HIDUP memang nggak selamanya adil.
Seperti hari ini, aku harus mendengarkan celotehan Inge tentang bagaimana Altheo masih mengabaikannya dan nggak mau membalas perasaannya. Dia juga terang-terangan mencurigaiku sebagai perempuan yang disukai laki-laki itu karena Altheo selalu memperhatikanku kalau kami lagi monthly meeting bersama para Direktur.
Sebagai tim umbi produktif. Aku, Inge, Domas, Gumilang, Stevy, Ridho dan Altheo selalu diundang oleh Pak Arief, Direktur Utama kami untuk membahas target dan strategi selanjutnya. Biasanya hanya para Direktur dan Manager yang monthly meeting. Kami ada untuk mendampingi para manajer mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
"Memangnya Altheo nggak mendekati lo, Ndy?" Tanya Inge lagi.
Kami berada di working space di lobby lantai 14, lantai ruanganku. Kami memang dibebaskan untuk bekerja dimanapun kalau bosan di ruangan. Kadang suntuk di ruangan, aku memilih bekerja dari working space kami atau coffee shop di kantin besar di lantai ground.
Saat melihatku, Inge inisiatif bergabung bersamaku.
"Kurang tau ya," jawabku. Tentu saja berbohong.
Pasalnya, Altheo baru saja menyatakan perasaan padaku.
Wow! Disaat laki-laki zaman sekarang menggunakan istilah komitmen dalam memulai hubungan, Altheo dengan lugas mengatakan bahwa dia ingin aku menjadi pacarnya. Dia memintaku memberi kesempatan untuk masuk ke dalam hidupku.
Inge memilih bungkam mendengar wajah dan auraku yang nggak mau diganggu lagi. Aku melanjutkan pekerjaan membaca draft kerjasama dengan salah satu event terbesar yang akan diadakan di Jakarta Convention Center beberapa bulan lagi. Aku sendiri bekerja dibagian Partnership, tugasnya sehari-hari bertemu dengan klien baik untuk approach maupun maintaining. Nggak jarang aku dan tim nggak ada di kantor karena kami harus meeting dengan klien di luar sana. Termasuk apabila EGI, perusahaanku, ikut serta dalam event-event nasional maupun internasional seperti yang akan diadakan di Jakarta Convention Center nanti.
"Windy, setelah saya ketemu Pak Arief kamu ke ruangan saya sebentar ya?"
Aku menoleh dan mendapati Pak Nanang sedang tergesa berjalan menuju lift. Beliau adalah manajerku, atasanku langsung. Aku menjawab dengan mengacungkan jempol kepadanya, sebelum dia menghilang dan masuk ke dalam lift.
Inge yang duduk di depanku langsung memajukan badan. "Tebak? Mereka mau bahas apa?" Tanyanya sok membuat penasaran.
"Restrukturisasi? Kan, udah tahu dari minggu kemarin!"
Inge menggeleng-gelengkan kepalanya. "Salah. Lo udah tahu belum Departemen mana yang dipecah?"
"Apa?"
"Lo."
"What?"
"Partnership bakalan bergabung sama BizDev."
Aku menatap Inge dengan pandangan nggak percaya. "Bukannya seharusnya kami gabung sama Marketing?"
Inge menggelengkan kepalanya. "Nggak. Lo bakalan gabung sama gue, Ndy. CS bakalan dibawah Marketing." Inge tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
As The Wind Blows
RomanceAwindya Kaila Zamara sudah capek pacaran dengan laki-laki di kantor yang sama. Selain sudah di-cap playgirl, Windy juga salah satu topik paling menarik di kantornya. Tapi, nggak ada yang bisa menyangkal bahwa ia memiliki kecantikan dan juga pintar...