#02. Hamba Allah

2 0 0
                                    

Takdir Tuhan memang begitu indah. Beberapa hal yang tidak kita sangka kadang terjadi begitu saja atas kehendak-Nya. Hal itu terjadi juga pada pertemuan pertamaku dengan dia.

[Suatu hari di tahun 2014]

Kala itu, panitia MOS SMA kami meminta salah seorang siswa baru untuk mempersiapkan materi ceramah yang akan disampaikan setelah sholat dzhuhur berjamaah. Seorang siswa dengan peci hitam yang terpasang di kepalanya mulai berjalan ke depan, semakin dekat ia dengan podium semakin banyak mata tertuju padanya namun ia terlihat siap untuk itu.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" semua siswa dalam musholla terdiam dengan mata tertuju padanya.

"Perkenalkan, saya hamba Allah, -" belum selesai ia berbicara, seluruh ruangan sudah dipenuhi tawa dan juga kekaguman dari seluruh siswa atas pembawaannya yang tenang seakan tidak terintimidasi oleh tatapan audience.

Sejak saat itu, ia dikenal oleh para siswa dengan nama Hamba Allah. Tapi di mata ku ia tidak ada bedanya dengan siswa lain. Aku bahkan tidak berminat mengenalnya.

💌

Hari pertama ku di SMA, tidak begitu mengesankan. Setidaknya aku sudah mengenal sebagian teman kelasku dalam minggu pertama. Hanya seminggu pertama, sebelum akhirnya aku dipindah kelaskan. Tidak, bukan hanya aku, beberapa siswa/i lain juga mengalami hal yang sama denganku

Dari depan kelas baru ku lihat hanya satu kursi kosong tersisa di ujung belakang. Aku mengutuk bangun pagiku yang kesiangan.

"Coba tadi berangkat lebih pagi, pasti ngga duduk sendiri di pojokan" Batinku.

Ku lihat bangku sebelah kanan ku, seorang laki-laki sedang duduk sendiri membaca buku, sesekali ia mengecek hp nya.

Aku kembali dengan kesibukanku merutuki diri sendiri.

💌

Jam istirahat telah berakhir, dan baru kusadari bahwa lelaki yang juga duduk sendiri di sebelah bangku ku adalah laki-laki yang sama dengan siswa berjulukan Hamba Allah. Laki-laki dengan sorot mata tajam dan bulu mata lentik, senyum manis yang jarang terlihat sebab ia lebih sering diam, juga hidung yang mancung, serta kulit sawo matang.

"Hello Everyone, how are you?" Seorang guru bahasa inggris masuk ke kelas. Semua murid membalas sapaannya.

"Today we'll learn about speaking ya, kita bentuk kelompok berdua, kelompoknya dengan teman sebangku aja, then we do interview, nanti dicatat hasilnya. Itung-itung kita saling mengenal" Ucap guru bahasa inggris yang baru ku tahu namanya Pak Fandi.

Aku mengangkat tangan.

"Ya? Any questions?" Tanggap Pak Fandi.

"I have no partner, sir"

"You too?" Tanya Pak Fandi memandang ke arah si Hamba Allah

"Yes sir"

"Then both of you become partners"

Aku menoleh ke arahnya, dia merubah posisi duduknya dengan malas menghadapku.

Mata kami bertemu. Untuk pertama kalinya.

"Lu dulu atau gue?" Tanyaku memecah keheningan

"gue dulu"

"ok"

"what's your name?"

Aku tau ini bukan cara wawancara yang benar, lebih seperti introgasi pelaku kejahatan. Tapi siapa peduli, Pak Fandi juga tidak memperhatikan bangku belakang.

"Arkatama Putra Pradipta"

"Nick name?"

"Tama, but you can also call me Brian" Si Hamba Allah mulai ngada-ngada.

Aku hanya menatapnya dengan tampang "apaan si ga cocok lu dipanggil Brian"

Yang ditatap cuma nyengir

"Ohh namanya Tama" Batinku.

"Birth date?"

"4 September 1998"

"Your hoby?"

"Listen a music"

"Ok guys, now switch" Interupsi Pak Fandi.

"Udah?" Tanya si Hamba Allah

"Hmm"

"Ok, your name?"

"Akeela Gendhis Derana"

"Nick name?"

"Keela"

"Ngga cocok, mending dipanggil Gendhis" Interupsinya.

"Ngatur lu"

"Birth date?"

"14 july 1999"

"Hoby?"

"Write a poem"

💌

Seminggu berlalu dengan hari-hari yang cukup penuh cerita. Kabar baiknya sekarang aku sudah punya beberapa teman. Sebut saja mereka Fia, Widi, Nisa, Ana, Rissa, dan Amel. Bagaimana kami bertujuh bisa berteman? Entahlah, semuanya mengalir begitu saja. Sama seperti ketika radarmu menemukan manusia lain yang memiliki otak satu frekuensi denganmu.

Jangan tanya bagaimana kabar si Hamba Allah, karena sejak wawancara kala itu kita lebih banyak bertengkarnya. Ingin tau kenapa? Dia selalu menggoda ku dengan otak jahilnya, sedangkan aku adalah manusia dengan sedikit tempramen apabila ketenanganku terusik.

Suatu hari kala jam istirahat berbunyi, dia menyembunyikan handphone ku, aku yang tau hal itu meminta bahkan berteriak dengan sedikit kesal sebab tidak mampu menemukannya. Sialnya, saat itu handphone ku sedang dalam mode hening.

Hamba Allah yang melihat raut muka ku sudah mulai malas bermain-main dengannya segera mengambil kembali handphone yang ia sembunyikan dan menunjukannya di depan muka ku. Yap. Hanya menunjukan tanpa berniat mengembalikannya.

"Mau dikembaliin ngga?"

"Mau lah.. Sini" Aku berusaha mengambilnya dari tangan si Hamba Allah

Dengan ide jahilnya ia meletakkan handphone ku di antara kedua pahanya

"Ambil gih"

Aku melotot tidak percaya.

"Mau balik ngga nih hp?" Tanyanya sekali lagi

"Y-ya mau" Aku mulai ragu

"Yauda ambil"

Masalahnya aku malu untuk mengambil sebuah barang di tempat yang tidak semestinya orang lain menyentuh sebab akan menyebabkan kesalahpahaman dan juga.. rawan menyenggol "barang lain"

Kulihat sekeliling kelas, hanya ada beberapa siswa dan siswi yang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.

[Kringgg]

Bel tanda waktu istirahat telah habis berbunyi bersamaan dengan datangnya guru ke kelas kami.

Permainan selesai.

Aku melihatnya dengan pandangan sombong seakan telah memenangkan permainan.

"gue bilangin guru, lu" ancamku.

Dia yang tidak ingin kena masalah alhasil mengembalikan handphone ku.

💌


Dari KeelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang