Sepasang kaki yang berlapiskan sepatu usang itu berjalan cepat diantara rintikan hujan. Bodoh sekali memang, semua bajunya benar-benar basah begitupun tas sekolahnya. Young Mi lupa membawa payung hitamnya, sekarang dia harus menanggung malu berjalan melewati sepanjang trotoar dengan semua orang yang memandangnya kasihan. Memang aneh, bukannya menolong atau bagaimana, manusia selalu saja mementingkan ego nya.
Young Mi terpaksa pulang sedikit malam, bukan untuk bekerja paruh waktu. Dia hanya ingin memastikan kakaknya tidak berada di bar lagi. Tetapi apa yang menjadi harapannya pupus sudah ketika kedua matanya menangkap siluet sang kakak tengah berjalan terhuyung-huyung sambil tersenyum dan berteriak tidak jelas. Young Mi segera mempercepat langkahnya untuk menghampiri sosok yang sepertinya memang Jimin.
Tidak, Young Mi tidaklah berlari, dia hanya mengikuti dan berjalan dibelakang kakaknya, sambil sesekali berharap agar Jimin tidak menabrak orang lain karena kondisinya sekarang yang sedang mabuk. Keduanya terus melangkah menembus rintikan hujan yang semakin membuat Young Mi kedinginan. Tapi tekad bulatnya untuk terus mengikuti kakaknya sungguh besar.
Timbul rasa sedih didalam benak Young Mi, air matanya seperti ingin keluar begitu saja ketika kedua matanya menangkap sebuah kertas yang berada di genggaman tangan kanan Jimin. Walaupun kakaknya itu berjalan terhuyung-huyung sembari meracau tidak jelas, tapi Young Mi tahu. Dia lah penyebab kakaknya ini seperti sekarang.
Hujan kembali deras, Young Mi mengusap air matanya. Dia baru sadar, Jimin sudah menatap tajam kearahnya. Kedua kakinya melangkah menuju tempat Young Mi berdiri. Tubuh Young Mi tiba-tiba menggigil. Dia tahu kakaknya ini pasti akan memarahinya habis-habisan. Tubuhnya melorot ke bawah sambil memohon ampun.
"Mianhae oppa... A-aku tidak akan ikut lagi."
Plak!
Pipinya memanas, beruntung air hujan membasahi pipinya yang sedari tadi dingin, jadi rasa sakit itu hanya sedikit."Oppa jebal.. Aku janji tidak akan mengambil hadiahnya, kumohon jangan hukum aku. Jangan bilang kepada appa eomma." Young Mi terus memohon kepada Jimin sembari terus menangis.
Jimin masih menatapnya tajam. Smirk tercetak jelas di wajahnya. "Apa ancamanku beberapa hari yang lalu tidak membuatmu sadar?" Jimin beralih menatap kertas piagam penghargaan menyanyi milik Young Mi yang sudah basah karena air hujan. Mengangkat dengan satu tangan, dan disusul tangan lain lalu merobeknya.
"Apa yang oppa lakukan! Jangan!"
Terlambat, kertas yang menurut Young Mi sangat berharga itu kini sudah terjatuh di atas aspal bersamaan dengan derasnya air hujan yang membuatnya ikut tergenang. Kedua mata Young Mi menatap kecewa kearah Jimin."Jangan pernah mencobanya lagi, Dan hiduplah sesuai standar kita."
🌻🌻🌻🌻🌻
Ketika aku memandang cermin, terkadang aku merasakan malu dan kasihan secara bersamaan. Apa kata Jimin oppa memang benar, hidupku harus sesuai standar yang diberikan tuhan padaku sekarang. Tapi aku muak dengan standar ini, dimana Appa dan eomma bekerja keras setiap harinya hanya untuk menutupi hutang kebutuhan mendesak dan biaya sekolahku yang terlampau biasa saja bagi orang-orang elit. Mungkin menurut mereka sekolahku hanya biasa, tapi bagiku sudah berhasil menginjakkan kaki disana saja sudah bersyukur sekali.
Tetapi lupakan rasa syukur tadi. Aku lelah, memandangi sekeliling kamar yang hanya terbuat dari kayu-kayu yang mulai berubah warnanya. Kepalaku mendongak, lampunya saja mati. Pantas, aku tidak bisa melihat cahaya nya yang selalu membuatku tidak takut akan kegelapan. Ah, aku melupakannya. Hampir saja ponselku tadi akan mati, mungkin karena air hujan menembus tas sekolahku. Tanganku menekan tombol on, lockschreen biru abu-abu bergambar chibi gadis sedang duduk di paus whailen ungu. Aku menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Never Walk Alone (MYG)
Fanfic(UPDATE SETIAP KAMIS) Ketika usia pencarian jati diri dimulai, tidak semua orang bisa memulainya dengan mudah. Mental setiap orang berbeda, namun dunia tetaplah tempat keras bagi orang-orang kalangan bawah menuju tengah. Diri sendiri dan lingkungan...