01

270 45 21
                                    

 

"Anak Papa, lagi apa nih?" Lucas yang baru selesai membereskan cucian piring sehabis makan pun bergabung di sofa dan membubuhkan sebuah kecupan hangat di rambut wangi Renjun.

 
Malam itu Renjun tidak mempunyai pekerjaan rumah sehingga waktu bermainnya jauh lebih banyak. Lucas memberi keleluasaan bagi buah hatinya tersebut. Terlebih, besok adalah hari libur. Renjun pasti merengek jika disuruh belajar.

"Main lah, Pa," jawab sang anak sambil terus fokus pada layar ponselnya.

Lucas hanya ber-'ooh' ria. Lengan panjangnya berusaha mendekap si mungil yang sedikit terusik.

"Besok inget kan kalau kita mau jalan-jalan bareng Kak Hendery?"

Renjun menoleh sejenak. "Iya, inget."

"Jangan jutek gitu dong, Njun..." Sang Papa melempar protes kecil, namun dibalas decakkan sebal.

"Ya emang Njun jutek."

"Nanti Kak Hendery nya kabur lho kalau kamu nya gitu terus."

"Ya biarin aja. Papa tinggal cari pacar baru."

"Hush!" Lucas menjepit pelan bibir mungil yang baru saja melontarkan kalimat penuh cibiran tadi. "Ga gampang nyari yang kayak Kak Hendery, Njun..."

Renjun merotasi kedua bola matanya. Heran saja melihat Papa-nya yang begitu 'bucin'. "Kak Hendery ga bisa masak."

"Ya emang ga bisa masak." Lucas membela sang pacar. "Tapi jago bikin lego kan?"

Terdengar helaan pelan. "Kalau jago bikin lego doang, Papa juga bisa."

"Tapi kan Papa ga punya banyak waktu buat main sama Njun."

Si mungil kembali berdecak. Agaknya sebal karena sang Papa terus menyanggah.

"Lagian nih ya, marga Kak Hendery juga Huang tuh. Sama kayak kita! Apa lagi namanya kalau bukan jodoh?" Entah darimana Lucas mempelajari teknik marketing seperti ini. Ia pun merasa sedikit konyol dengan pembelaannya barusan.

Renjun akhirnya meletakkan ponsel dengan gusar dan siap mendebat sang Papa. "Pa, marga sama itu artinya kita punya ikatan keluarga! Ga boleh pacaran sama yang sedarah gitu!"

Tawa Lucas menyembur ketika mendengar pernyataan teoritis sang anak. "Ya ampun... Kamu ini kebanyakan gaul sama Haechan nih makanya begini!" serunya sambil mengusak gemas rambut si mungil.

"Ga usah bawa-bawa Haechan deh, Pa!" Renjun selalu sebal jika Lucas mengaitkan Haechan––sang sahabat-dengan hal-hal negatif yang berhubungan dengannya.

Namun Lucas tetap saja gemar menggoda buah hatinya tersebut. "Cie, ngambek."

Alhasil, si mungil bergerak menjauhkan diri dari sang Papa dan kembali memainkan ponselnya.

"Iya, iya, Papa minta maaf... Haechan anak baik kok. Sama kayak Njun." Lucas bergerak memeluk dan mengusak wajahnya di punggung sang anak hingga kegelian.

Begitulah keseharian Lucas dan Renjun. Terkadang terasa sepi hanya dihabiskan berdua saja. Namun terkadang waktu terasa cepat berlalu jika dilewati dengan orang-orang yang kita sayang.

 
*

 
Besoknya.

 
"Njun tunggu di mobil atau mau ikut turun?"

Mobil Audi Hitam milik Lucas telah berhenti di sebuah ruko yang tidak asing lagi bagi keduanya.

"Di mobil aja," jawab Renjun singkat. Lagipula sejak kapan dia tertarik untuk bertamu ke rumah pacar Papa-nya itu?

petite.  // LuHenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang