"Slamet."
Sehun mengenali suara ini. Suara yang sangat familiar di telinganya. Dia tersenyum bahagia karena menemukan harapan baru di tengah kebingungannya terdampar di hutan belantara seorang diri.
Sehun pun mendongak untuk memastikan siapa yang memanggilnya dengan nama Slamet itu. Senyumannya semakin merekah kala orang yang ada di pikirannya, kini telah berdiri di hadapannya dengan tatapan bingung yang mendominasi wajah pria itu.
"Mas Jongdae." gumam Sehun seraya mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya.
"Jongdae? Siapa Jongdae? Aku Jono, Met." Orang yang mengaku bernama Jono itu menatap Sehun dengan dahi yang mengkerut.
"Mas Jongdae ngadi-ngadi ya. Namamu Jongdae, mas. Lalu aku Sehun bukan Slamet."
Kerutan di dahi Jono semakin dalam. Dia merasa aneh dengan kelakuan Slamet. Nggak ada hujan nggak ada angin, tiba-tiba anak itu mengaku namanya Sehun. Padahal jelas ada tulisan 'Slamet Ojala' yang tercetak dengan huruf besar-besar di akta kelahirannya. Dan, Slamet memanggilnya dengan nama Jongdae. Siapa Jongdae? Tentara Jepang yang sedang latihan di hutan ini?
Aneh-aneh saja si Slamet. Oh iya ngomong-ngomong artinya ngadi-ngadi apa ya? Jono sampai sekarang masih bingung apa maksud dari kata ulang itu.
"Kamu habis kesurupan ya, Met? Dicariin sampai keliling tiga kampung, tahu-tahunya lagi nangis di bawah pohon beringin di tengah hutan belantara begini. Ngaku-ngaku namanya Sehun lagi. Untung saja nggak ketemu tentara Jepang yang sedang patroli." omel Jono sambil menjewer telinga Sehun.
"A-aduh.. sakit mas!" teriak Sehun mengaduh kesakitan. Telinganya terasa sakit bercampur panas karena jeweran Jono.
"Ayo pulang! Budhe Rahayu kebingungan dari tadi nyariin kamu." perintah Jono lalu pergi dengan tanpa melepas jewerannya di telinga Sehun.
🇮🇩🇮🇩🇮🇩
Jongdae menarik telinga Sehun sampai di depan pagar rumah sederhana berbahan dasar gedhekㅡanyaman bambu yang tak jauh dari hutan tempat Sehun ditemukan tadi. Tampak di halaman rumah yang tak terlalu luas itu, seorang wanita paruh baya berpakaian kebaya lama sedang napeni beras menggunakan tampah besar dengan ditemani seorang gadis di sampingnya. Gadis itu juga menggunakan pakaian kebaya lama dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan wanita paruh baya, bedanya hanya pada ukuran tampahnya yang lebih kecil.
"Jihyo? Biyung?" gumam Sehun ketika melihat ibu dan adik perempuannya ada di halaman rumah tersebut.
"Assalamualaikum, Budhe Ayu, Janitra." sapa Jono sambil terus menarik telinga Sehun mendekati kedua wanita tersebut.
"Janitra?" Sehun membolakan matanya kala mendengar Jono memanggil adiknya dengan nama yang sangat asing di telinganya.
"Waalaikumsalam." ucap kedua wanita tersebut menjawab salam dari Jono.
Rahayu spontan meletakkan tampahnya di amben kayu dan berlari mendekati kedua anak lelaki tersebut saat matanya menangkap sosok putranya yang sedang dijewer Jono.
"Slamet, Ya Allah. Akhir e kowe ketemu. Teko endi wae kowe iki toh le? Digolek i nganti telung kampung ora ketemu-ketemu. Kowe iki sebener e ngelakoni opo toh?" tanya Rahayu bertubi-tubi membuat Sehun kelimpungan untuk menjawabnya.
"Lihatlah Slamet."
"Kenapa dengannya, Mas No?" tanya Janitra dengan pandangan tak lepas dari kakaknya yang sedang mengaduh kesakitan seraya mengelus telinganya yang sudah terbebas dari jeweran Jono.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARI MERDEKA [SPESIAL]
Fanfic[THREESHOTS SPECIALㅡEXO] Apa jadinya saat bangun tidur, tiba-tiba dirimu sudah ada di tengah hutan lebat dan piyamamu berganti dengan pakaian adat Jawa? Terkejut? Bingung? Panik? Pasti itu bukan, yang kalian rasakan. Begitu pun dengan Sehun. Terlebi...