00

394 50 3
                                    

Renjun trauma dengan Bebek, tetapi sangat menyukai warna kuning. Renjun jijik melihat kulit kacang yang berserakan, namun tidak akan menolak jika ada yang mengupaskannya kacang kulit.

Hendery sudah hapal mati dengan tabiat itu. Tapi tetap saja mati gaya jika dihadapkan pada bocah berumur dua belas yang baru menginjak bangku SMP itu.

"Kak, kalau sumpek kaca mobilnya dibuka aja."

Seperti sekarang. Hendery tersentak hanya karena kalimat sederhana berupa teguran dari si bocah berseragam yang sedang duduk di kursi penumpang sebuah mobil Audi Hitam. Bukan mobil kepunyaan Hendery. Tapi pria bermarga Huang itu duduk di depan––di kursi sebelah supir.

"Oh, iya," balasnya singkat. Dan canggung. Seperti biasa.

Salahkan Huang Lucas yang meninggalkan Hendery dengan bocah abege yang wajahnya selalu terlihat sinis itu. Katanya hanya sebentar mengambil laundry-an. Tapi sudah lima belas menit berlalu, yang ditunggu tak kunjung datang.

Bocah yang juga bermarga Huang itu nampak sesekali melirik ke kursi depan di sela-sela sesi bermainnya dengan ponsel pintar. Boleh dibilang, dia juga kesal karena dibiarkan menunggu satu mobil dengan pria yang bukan merupakan anggota keluarganya. Atau belum? Entahlah. Renjun masih bocah SMP yang tidak ingin dipusingkan dengan permasalahan orang dewasa.

Sibuk dengan pemikiran masing-masing, kedua pria Huang itu tak menyadari bahwa dari kejauhan Lucas sudah berjalan mendekat dengan membawa sekantong pakaian yang telah selesai di laundry.

"Hei, sorry ya nunggu lama." Adalah kalimat pertama yang ia ucapkan ketika membuka pintu mobil. Pria berkulit gelap itu menatap bergantian ke arah Renjun yang acuh, lalu Hendery yang tersenyum maklum. Kedua alisnya terangkat-merasa lega karena tidak ada perdebatan ataupun pertikaian hebat karena ia terlalu lama meninggalkan mobil.

Kantong laundry dioper ke belakang sebelum Lucas akhirnya melajukan mobil. "Umm, habis ini enaknya makan atau langsung pulang ya?" Pertanyaannya ditujukan untuk Hendery dan Renjun.

"Hm, ma––"

"Pulang."

Keduanya menjawab berbarengan. Tapi belum sempat Hendery menyelesaikan kalimatnya, Renjun keburu memberi jawaban yang singkat, jelas, dan padat.

Hendery menatap Lucas, meminta bantuan. Tapi pria itu sibuk menyetir karena jalanan sedang cukup ramai.

"E-emangnya Njun ga laper?" Hendery bertanya pelan sembari memalingkan badannya ke belakang.

Yang diberi pertanyaan pun bimbang sejenak. Ditatapnya kaca spion hingga bertemu tatap dengan yang sedang memegang kemudi. Seolah terjadi pertukaran pendapat lewat sorot mata keduanya.

"Ya udah makan dulu."

Bukan jawaban yang diinginkan oleh Hendery namun mendengar keputusan Renjun, ia malah semakin merasa bersalah.

Kali ini Lucas bersedia membantu. Lewat tatapan matanya, ia seolah berkata 'tidak apa-apa' dan berusaha menenangkan Hendery.

Hingga akhirnya pria dengan potongan rambut yang dibiarkan sedikit panjang itu bisa kembali duduk tenang. Walaupun bibirnya tetap terkatup rapat bahkan ketika mereka tiba di tempat makan.

Lucas memilih restoran cepat saji kesukaan Renjun. Tempat makan yang didominasi oleh warna merah dan kuning itu cukup ramai di jam-jam makan siang.

Lucas sengaja meluangkan waktu di tengah kesibukannya sebagai pegawai kantoran untuk bercengkrama dengan dua pria kesayangannya––Hendery dan Renjun. Kebetulan, besok adalah hari libur Nasional. Jadi, hari ini pastilah sangat istimewa.

petite.  // LuHenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang