Malam itu, setelah Dolly pulang dari rumah sakit ...
"Hah ... syukurlah kalau Ryan baik-baik saja. Dia akan pulih dalam waktu dekat. Semoga saja tidak terjadi apa-apa padanya." ucap Dolly sembari merebahkan diri di tempat tidurnya.
Dia ingin menyetel alarmnya, tetapi tak sengaja melihat foto Kory yang beberapa waktu lalu dibingkai olehnya.
Sungguh ... disaat-saat seperti ini, Dolly merindukan sosok anak menyebalkan bernama Duri atau Kory itu.
Foto itu membuat Dolly tersenyum. Foto di mana Kory benar-benar terlihat konyol.
"Selamat malam, Kory! Mimpi indah ..." Dolly mengusap foto itu sesaat lalu melanjutkan tidurnya.
Dolly pun tenggelam dalam gelapnya malam. Dia benar-benar tertidur lelap, tetapi itu berubah setelah ia bermimpi. Entah itu mimpi buruk ... atau mimpi yang baik.
Dolly POV
Setelah menolak perasaan Kory padaku sebelumnya, aku merasa bersalah padanya.
Aku mengingat semua yang ku ucapkan sebelumnya padanya dan aku yakin dirinya pasti terluka sekarang.Melihat perjuangannya untuk berubah hanya demi membuktikan semuanya padaku ... Aku mulai mengerti. Betapa dia mencintaiku.
Aku mulai menumbuhkan perasaan yang sama. Aku mulai menyukai Kory, walau hatiku sebenarnya masih menginginkan Dylan. Tetapi akhirnya ... Kory memutuskan untuk pergi.
Pergi selamanya!
Dia jatuh pingsan di hadapan Ryan sebelumnya. Lalu di bawa ke rumah sakit. Aku merasa tidak mungkin Kory yang selama ini baik-baik saja menderita penyakit mematikan.
Aku ingin memastikan kebenarannya, dan menjenguknya di rumah sakit saat itu.
Aku melihat mukanya yang pucat. Namun, Kory masih tetap bersikap baik-baik saja di hadapanku. Aku benar-benar merasa bersalah padanya karena aku telah membuatnya tertekan pada hari-hari terakhir sebelum ia pergi.
Pada akhirnya, Kory pun pergi. Dengan mataku sendiri aku melihat dirinya menghembuskan nafas terakhirnya.
Aku ingin menangis saat dia sudah benar-benar tak bergerak. Namun, aku harus menahannya mengingat Ryan dan Dr. Char juga sedang menangis.Aku tak ingin menyusahkan orang yang ada di sana. Dalam kesendirian, aku pun mengeluarkan semua kesedihanku. Aku berteriak! Memanggil namanya berkali-kali ... dia tidak datang juga.
Dia bahkan belum mengucapkan selamat tinggal padaku!
***