Before It Starts

58 0 0
                                    

MOPDB 2012

Clarissa turun dari angkutan umum yang membawanya ke sekolah, membayar sang supir dengan cepat, lalu bergegas berlari ke arah gerbang. Ia melirik arloji di tangan kirinya. Pukul 5:54. Ia masih punya waktu satu menit.

Seorang OSIS cowok tampak berdiri di depan gerbang. Sepertinya ia memang bertugas untuk mengawasi anak-anak yang baru datang, apakah mereka telat atau tidak. "Jam 5:55:30. Masih sisa 25 detik lagi. Segera masuk ke Aula, ya. MOPDB udah hampir di mulai."

"Terima kasih, Kak."

Icha 一panggilan Clarissa, segera mematuhi perintah OSIS itu. Ia tentu tidak ingin dirinya telat dan menjadi bahan bulan-bulanan kakak OSIS, bahkan sebelum ia benar-benar memakai pakaian putih abu-abu.

Di depan gerbang Aula, terlihat 4 orang OSIS berdiri. Tampak blazer OSIS yang berwarna biru donker melapisi seragam mereka. Logo sekolah terbordir jelas di bagian dada sebelah kiri dengan warna gold dan silver, tergantung kedudukan si OSIS. Kakak-kakak yang dilihat Icha di depan gerbang itu memiliki blazer dengan bordiran silver. Berarti kedudukannya bukan OSIS inti, pikir Icha.

"Segera masuk dan ambil barisan di gugus kamu yang udah ditentuin hari Sabtu kemarin, ya, dik."

Icha mengangguk dan segera berjalan ke arah kanan Aula, tempat gugusnya sedang berbaris. Ia mendapat barisan paling belakang, tentu saja.

Tak lama, seseorang menaiki panggung di depan yang khusus di set untuk MOPDB. Orang tersebut mengutarakan pidatonya pagi itu. Icha yang masih sibuk memasang nametag tidak melihat orang itu (yang ternyata merupakan ketua OSIS SMA Harapan Bangsa) dan tidak mendengar apa yang disampaikan kecuali, "Jelas? Jadi kerjakan semua tugas yang kami berikan selama MOPDB dengan baik. Terima kasih," yang merupakan penutup dari speech singkatnya.

"Kan tadi saya udah bilang maaf!"

Icha menengok ke arah suara rendah tersebut.

Seorang anak laki-laki yang memakai baju SMP dengan rambut setengah jabrik tampak sedang ngotot-ngototan dengan kakak OSIS di hadapannya. Seragam putihnya keluar dari celana SMP-nya, wajahnya dekil, persis seperti anak-anak yang tidak niat bersekolah. Icha mencibir mengejek.

"Kamu ikut briefing hari Sabtu kemarin gak, sih? Kan Sabtu itu udah dikasih tau kalau anak baru harus masuk jam 5:55:55, gak boleh ada yang telat."

"Nggak," sahut anak itu dengan wajah menyebalkan.

Kakak OSIS di hadapannya hampir saja melayangkan bogemnya ke arah wajah anak itu jika saja ketua OSIS yang baru selesai menyampaikan pidato tidak menahan tangannya. "Lex, udah lah. Lu gak mau OSIS kena masalah lagi sama orang tua murid kayak tahun lalu gara-gara bermasalah dengan murid baru, kan?"

Alex tampak masih tidak puas. Ia memang menurunkan tangannya yang hampir menonjok si anak nyolot, namun, "Gak bisa gitu dong, Jos. Kalo lu yang lagi ada di posisi gue, lu gak bakal tahan nahan emosi lu deh. Ini bocah nyolot banget."

Si anak hanya menatap Alex dan Joseph 一kedua OSIS di hadapannya一 berdebat atas dirinya. Ia memasang wajah bosan. "Daripada saya dengerin kakak-kakak debat, mendingan saya baris di gugus saya."

"Kamu tahu memangnya gugus kamu yang mana?" sambar Alex langsung. "Ikut briefing aja, gak."

"Gunain sosmed dong, Kak. Tanya sobat," jawabnya sambil berjalan menjauh menuju ke deretan gugus-gugus. Icha setengah berharap semoga dirinya tidak satu gugus dengan anak urakan itu, namun takdir berkata lain.

"OSIS lebay amat, sih," ujar anak itu segera setelah ia berbaris di sebelah Icha. "Gue telat juga gak sampe 5 menit, kok."

"Ya jelas itu salah lu, lah," tukas Icha. "Lu seharusnya sampe di sini 5 menit sebelum jam 5:55."

"Emangnya lu sendiri tepat waktu? Tadi jam 5:54 aja gue masih liat lu lari-larian dari angkot ke arah gerbang," sahut si anak.

Icha melongo, terkejut. "Kok lu tau?"

"Asal lu tau. Gue udah ada di depan sekolah dari jam 5:30. Tapi karena gue males," ucapnya sambil mengangkat kedua bahu. "Gue ngaret-ngaretin."

"Dasar. Tipikal cowok."

"Kok lu jadi bawa-bawa cowok, sih?" tanya anak itu tersinggung.

"Iya, kan? Sengaja melanggar peraturan supaya dianggap keren."

"Stereotip banget. Gak semua cowok kaya begitu."

"Tapi lu kayak gitu."

Anak itu hanya menghembuskan napas kesal. "Nama lu siapa, sih?"

Icha merengut. "Ini nametag segede gini masih belom cukup buat lu ngebaca nama gue?" tanyanya sambil menyerongkan badannya agak ke arah si penanya. "Nih baca."

"Ca.. ris.. sa Naomi. Jelek namanya."

Icha membuka mulutnya lebar, syok dengan perkataan si cowok. Tidak pernah 一tidak pernah ia menemukan cowok semenyebalkan dan se-antimainstream orang yang sedang berdiri di hadapannya ini. Seandainya ini merupakan kisah perkenalan di dalam novel, si pemeran utama cowok akan mengatakan sesuatu seperti, "Carissa Naomi, nama yang indah sekali."

Tapi untuk apa juga Icha mengharapkan orang slengean ini memujinya. Toh tidak penting. "Nama lu juga aneh. Rev ya Rev aja, Aldo ya Aldo," balas Icha.

"Suka-suka bonyok gue, lah, mau kasih nama anaknya apa," sahut Rev acuh tak acuh. Tak lama kepalanya ditoyor seseorang. Kak Alex.

"Jangan ngobrol mulu. Perhatiin itu depan, lagi dijelasin soal tugas," kata Kak Alex dengan nada sinis. Sesaat mata Kak Alex bertemu dengan mata Icha. Bukannya marah, Alex malah mengerling ke arahnya. Tak lama, Alex meninggalkan gugus mereka. Kerlingan tadi mungkin hanya perasaan Icha saja, tapi tak lama, Rev mengomentari.

"Ke gue aja, galak bener. Ketemu cewek cakep dikit langsung lenjeh."

Icha hanya menanggapinya dengan kekehan.

Tak lama, para murid baru diajak berkeliling sekolah. Setiap gugus memiliki kakak pembina yang akan memimpin mereka untuk mengitari sekolah yang luas itu dan gugus Orion 一gugus Icha dan Rev一 cukup beruntung mendapat Kak David sebagai kakak pembina mereka. Kak David adalah OSIS yang paling sabar, menurut pengamatan Icha. Senyum selalu menghiasi wajahnya. Dan Icha sudah tahu ia akan mengirim surat cinta OSIS ke siapa jika Harapan Bangsa masih menggunakan cara itu sebagai tugas MOS.

"Ini kelas X-2. Kelas ini bakal menjadi kelas kalian selama setahun ke depan," terang Kak David. "Kalian beruntung dapat kelas di sini, loh. Wangi masakan dari kantin sering banget kecium dari sini."

Terdengar tawa anak-anak gugus Orion menanggapi candaan ringan Kak David barusan. Semua, kecuali, kau tahu siapa. "Kaku amat, sih."

Icha sengaja menyikut Rev tepat di rusuknya, membuat anak itu mengaduh cukup keras untuk didengar Kak David yang hanya nyengir melihatnya. Rombongan gugus Orion berjalan menjauh dari calon ruang kelas mereka menuju ke laboratorium Fisika.

"Lalu aku harus bagaimana? Tertawa karena lelucon garing itu?" tanyanya masih sambil mengelus rusuknya yang masih terasa nyeri. "Baiklah. HAHAHAHA KAK DAVID LUCU BANGET."

Icha meninggalkan Rev dan menyusul rombongan sambil menyuarakan, "Terserah," yang ditanggapi Rev dengan cengengesan.

Yup, chapter 1 selesai! Akan segera gue update chapter 2-nya. Ditunggu comment dan votenya ya :)

Semoga kalian suka ceritanya <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Skinny LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang