I. Besar untuk Marchioness

5 3 0
                                    

Hari ini cerah, saat nya berkeliling!

Bricaleah sudah lama tidak punya waktu luang, hidup sebagai bangsawan merepotkan. Para sir dan madame gurunya tidak membiarkan ia istirahat bahkan saat tidur. Katanya seorang lady yang indah harus anggun bahkan disaat waktu tidur. Untung Bricaleah itu pintar, dia dengan mudah beradaptasi dengan kehidupan seorang bangsawan.

Omong-omong, hah. Jadi begini, tiga tahun yang lalu ada segerombolan prajurit yang membawanya tiba-tiba menuju kediaman Marquess. Dan satu jam menunggu sambil dilanda kepanikan ia dikejutkan dengan informasi yang tak henti-hentinya masuk kedalam otaknya. Marquess of Will dengan kekanakannya berteriak, "akhirnya aku menemukanmu anakku! Hahaha!"

Padahal tiga tahun lalu Bricaleah hanya seorang penjual koran yang diberi upah sepotong apel. Dan tiga tahun ini seperti tring! Berubah.

Dia dibesarkan dengan pendidikan ketat oleh Marchioness of Will, ibunya. Ibunya bergelar Marquess. Penerus keluarga Will kebanyakan adalah seorang wanita, keluarga yang menghasilkan banyak wanita yang berjasa bagi kekaisaran. Sementara ayahnya, seorang penemu dan pengrajin jenius. Darah biru keluarga Will sudah lama hilang, dari awal keluarga bangsawan itu tak memperdulikan tingkat kasta dan menikah dengan siapapun tanpa memandang status.

Hanya satu syarat, pendidikan. Pendidikan sangat dijunjung tinggi oleh keluarga Will.

Bricaleah dibawa menuju kediaman Marquess of Will pada saat umurnya 8 tahun. Katanya, ayah seperti seorang kesetanan mencari Bricaleah saat 8 tahun lalu hilang seminggu setelah dilahirkan. Nyatanya, selama ini Bricaleah baik-baik saja walaupun bertahan hidup hanya dengan makan sepotong apel dan tidur di luar menunggu pagi.

Brak! Bricaleah menghela napas, lupakan saja niatnya untuk berkeliling barusan.

"BRICA-KU YANG LUCU, KAKAK MU MASUK!" 

Dan Bricaleah ternyata mempunyai kakak perempuan bernama--

"Leveana, bisakah ketuk pintu dahulu sebelum masuk ke dalam kamarku? Aku sudah berkali-kali mengatakan ini." Bricaleah menatap kakaknya jengah.

Kakaknya cantik, cantik sekali malah. Dengan rambut pirang yang menurun dari ayahnya sedikit acak-acakan dia memakai seragam khusus latihan lapangan. Bricaleah beri dia julukan, kakak cantik yang otaknya ada di otot.

"Brica, cepat panggil aku kakak lagi! Tadi aku tahu kamu menyerukan kakak! Saat sarapan iya 'kan?" Leveana mendekat, dan meraih kedua tangan Bricaleah mengayun-ayunkan tangan itu.

"Apa? Itu 'kan saat kamu melempar gelas ke kepala pelayan. Itu hal lazim, aku sedang terkejut." Bricaleah menjawab dengan lempeng.

"Dia menyebalkan, lupakan itu. Ayo panggil aku kakak lagi!" Leveana ini selalu bertindak sebelum memikirkan apa konsekuensinya. Dari lahir, Leveana memang sudah di takdirkan menjadi bebas, sifatnya kasar, dan keras kepala.

Saat sarapan tadi, salah satu pelayan tanpa sengaja mengatakan perkataan yang dibenci Leveana. Tanpa pikir panjang dia melemparkan gelas yang ada di tangannya ke kepala pelayan itu, pelayannya berakhir buta dan mati. Tenaga Leveana tidak main-main.

"Jangan menganggap enteng nyawa seseorang."

"Ayolah.. dia yang salah, kenapa kamu membela orang mati?"

Bricaleah lelah. Lelah menghadapi Leveana yang menggebu-gebu seperti ini. "Aku bukan membelanya, itu nyawa orang, Leveana."

"Cih. Kamu ini seperti tidak pernah membunuh seseorang saja."

Memang tidak.

"Pernah, membunuh nyamuk. Jangan samakan aku dengan dirimu." Bricaleah ingin cepat-cepat kakaknya pergi, masa waktu istirahat selesai dengan perdebatan omong kosong ini.

Lady BricaleahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang