“Aku merasa sedih karena tidak dapat menyentuhmu. Aku Hanya bisa memandangmu. Kau yang berada tepat di hadapanku dan aku ada di belakangmu. Aku selalu berada dalam bayangmu. Dengan wajah yang muram aku menangis. Aku tidak dapat memintamu untuk kembali. Aku menangis lagi! Aku mencintaimu! Aku mencintaimu lebih dari hari kemarin. Kata yang ada dalam hatiku tidak dapat Ku ungkapkan. Cintaku yang bertepuk sebelah tangan ini, sangat menyakitkan. Dan kau seperti orang bodoh yang tidak pernah mau tahu tentang perasaanku.”
(Park Yoon Bi)
“Apakah kau baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu? Aku sangat merindukan keluh kesahmu yang menjemukan itu. Apa kau baik-baik saja tanpaku? Aku menyesal ratusan kali dalam sehari. Aku hidup tanpa merasakan kehadiranmu di hari-hariku. Rasanya aku tidak dapat hidup dan melupakanmu.
Orang yang dahulu mencintaiku sekarang tidak ada disisiku. Aku belum bisa melupakanmu. Ini sangat menyakitkan dan aku tidak bisa melupakanmu. Wajahmu yang memandangku dan dengan tersenyum kau memelukku. Aku selalu dapat tersenyum karena ada dirimu. Aku selalu merasa bahagia karenamu.”
(Lee Donghae)
“Di sini terasa sangat sakit, terus menerus sakit, obat apa pun tidak dapat menyembuhkan rasa sakit ini. Mengapa begitu? Mengapa kepadaku? kau yang mengatakan bahwa kau tidak dapat hidup dan ingin mati tanpa diriku! Setidaknya berpura-puralah menenangkanku, sedikit saja sebelum kau harus pergi. Di sini terasa sakit. Karena cinta, cinta kita yang berakhir. Hatiku terluka dan air mata ini terus mengalir. Terasa sangat sakit meskipun kau hanya menyentuh sedikit saja. Di sini terasa sakit! Kau jahat, kau dingin, kau bukanlah orang yang biasanya kukenal. Aku mencintaimu! Jika kau mendengar teriakan ini. Meskipun hanya sekali saja, peluklah aku dengan kehangatanmu.”
(Cho Jae Hyun)
“Aku terus menerus merasa takut. Takut karena mencintaimu. Kau akan menjauh jika aku semakin mendekat, aku seperti orang bodoh yang tidak bisa berkata apapun. Hatiku memanas saat memikirkanmu. Karenamu aku merasa sakit, mengeluh, tertawa dan menangis yang tidak berguna. Karenamu aku begini, karena kau yang kucintai. Karena sejak pertama aku hanya tau tentangmu.
Semua karenamu, karenamu yang aku inginkan. Aku mencintaimu! Meski pun sakit, meskipun sulit, karenamu aku baik-baik saja. Aku mencintaimu! Aku terus memandangmu, terus menunggumu, aku bersedih karenamu. Semua karenamu!”
(Cho KyuHyun)
-oOo-
Cheongdam-dong – Gangnam, Seoul 08.22 KST
Jae Hyun menatap kosong kearah jendela kamarnya. Tatapan matanya menerawang jauh kearah langit lepas. Bola matanya yang terlihat sedikit memerah, mengikuti pergerakan pelan gumpalan asap putih yang menyebar di atas langit seoul. Berkali-kali gadis itu menghela nafasnya, tangan kanannya terus saja menimang-nimang berat sebuah tiket pesawat. Jae Hyun menggigit pelan bibir tipisnya, merasakan dadanya yang masih saja berdenyut-denyut sakit.
“Apa aku urungkan saja niatku ini?” gumamnya pelan. Sekali lagi gadis itu menghela nafasnya lalu membalikan tubuhnya, berjalan dengan gontai kearah tempat tidur. Sebelumnya Ia melemparkan tiket pesawat itu ke atas nakas kecil yang ada di samping tempat tidurnya. Jae Hyun menghempaskan begitu saja tubuhnya ke atas tempat tidur. Memejamkan matanya perlahan, mencoba menenangkan pikirannya yang terus saja berkelana, meninggalkan sedikit akal sehatnya. Jantungnya pun terus berdetak dengan cepat, memompa aliran darahnya secara paksa. Membuat gadis itu semakin kesulitan untuk bernafas.
“Ck! Tidak bisakah kau menyingkir dari dalam otakku Lee Donghae-ssi?” Ucap Jae Hyun sedikit berteriak. Air matanya mulai nampak kepermukaan, menggenang di pelupuk matanya. Nafasnya sedikit tidak beraturan, menahan emosi yang mulai merangkak naik ke dalam otaknya. Jae Hyun menutup wajahnya menggunakan bantal yang ada di sampingnya. Berusaha meredam isakan kecil yang mulai lolos dari bibirnya. Tapi tidak lama kemudian dengan sedikit kasar Jae Hyun melempar bantal itu ke sembarang arah, gadis itu mendesis kesal begitu mendengar raungan cukup keras di telinganya dan ternyata suara itu berasal dari ponsel miliknya yang tergeletak tepat di samping kepalanya. Dengan cepat di raihnya ponsel itu kemudian langsung menjawabnya tanpa melihat nama ‘si penelpon’.