03 - Gagal Kencan

3.8K 610 43
                                    

Altheo
Aku udah di GBK
Kamu belum bangun?
Awindya?
You have 4 missed call

Mataku benar-benar berat untuk terbuka sedang ponsel yang tepat berada di sebelah telingaku terus berdering. Benar-benar berisik. Badanku remuk, benar-benar mengantuk dan aku lelah sekali. Dengan rasa enggan yang cukup mendominasi, aku meraih ponsel dan membuka sedikit mata kiriku. Aku mengintip nama yang menghubungiku.

Dari Altheo.

Sudahlah!

Aku melempar asal ponsel itu ke kasur-entah bagian mana-dan kembali menelungkupkan diri. Sungguh, aku tak bisa memikirkan apapun selain tidur saat ini.

Sengatan panas yang menyusup dari jendela baru membangunkanku berjam-jam kemudian. Mataku mengerjap perlahan, sepertinya tadi aku mimpi Altheo menghubungiku. Kami memang janjian untuk jogging bersama di GBK pagi ini, namun melihat matahari benar-benar sudah mencapai puncak ... aku tertegun.

Aku terduduk seketika. Mataku mengedar mencari ponsel yang kulempar asal tadi. Benda itu ada ditengah-tengah kasurku. Kuraih ponsel dan membelalak melihat beberapa pesan dari Altheo disana. Bukan hanya melempar asal, aku juga mengaktifkan mode silent ternyata!

Altheo
Ndy, are you ok?
Aku udah selesai jogging.
Kamu di apartemen?
Aku udah di lobby, nggak bisa ke atas karena nggak ada akses

Kamu udah pulang, kan?

Altheo
Belum.

Aku melongo. Dengan mengikat rambutku asal, aku segera ke toilet. Selesai mencuci muka dengan badan yang rasanya benar-benar remuk, aku keluar dari toilet dan mematut diriku di depan cermin. Aku tengah mengenakan setelan Barbie yang sudah cukup lusuh. Fyi, aku jarang membeli baju rumah atau baju tidur, entah sudah tahun keberapa aku mengenakan piyama yang sama.

Sudahlah! Aku, kan, juga tidak menyukainya. Masa bodoh dengan penampilan! Aku mengenakan sendal bulu berwarna pink dan keluar dari unitku. Kukenakan masker untuk menutupi wajah pucat dan kusamku karena sama sekali belum melakukan skin care rutin.

Sampai di lobby, aku bisa segera menemukan Altheo duduk di salah satu sofa panjang. Langkahku sempat tertahan mengingat apa yang kukenakan, namun karena Altheo sudah terlanjur menemukanku dengan matanya ... aku mau tidak mau harus mendekat padanya.

Seharusnya, aku tidak membalas pesannya saja sekalian.

"Hai," sapaku tanpa merasa bersalah. Laki-laki itu menilai penampilanku dengan memperhatikan dari atas ke bawah, membuatku berdecak. Untungnya aku memakai masker, jadi raut kesalku tidak bisa terdeteksi olehnya.

"Kamu udah nunggu lama?"

Altheo mengangguk. "Lumayan. Empat jam olahraga, dua jam duduk disini."

Mataku menyipit, sebenarnya aku tersenyum kecut mendengar sindirannya. Lagi-lagi terima kasih, masker! Aku tidak perlu memasang tampang memelas saat ini didepannya.

"Sorry, aku habis lembur semalam ngerjain adhoc dari Pak Dir. Harusnya kamu langsung pulang aja kalau aku nggak bisa dihubungi."

Altheo meminum air mineralnya, tampaknya dia benar-benar langsung kesini setelah olahraga. Dia mengenakan sport wear Nike berwarna hitam, rambutnya tak serapi saat ke kantor. "Kenapa nggak bilang?"

Ya karena aku tidak mau memberitahunya, lagipula aku juga akan pulang ke Jatiuwung sore ini karena Mama sudah mulai rewel anak gadisnya tak pulang-pulang.

Ralat, aku memang berniat mengerjainya. Rencananya, aku memang pulang ke Jatiuwung dan membiarkan dia olahraga sendirian. Sayangnya Pak Direktur tadi malam memberikan tugas adhoc hingga aku harus menyelesaikannya terlebih dahulu. Aku baru tidur pukul empat pagi dan tidak terpikir lagi soal rencana jogging kami itu.

As The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang