II || Hantu Anak Kecil

1.8K 207 10
                                    

Sesampainya Haechan pulang membeli nasi goreng, Jeno dengan cepat menarik kembarannya untuk ke kamar. Suasana rumah sudah sangat sepi, padahal ini masih jam 9 malam. Bunda sudah tidur di kamarnya dengan tenang, Bapak masih di rumah sakit menangani jalannya operasi dan akan pulang besok siang. Hanya ada keempat bujang kembarnya yang masih terjaga.

"No, lo santai dulu apa. Ini gue mau ngambil piring di dapur." Haechan berusaha melepaskan cengkraman tangan Jeno pada bajunya.

"Makan di lantai, masih ada bungkusannya ini." Jeno tidak perduli.

Hantu anak perempuan yang di bawa Haechan saat membeli nasi goreng masih mengikuti Haechan dibelakang, berjalan takut-takut karena Jeno yang dengan gahar menarik Haechan seakan ingin mengajak nya bertengkar.

Jeno sudah lelah dengan suara cekikikan Wati si Miss K yang katanya teman Haechan menggalau. Pasalnya, besok Jeno ada kuis kalkulus, mata kuliah itu diadakan pagi dan dosen yang mengajar terkenal galak. Jeno takut kalau mengulang mata kuliah itu bisa-bisa Jeno bertemu lagi dengan dosen tersebut. Males banget. Belum lagi Wati secara terang-terangan menggoda dirinya, berbicara seakan Jeno mirip sekali dengan mantan nya yang meninggalkannya 500 tahun silam. Paling parah Wati menerawang tubuh Jeno yang hanya terbalut heavy tanktop putih. Wati berkata kalau otot Jeno begitu kekar menandakan Jeno pria sejati yang sering minum kratingdaeng. Jeno tidak pernah takut dengan bermacam kuntilanak, tetapi setiap dimana pun Jeno berada selalu saja ia diikuti, bahkan mereka berkumpul untuk menggoda Jeno. Memang sudah ciri khas nya sejenis kuntilanak bersikap genit.

"Masuk." Jeno mendorong Haechan masuk kamarnya.

Disana sudah ada Naren yang sedang mengobrol dengan Wati tentang bagaimana rasanya tinggal di zaman sebelum adanya penjajah sembari tengkurap santai di kasur Jeno. Lain lagi Renjun, laki-laki yang lebih kecil dari mereka bertiga memakai airpods bersedekap dada seakan kesal dengan suara tertawa Naren dan juga Wati. Bimo berada di sisi ruang kamar Jeno, pocong itu sedang menggaruk-garuk kan puncung kepalanya di tembok kamar Jeno dengan hikmad.

"Beli nasi goreng aja lama banget." Renjun memulai, laki-laki itu melepas airpods nya lalu meletakkan di tabung kecil airpods.

"Mang jangkung pindah apa ke Amsterdam?" Naren berceletuk membuat Wati cekikikan lagi.

"Berisik banget lo dari tadi, belom aja gue paku ubun-ubun lo." Omel Renjun pada Wati yang melayang di dekat Naren.

"Sensian mulu die kayak perawan lagi uzur." Wati membalasnya.

Renjun tidak perduli, dirinya memilih membuka cemilan coco kruns yang setiap hari Jeno sediakan di meja belajarnya. Tidak merasa bersalah, Haechan langsung duduk di lantai kamar Jeno membuka bungkus nasi goreng.

"Laper, bro." Begitu katanya, sambil membuka karet pada bungkusan nasi goreng yang akhirnya melesat indah di dahi Jeno.

"Bangsat!" Jeno berseru galak.

Wati yang masih melayang di dekat Naren tersenyum genit seakan terpesona akan kemarahan Jeno.

"Maap, ngab." Haechan menyuap. "Katanya mau diskusi tentang Juli."

"Juli?"

Hantu anak perempuan itu muncul takut-takut. Ketara sekali pada raut wajahnya yang meringis saat Renjun dan Jeno memandang kearahnya.

"Kamu Juli?" Renjun memulai berbicara pada hantu anak perempuan itu. Sayangnya hantu anak perempuan itu hanya mengangguk.

"Juli, abang - abang disini nggak suka marah - marah." Haechan berucap lembut.

"Tapi tadi abang yang pakai baju ketek marah-marah sama abang echan."

Jeno yang di tunjuk melotot tidak percaya. Mengapa selalu dirinya yang mendapat kesan pertama sebagai laki-laki galak pada hantu anak kecil. Padahal, hati Jeno selembut kapas pembersih wajah.

Indigoman || 00' dreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang