Pintu kamar didorong pelan oleh seseorang. Franklin Char-ayah dari si kembar itu-terkejut akan kedatangan Kory. Kory menatap ayahnya dan menggaruk kepalanya. "Ah, maaf sudah mengganggu ayah."
"Tidak apa-apa, Kory." ucap Franklin tersenyum. Dia menekan tombol di kursi rodanya dan mendekat ke arah putra bungsunya itu.
Bungsu? Bukankah Kory dan Ryan adalah saudara kembar? Tidak. Bagi Franklin, Ryan adalah yang sulung dan Kory adalah yang bungsu. Ryan memang 10 menit lebih tua, dan sifat kedewasaannya mendukung Ryan menjadi anak sulung.
"Kau masih belum tidur?" tanya Franklin.
Kory menggeleng. "Uhm, itu ... aku akan tidur sebentar lagi. Aku hanya ingin memberitahu ayah tentang sesuatu."
Terlihat di tangan Kory sebuah lembaran kertas, Franklin meliriknya."Oh, ya? Apa Ryan sudah tidur?" tanya Franklin lagi.
Kory menjawab, "sudah."
Franklin mengacak-acak rambut kecoklatan Kory itu dan mencubit pipinya. "Sudah mengerjakan tugas sekolah?"
Kory menggeleng dan berucap, "belum."
"Tetapi ayah, aku ingin menyampaikan sesuatu. Besok pagi aku akan kerjakan tugas sekolahku." lanjutnya.
"Baiklah. Tidurlah sekarang! Jangan tidur larut malam! Jadi, apa yang ingin kau sampaikan?" Franklin menuju ke arah meja dan mematikan komputer yang menyala.
Kory meremas lembaran kertas di tangannya dan gemetar. "Apa ayah akan marah?"
"Jika kau mengatakan hal yang membuat ayah marah, maka ayah akan marah." Franklin mendekat ke arah Kory lagi.
Kory seketika menggeleng dan tersenyum. "Ah, aku rasa ... aku akan memberitahunya nanti." Kory perlahan melangkah menjauhi ayahnya dan keluar dari kamar itu.
"Selamat malam, Ayah!""Hah ... anak itu selalu saja begitu." Franklin terkekeh kemudian menutup pintu kamarnya.
***
Esok hari, Matahari bersinar dengan cerahnya. Tak ada awan mendung, tetapi tetap saja tidak akan baik jika muka Kory terlihat murung dan tidak bersemangat.
Tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengannya. Ryan mencoba menanyakan keadaannya berkali-kali."Kory! Ada apa denganmu? Dari tadi kau diam saja. Apa ada yang salah?" tanya Ryan dalam perjalanan mereka ke sekolah.
Kory hanya menggeleng. Ia menundukkan kepalanya, dan terus menatap kertas kusut yang ingin diperlihatkannya kepada Franklin kemarin malam.
"Tidak biasanya kau seperti ini. Apa tugas sekolahmu belum selesai?" Ryan kini meraih buku catatannya dan mengecek tugas yang ia kerjakan kemarin.
"Kau ingin contekan?"Kory lagi-lagi menggeleng. Ryan tahu ada sesuatu di balik kertas yang digenggam Kory dengan tangannya yang gemetar. Dia ingin mengambilnya, tetapi Kory dengan cepat menangkisnya.
"Heh?!" Ryan terkejut.
Kory menyeringai. "Apa? Kenapa kau ingin tahu apa yang terjadi denganku?"
"Aku hanya ingin tahu saja. Apa kau di keluarkan dari tim sepak bola?"
***
Juga di sekolah, Kory tidak terlihat bersemangat. Dylan memperhatikan ada yang salah dengan Kory, kemudian menanyakannya pada Ryan.
"Aku tidak tahu. Dari kemarin sore dia kelihatan kurang bersemangat." jawab Ryan saat Dylan bertanya padanya.
Dylan mengangguk. "Baiklah! Aku akan mengajaknya ke kantin. Apa dia dikeluarkan dari tim sepak bola?"