Arel tersenyum ketika melihat pantulannya di depan cermin. Kini ia sudah berpakaian rapi dengan rambut ikalnya yang menjuntai kebelakang.
Hari ini adalah hari dimana ia tidak akan tinggal dirumah lagi. Hari di mana kisahnya akan dimulai. Kisah yang akan membuat dia semakn mandiri dan dewasa.
Menjalani kehidupan SMA-nya di tempat yang tak ia kenal sama sekali. Beradaptasi, berkenalan dengan teman baru, dan mencoba hal baru. Mencoba hidup mandiri bersama teman-temannya di sekolah asrama, adalah sebuah pengalaman hidup yang paling menyenangkan bagi Ara.
"Arel!" Suara seseorang dari pintu kamar membuat Arel menoleh dan kemudian tersenyum melihat siapa yang menjumpainya.
"Oh, lihat anak siapa yang sudah cantik pagi-pagi," goda Zanna, Ibu Arel membuat Arel tersipu malu.
"Apa sih, Ma," ucapnya malu.
"Yah, mulai malam ini Arel ga tidur di sini lagi. Arel malam ini tidur di kamar baru, ya? Bareng temen-temen," ucap Zanna sambil mengusap pelan rambut Arel.
Tak rela rasanya bagi Zanna untuk melepas Arel. Meski Arel pergi untuk melanjutkan pendidikannya di asrama yang bisa dibilang aman, tetap saja Zanna akan sangat merindukan gadis remajanya itu. Sejak kemarin, Zanna sudah berusaha untuk mengikhlaskan kepergian Arel. Ini keputusan yang baik untuk Arel dalam mendewasakan diri.
"Ma, Kita udah sering bahas ini, kan. Kita masih bisa videocall. Kalau liburan aku juga akan pulang," ujar Arel sedikit cemberut. Pasalnya ia juga sedih harus berpisah dengan keluarganya.
Zanna kemudian tersenyum melihat anaknya yang cemberut padanya.
"Ya sudah ayo kita turun. Papa sama adik sudah nunggu di bawah."
Arel mengangguk dan mengambil tas kecilnya yang ia letakkan di atas kasur. Barang-barangnya tadi sudah di bawa dulu turun ke bawah. Mereka berdua kemudian turun ke bawah untuk siap-siap pergi ke bandara.
***
"Buku kecil udah, alat tulis udah, p3k udah, apa lagi ya?"
"Ah, iya hoodie."
Perempuan mungil bernama Dina itu berbalik ke arah lemarinya setelah mengecek kembali barang yang akan dibawanya.
"Di mana ya?" tanyanya pasa diri sendiri sambil mengobrak-abrik isi lemarinya.
"Cari ini?" ucap seseorang dari arah pintu kamar Dina. Dina menoleh dan melihat kakak perempuannya, Rita berdiri dengan tangan memegang hoodie kesayangannya.
"Hahaha, iya kak. Makasih, ya." Dina berjalan mendekati kakaknya dan mengambil hoodie miliknya. Ia lalu kembali merapikan barang-barangnya.
Rita perlahan berjalan mendekati adiknya. Membantu Dina menyiapkan keperluannya untuk tinggal di asrama.
"Nanti di sana lo hati-hati. Jaga kesehatan, biar orang rumah ga capek mikirin lo." Ratih mulai memberikan nasihat kepada Dina.
"Iya, kak."
"Rajin belajar, jangan kebanyakan main. Ingat ekspektasi Abang tinggi ke lo," ucap Ratih lagi. Dina tiga bersaudara. Timo, abangnya adalah anak pertama, Ratih, kakaknya adalah anak kedua, dan Dina sendiri adalah anak bungsu.
"Iya, gue ngerti kali. Gue mau pergi nih. Masa dari kemarin dinasehati mulu." Dina sudah bosan mendengar nasihat yang terlontar di mulut keluarganya semenjak ia diterima di Avalonia High School, sekolah barunya dan Asrama Avalonia, tempat tinggal barunya.
"Iya, tapi nasihat itu penting. Pokoknya jaga diri lo baik-baik," ucap Ratih sebelum akhirnya mengambil beberapa barang adiknya dan membawanya turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
9GARRIORS
Teen Fiction"Kita terus sama-sama ya bersembilan." Sebuah cerita klasik tentang persahabatan 9 anak SMA yang saling melengkapi dan memiliki motto "SHARING IS CARING". *** Dina, Ulan, Tari, Arel, Kira, Safa, Floren, Santa, dan juga Aqila. Kesembilan gadis tanggu...