Kory kini sendirian ...
Tak ada yang menemani ...
Dia kesepian dan tak punya siapa-siapa di sini.Dia berada di tempat baru di mana dia kehilangan rasa sakitnya, tetapi belum kehilangan rasa kesepiannya.
Andai dia bisa bertahan lebih lama waktu itu. Mungkin saja dia sekarang sedang bersama Ayahnya, Kakaknya, dan Teman-temannya. Dia benar-benar merindukan saat-saat mereka berkumpul seperti dulu.
Bermain dengan Asher, Dylan dan Ryan. Bertengkar dengan Dolly. Juga membicarakan banyak hal dengan Neon. Dia merindukan hal-hal itu.
Dia merindukan cubitan manis dari sang Ayah, dan kini tentang Tobot Y.
***
Di tengah kesendiriannya, Kory duduk di pinggir jalan. Ada banyak perumahan, tetapi tidak ada orang satupun di sana. Dia memeluk lututnya, lalu mengingat beberapa tentang tingkah konyolnya semasih ia ada di dunia.
"Aku memang bodoh!"
Tap, tap, tap!
Kory mendengar sesuatu. Terdengar seperti langkah kaki seseorang yang mendekat padanya ... dia melihat ke arah bulan purnama di atas langit, lalu seketika melihat sesosok bayangan dari kejauhan.
Bayangan itu semakin mendekat. Kory juga memberanikan diri untuk mendekatinya.
Semakin dekat ...
Kini sangat dekat ...
Kory mengenali sosok di hadapannya.
Dia tersenyum bahagia dan langsung memeluknya. "Ryan?"
"Kau di sini rupanya, Kory!" Ryan tersenyum membalas pelukan sang kembaran yang hilang beberapa waktu lalu.
"Aku merindukanmu, Kak."
Ryan menangis. "Aku dan yang lain juga merindukanmu. Ayah, Tobot Y, Neon dan yang lain. Mereka semua merindukanmu!"
"Kenapa kakak bisa kemari?" tanya Kory. Dia tiba-tiba kebingungan, kenapa Ryan bisa berada di dunia yang penuh kesunyian ini.
***
"Dia tak akan bertahan lama, Limo!"
Entah apa yang dikatakan Franklin, tetapi yang pasti sosok ilmuwan itu sedang sangat tertekan. Apa dia akan kehilangan Ryan juga?***
"Aku kemari hanya untuk menemuimu. Aku ingin menyampaikan rasa rindu mereka padamu. Setelahnya aku akan kembali."
Kory menggeleng dan menangis, "jangan bilang kau akan pergi sekarang!"
Perlahan sekujur tubuh Ryan dipenuhi luka. Dia mengeluarkan pistol dari saku jaketnya. Kory menggeleng ketakutan, "jangan pergi, ku mohon!"
Ryan tersenyum. "Jika aku tidak kembali ... Ayah pasti akan sedih. Kau harus tahu, sudah cukup untuk kepergianmu yang meninggalkan luka bagi Ayah. Dan aku takkan melakukan hal yang sama pada ayah. Aku akan kembali untuknya!"
Kory menangis. Dia ingin mendekat dan mengambil pistol itu, tetapi Ryan mendorong Kory.
"Jangan pergi, Kak! Aku akan kesepian di sini!"
"Kakak! RYAN!"
Tembakan terjadi di hadapan Kory. Kory terdiam seribu kata saat itu juga.
Terdengar suara sayup sebelum akhirnya semua kembali sunyi seperti dahulu."Kau memiliki Ibu di sini, Kory."
"Kakak?"
Ya ... Kini Kory kembali sendirian. Ryan menghilang dan tak akan kembali lagi.
Semuanya terasa gelap! Rasanya Kory akan jatuh pingsan ...BRUK-!
***
Kory terbangun. Lalu, apa semuanya hanya mimpi Kory saja?
Kory mendapati dirinya tertidur di samping Ryan yang terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit. Dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi!
Ryan ... Ryan kenapa?!
Ya, Kory benar-benar kebingungan saat mendengar suara sayup yang terdengar semakin keras.
Aku kembali!
Aku kembali!
Aku kembali!
Tak lama setelahnya, Kory melihat Ryan yang perlahan membuka matanya. Sang kakak kini mulai sadarkan diri.
Kory tersenyum senang. "Ryan? Ryan, kau sudah bangun?"
Tatapan Ryan tak mengarah ke Kory sama sekali. Ryan bahkan tak merespon kata-kata Kory.
Kory kemudian berlari ke luar ruangan ... dan hal tak dia sangka terjadi!
Tubuhnya menembus pintu? Apa ini?
Kory tak percaya dengan hal yang terjadi barusan. Dia benar-benar terkejut. Apa ini?
Terlihat seorang dokter yang langsung masuk ke ruangan Ryan setelahnya. Disusul Dr. Char/Franklin yang juga masuk ke ruangan Ryan.
Kory mendekat ke arah sang Ayah dan tersenyum. "Ayah! Ryan sadar! Ryan bangun, Ayah!"
Namun, Franklin sama sekali tak melihatnya atau bahkan mendengarnya.
Kory yang merasa dirinya tidak dipedulikan langsung berteriak, "AYAH! KAU DENGAR AKU?"
Tidak! Franklin sama sekali tak mendengarnya. Ayolah ...!
Kory melihat Dr. Limo, Dylan dan Dolly yang juga berlari kecil menuju ruangan itu. Kory merasa ada yang aneh ...
Saat dia memanggil mereka, tak satu pun yang merespon.Kory ingin menepuk bahu Dylan, tetapi tangannya menembus bahu anak itu. Kory benar-benar kebingungan, dan langsung melihat ke arah Dolly.
"Dolly? Kau mendengarku, kan?"
Semuanya tetap tak melihat atau bahkan menjawab pertanyaan Kory. Mereka sama sekali seperti tak tahu keberadaan Kory di sana.
Tunggu-!
Kory menatap kedua tangannya, lalu menangis.
"Apa aku benar-benar sudah mati?!"
To be Continued