

Pria bersurai putih menatapnya dalam. Keduanya tenggelam akan keraguan masing-masing. Angin berhembus melambaikan tangkai pohon.

"Apa tujuan akhirmu?"

Bungkaman menjadi pemisah. Netra kemilaunya meredup. Menutup perlahan sebelum terbuka kembali. Ditatap sang pria dengan cekatan.

"Tujuan akhirku adalah mati."

"Tidak. Aku harap, aku bisa mati bersamamu."

Ya ampun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ya ampun. Cerita yang lain belom selesai, tangan udah gemes publish cerita lain aja. Tapi gapapa deh. Serius aku gemes banget.

Warn: will be slow update.

Stay safe as always ❤️

La de Rough; Vanitas no CarteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang