CHAPTER 15

5.2K 818 35
                                    

Terhitung sudah dua hari Valerian Galeaso tidak menunjukkan batang hidungnya di sekolah. Bukan hanya Vale, tapi juga ketiga temannya dan pihak-pihak yang sempat disorot oleh media. Well, kalau boleh memberi pendapat, kasus percobaan bunuh diri di sekolah elit seperti Brillantmont jelas bukan hal biasa. Wajar saja sepenjuru tanah air dibuat geger, dibuat bertanya-tanya akan kebenaran di balik tirai panggung yang selalu menunjukkan kesempurnaan.

Mengabaikan tatapan-tatapan aneh yang didapatnya sejak pagi, Leya bergerak lurus menuju gerbang sekolah. Kehadiran para wartawan sudah bukan hal baru, jadi Leya tidak ambil pusing. Namun ia tidak bisa pura-pura tuli saat namanya diserukan dengan lantang oleh salah satu wartawan di sana.

"Gamalea Lily! Bisa beri waktunya sebentar? Kamu punya hubungan spesial dengan tersangka utama kasus perundungan di sekolah ini, kan?"

Leya sontak berhenti melangkah, dibuat kikuk saat seluruh pasang mata kini tertumbuk ke arahnya.

"Bisa bagikan sedikit kepada kami bagaimana Valerian Galeaso bersikap? Apa benar dia sosok yang kasar dan sering menyalahgunakan kekuasaannya?"

Kalau bukan karena satu tarikan kuat pada lengannya, Leya mungkin sudah akan kewalahan dan kehilangan pijakan. Sosok berkacamata yang kini menggiringnya meninggalkan kerumunan tak lain adalah Alfredo, salah satu orang Vale. Leya tidak mengenal Alfredo secara personal. Satu-satunya interaksi mereka adalah saat pria itu menitipkan makan malam yang Leya tahu dipesan dari salah satu kedai sushi berharga fantastis yang pernah didatanginya bersama Vale.

Yang Leya tahu setelahnya, ia sudah berada di dalam sebuah SUV dengan Alfredo di kursi penumpang depan. Pria itu menoleh ke belakang, memberi Leya sorot khawatir. "Are you good?"

Kaku, Leya mengangguk. Ia masih belum bisa mencerna rentetan kejadian barusan. Bagaimana wartawan-wartawan itu bisa tahu perihal dirinya dan Vale? Anak-anak di Brillantmont, terutama mereka dari kalangan atas, tidak akan bersikap serendah itu untuk terlibat dengan media dan menyenggol seorang Galeaso—tidak di situasi panas seperti ini. Bahkan beberapa nama yang tidak terlibat juga memilih untuk menghindari datang ke sekolah sampai situasi benar-benar reda. Jadi .. kalau ada yang berani mengusiknya .. it must be someone who has nothing to lose.

Pandangan Leya jatuh pada satu sosok familier yang berdiri tak jauh dari gerombolan wartawan berada. Sienna Adisastra. Mungkinkah? Pikiran Leya masih berkenala saat Alfredo memanggilnya untuk kedua kali.

"I'm okay," balas Leya cepat. "Makasih bantuannya. Tapi .. gimana bisa kamu ada di sini?" tanyanya begitu mobil mulai bergerak meninggalkan kawasan sekolah. Brillantmont terletak lumayan jauh dari pusat kota, dikelilingi oleh pepohonan asri yang ditanam berjejer di sepanjang jalan setapak panjang menuju tol.

"Vale meminta saya untuk datang dan memastikan kamu baik-baik saja," jawab Alfredo sekenanya. "Di situasi seperti ini, lebih baik kalau kamu nggak bekerja dulu. Langsung saya antar pulang, ya?"

"I can't. Aku harus tetap masuk kerja," sanggah Leya. Saat mendapat sorot bingung dari Alfredo, Leya menambahi, "I need the money."

Alfredo mengeluarkan tablet, mengutak-atik benda itu beberapa saat sebelum berujar, "Cek rekening kamu. Kalau kurang, kamu bisa hubungi saya."

Leya buru-buru memeriksa aplikasi bank pada ponselnya, dibuat tercengang saat melihat nominal yang baru saja masuk. "Tunggu, ini juga Vale yang minta?"

"Vale meminta saya untuk membantu kamu dalam kondisi apa pun." Dengan cara apa pun.

Leya mendengus, melempar punggungnya ke belakang. "Funny, he's the one who needs saving at this moment." Saat mendapat lirikan dari kaca spion tengah, Leya memilih untuk bertanya, "Aku masih belum boleh ketemu sama Vale? Apa dia masih menjalani peran sebagai Cinderella di rumah itu?"

The Lonely PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang