03 - Memberi kabar itu penting

394 39 3
                                    

Pada hari libur selanjutnya Sasuke kembali mengajak Sakura untuk pergi ke pusat perbelanjaan. Namun kali ini, Sasuke ingin Sakura benar-benar membeli semua kebutuhan sehari-harinya. Dan karena tidak enak untuk terus menolak, akhirnya Sakura menerima tawaran Sasuke. Karena hal itu juga kini Sasuke tahu bahwa jadi wanita itu ribet.

"Itu krim apa.?" Tanya Sasuke saat menemani Sakura memilih barang dibagian kosmetik

"Ini pelembab kulit, tapi khusus wanita jadi mas Sasuke tidak bisa memakainya. Hihi."

"Ya terserah kau saja."

Selain membeli alat kosmetik, Sakura juga mengajak Sasuke untuk pergi ke bagian sembako dan membeli beberapa bahan masakan. Namun untuk yang satu ini, Sakura tidak sungkan untuk mengambil apapun yang ia mau karena apapun masakannya, Sasuke juga akan ikut memakannya. Sementara itu Sasuke membeli beberapa buku yang ingin ia baca saat sedang libur.

Setelah dirasa cukup, mereka pun pergi kebagian kasir untuk membayar. Dilanjutkan dengan berjalan-jalan diarea pusat perbelanjaan. Ketika melewati kios-kios yang menjual berbagai macam alat elektronik, Sasuke baru ingat bahwa selama ini ia dan Sakura belum bertukar nomor telepon. Ia pun berencana menanyakan hal itu agar bisa lebih mudah berkomunikasi saat sedang tidak bersama.

"Oh ya, Sakura ngomong-ngomong apa kau punya ponsel.?" Tanya Sasuke memastikan, ia tahu betul bahwa selama tinggal ditempatnya, ia belum pernah melihat Sakura memainkan ponselnya.

"Tidak punya." Jawab Sakura lirih

"Eh.? Apa ponselmu kau tinggal di rumah.?"

"Aku risi saat teman-teman sekelasku terus-terusan menelpon tanpa henti, jadi aku buang saja ponselku ke laut." Gadis itu bahkan menjawab dengan enteng seolah ponsel sama sekali bukan hal penting. "Tapi meskipun tidak punya ponsel aku tidak kerepotan kok."

"Tapi kalau punya ponsel akan lebih efisien jika ada apa-apa, karena aku ingin lebih mudah menghubungimu."

"Ti –tidak perlu, mas Sasuke." Sakura sudah tahu arah pembicaraan pria itu. Sasuke memang berniat untuk membelikan Sakura ponsel namun tentu saja ia menolak dengan alasan tidak enak karena terus merepotkan Sasuke.

"Sudahlah tidak perlu sungkan begitu."

"Serius tidak perlu. Karena kau sudah membelikanku pelembab kulit, dan itu sudah cukup." Ujar Sakura sambil tersenyum. Namun senyum yang ia tampilkan sangat jelas bahwa itu adalah senyum paksaan. Sasuke tahu betuldan ia ingin membuat Sakura tersenyum tulus dari hatinya.

Mereka pun memutuskan untuk pulang karena sudah terlalu lelah berjalan mengelilingi pusat perbelanjaan. Kalau saja Sakura tidak ada, maka dapat dipastikan Sasuke tidak akan pernah keluar dari apartemennya meski hanya untuk sekedar belanja kebutuhan bahan masakan.

Namun semenjak adanya Sakura, pria itu jadi sering keluar karena menemani Sakura. Ia tak ingin mengambil resiko dengan membiarkan gadis itu berkeliaran diluar sendiri karena bahaya bisa datang kapan saja. Meskipun semakin dilihat, Sasuke dan Sakura malah semakin terlihat seperti pasangan ayah dan anak.

"Haduhh... beratnya.." keluh Sakura sambil meletakkan barang belanjaannya. "Ku kira aku bakalan mati."

"Tenang saja, kau tidak akan mati semudah itu kok." Jawab Sasuke menanggapi. Namun tak jauh berbeda dengan Sakura, setelah meletakkan barang bawaannya Sasuke langsung tergeletak dilantai sambil mengeluh "Haduh.. ku kira pundakku bakalan patah."

"Tenang saja tidak akan patah semudah itu kok." Sambil nyengir Sakura berusaha membalik kata-kata Sasuke barusan.

"Ngomong-ngomong, mas Sasuke beli buku sebanyak itu untuk apa.? Memang ada waktu untuk membacanya.?" Tanya Sakura.

Papa Sementara HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang