Bab 2: Hari Pertama

14 3 0
                                        

17 Tahun Kemudian.

"SO ARA... BISA LUMUTAN  ABANG NUNGGUINNYA.!!! "teriak seseorang dari bawah.

Gadis itu mendengus. Mengikat tali sepatunya dengan cepat lalu dengan langkah tergesa  menuruni anak tangga. 

"Dasar abang bawel!"sewot gadis itu

Dia So Ara, Biasa dipanggil Ara. Cewek bertubuh mungil kelahiran Bandung ini memiliki paras cantik dengan tinggi 156cm.  Ia kini telah menduduki kelas X SMA.

Pemuda itu hanya melirik sebentar kearah adiknya.  Lalu kembali mengoleskan selai kacang ke rotinya.

"Lagian siapa suruh nonton drakor sampe tengah malem."

Dia Daren lovandra. Kakak dari so Ara. Seorang mahasiswa tahun pertama.

"Sewot banget sih, Bang,"sahutnya dengan bibir mengerucut.

Daren hanya mengedikkan bahunya acuh tak acuh.  Ia melahap rotinya dengan tenang.  Toh, kelasnya baru dimulai 30 menit lagi.  Berbeda dengan Daren. Ara langsung terpekik saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 07:00.

"Abang! Ara kesiangan!" pekikan Ara sontak membuat Daren tersedak. 

Uhukk uhukkk uhukkk

Ara yang panik segera memberikan segelas air yang tersedia di meja makan itu dengan panik.

"Are you okay, bang?"

Daren langsung merampas gelas yang dipegang Ara. Meneguknya hingga tandas.  Mata sipitnya menatap tajam adiknya. "Ara, kamu mau bunuh Abang?!"sarkas Daren menatap adiknya tajam.

"Abang ih! Masih untung ya Ara yang cantik tiada tara ini udah mau nolongin Abang!"sewot Ara sambil mencebikkan bibirnya kesal.

Daren memutar bola matanya malas. Mengambil kunci mobil beserta tasnya. Langkahnya terpacu cepat kearah mobilnya. Detik selanjutnya suaranya kembali menggema disertai derap langkah kakinya yang tergesa-gesa memasuki mobil.

"Dasar Ara setan!"

Dengan cepat ia menghidupkan mesin mobilnya menghindari amukan adiknya. Benar saja, saat Daren baru keluar dari pagar rumahnya, pekikan adiknya langsung menggema.  Ia heran ngidam apa ibunya hingga adiknya bisa memiliki suara  sekeras toa?

"Nama aku So Ara, Abang! Bukan Ara setan!"sungut gadis itu menghentakkan kakinya kesal.

Netra sipit itu kembali terbelalak saat menyadari satu hal. "ABANG! ARA KOK DITINGGALIN?!"

-------

Bau petrichor pagi itu tak lagi menenangkan untuknya. Berkali-kali ia menghentakkan kakinya kesal. Menatap lengangnya jalan yang tak seramai biasanya.

"Kok sepi, ya?"gumamnya pelan. Detik setelahnya ia tertawa konyol.

"Ya iyalah, ini udah siang, Ara pinter banget perasaan,"ucapnya lalu terkekeh sendiri.

Netranya mengedar. Bergerak gelisah ketika tak menemukan satupun kendaraan. "Ih, kok beneran sepi?"

Dengan keberanian sekecil semut, Ara dengan nekatnya mengacungkan tangan pada setiap kendaraan yang lewat. Berharap mendapat tumpangan.

"Pak, Ara numpang!"

Namun, pengendara itu melewatinya saja seolah tak pernah melihat dan mendengar apa-apa.

"Si bapaknya sombong, ih. Semoga aja gak tuli beneran,"gerutunya pelan.

"Minggir."

Ara sontak menoleh ke belakang. "Kenapa, Pak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GwishinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang