02

230 39 6
                                    

Menggigiti kuku menjadi kebiasaan buruk Hendery ketika sedang dilanda kepanikan.

Setelah hampir sepuluh jam mencari, Lucas memutuskan untuk pulang sejenak ke kediamannya. Berharap jika saja Renjun hanya tersesat dan pulang lebih dulu. Namun nyatanya tidak ada siapa-siapa di halaman rumah mereka. Pintu pun masih terkunci.

Keduanya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah—sekedar menyalakan lampu karena mereka sudah meninggalkan rumah sejak pagi. Dan saat ini keadaan rumah Lucas gelap gulita karena kurang penerangan.

"Minum dulu, Yang." Hendery menyodorkan segelas air kepada Lucas yang turut duduk di sofa di sebelahnya—masih sibuk menelpon karena hingga detik ini masih belum ada kabar tentang Renjun. Hendery bahkan sudah meminta bantuan kedua orangtuanya, namun belum juga membuahkan hasil.

"Kalau sampai besok belum ada kabar, kita bakal lapor polisi."

Hendery mengangguk setuju dengan usul Lucas karena bagaimanapun situasinya, polisi tidak akan mau memproses laporan orang hilang jika belum mencapai dua puluh empat jam.

"Andai aja kita ga ngebiarin Renjun pisah... mungkin dia ga bakal gini jadinya," sesal Hendery. "Semua ini gara-gara aku..."

"Yang," sela Lucas secepat mungkin. "Berhenti nyalahin diri kamu terus. Renjun tuh udah gede!"

"Ya tapi kan..."

"Udah deh. Kita bakal berantem kalau ngebahas ini terus."

Hendery tetap ingin berpendapat walaupun yang diomongkan Lucas tadi benar adanya. "Tetep aja..."

Cklek.

Pintu suara menutup membuat sepasang anak adam yang sedang beradu argumen itu menoleh.

Renjun akhirnya pulang dan menatap bergantian dua pria dewasa yang kini beranjak menghampirinya. "Aku..."

"Darimana aja?" cecar Lucas. "Papa nelponin kamu kenapa ga dijawab?"

Bocah SMP itu baru saja mau membalas tapi sang Ayah terlanjur kehilangan kesabaran.

"Kamu tau ga semua orang khawatir nyariin kamu?"

"Yang, dengerin dulu..." tegur Hendery—berusaha menahan Lucas agar tetap tenang dan mengisyaratkan Renjun untuk berbicara.

"Maaf karena Renjun udah bikin khawatir. Tapi Renjun cuma pengen sendiri."

"Dengan cara kabur? Iya?" Lucas kembali menghakimi.

"Renjun cuma nyobain MRT! Trus nyasar!"

"Astagaaaa..." Habis sudah limit kesabaran seorang Huang Lucas. Wajahnya diusap kasar sementara sang anak berlari pergi memasuki kamar dengan pintu berdebam nyaring.

"Liat kan kelakuannya? Habis bikin ulah malah kabur ke kamar? Pake ngebanting pintu segala!"

Hendery masih berusaha menengahi. "Jangan dimarahin gitu, Yang..."

"Jangan dibelain, Heng! Nanti dia ngelunjak!"

"Iya. Tapi Renjun baru aja pulang!"

Mendengar seruan sang kekasih, Lucas pun tersadar.

"Renjun pulang dengan selamat aja udah lebih dari cukup, Yang..."

Pria yang lebih tinggi mencoba menenangkan diri. Menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. Tak lupa usapan sang pacar di pundak membuatnya semakin nyaman.

"Kamu dinginin kepala dulu deh. Biar aku yang bujuk Renjun." Tak seratus persen yakin dapat membujuk, setidaknya hal itulah yang saat ini terpikirkan oleh Hendery.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

petite.  // LuHenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang