- Alur berjalan mundur ke maju ya-
"No, lo diem bentaran. Kalo lo ngomong, bisa-bisa besok sekolah ada kasus."
"Hah? Lo ngomong apa si-" ucapannya terhenti ketika tangan kiri Ara menutup mulut Edvano. Edvano akhirnya menuruti Ara dan ikut mendengarkan obrolan yang tak begitu jelas dari arah Ghea dan teman-temannya. Ara terlihat mengintip dengan seksama gerak-gerik Ghea.
"Diem di sini!"
Setelah satu kalimat yang dilontarkan Ara kepada Edvano, Ara langsung berlari menghampiri Ghea dan teman-temannya yang terlihat sedang membully seorang siswi. Panggilan Ara yang menyebutkan nama Ghea dan hentakan kaki kerasnya membuat Ghea dan orang-orang yang di sana melihat ke arahnya. Ia langsung membelakangi siswi itu dan menghadap pada Ghea. Di belakang Ghea ada ketiga temannya yang berdiri bagaikan dayang di sisi Ghea. Ketiga orang tersebut adalah Nova, Sila, dan Ola.
"Ghea, lo gak ada puas-puasnya ya kayak gini terus? Udahlah, kita bentar lagi kelas 12, masa lo masih gini?" tangan kiri Ara bergerak ke arah belakang dan mendorong tangan seorang siswi yang memegang benda tajam. Siswi yang sedang mengenakan seragam softball itu kemudian menarik tangannya dan memasukan benda tajam ke saku celananya.
"Duh, Ra, lo gak tau ya kelakuan dia gimana? Kalo lo tau juga pasti ogah nolongin dia. Dia tuh ya, berani-beraninya ke ruang osis dan ngam-"
Ucapan Ghea terpotong melihat Edvano yang datang sedikit berlari menghampiri Ara. Terlihat dari wajahnya yang datar akan melemparkan kata-kata terpedasnya pada sekelompok perempuan yang dihampiri oleh Ara.
"Cih, udahlah balik kita ke kelas!" Ghea pun membalikkan badan sebab malas berurusan dengan Edvano. Terlebih lagi jika berdebat dengan seseorang yang merupakan 'anak emas' para guru.
"Lo apa-apaan, sih?! Main lari aja," ujar Edvano sambil mendorong jidat Ara dengan telunjuknya. Matanya bergerak pada tangan kiri Ara yang sengaja dikepal dengan darah yang jatuh ke bawah. Badan Ara bergerak untuk menutupi tangan kirinya agar lukanya tidak terlihat, namun Edvano cukup jeli untuk melihat luka yang tertutupi itu.
Gadis yang telah ditolong oleh Ara hanya tertegun melihat luka di tangan kiri Ara. Kemudian meletakkan suatu benda tajam yang tadi masih digenggamnya di sakunya dan punggungnya sudah menempel tembok dibelakangnya. Mata gadis itu berkaca-kaca kemudian melirik ke arah Edvano sebab tatapan tajam yang diarahkan oleh Edvano sesaat setelah melihat luka di lengan Ara.
Tangan Ara tergores sebab ketika ia membelakangi gadis itu, tangan kirinya langsung mengarah ke belakang dengan niat untuk mendorong benda tersebut mundur sedikit untuk memastikan gadis itu akan menyimpan benda tajam tersebut ke sakunya. Salahnya, ia tidak sengaja langsung memegang benda itu, bukan tangannya. Alhasil tangannya terkena goresan dan untungnya Ghea tidak melihat hal tersebut karena ditutupi oleh badan Ara.
"Lo kok bisa luka, anjir? Lo kenapa sih hobi banget ngurusin hal gini?"
Edvano melihat dengan seksama luka di tangan Ara. Edvano sendiri menahan mual melihat darah yang terbilang lumayan banyak itu. Melihat Edvano yang seperti ini, Ara langsung menarik tangannya kemudian memukul bahu Edvano.
"Lo kan susah lihat ginian! By the way lo ga diapa-apain kan sama Ghea? Terus, lo- eh JANGAN NANGIS!" ucapan Ara yang ingin menanyakan apa yang dilakukan oleh Ghea pun terhenti sebab melihat gadis itu menjatuhkan air matanya.
Gadis dengan paras manis berkulit sawo matang itu bergerak memengang tangan Ara yang tergores. "Maaf ... Gue gak sengaja ..."
"Eh, lagian ini luka dikit gini kok, Edvano aja yang lebay. Lihat nih, ini gapapa ya ampun," ujar Ara sambil menunjukkan tangan kirinya dengan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona
RandomKebahagiaan Nayara mulai hadir ketika bertemu dengan Ara dan Edvano. Pertemuan yang tidak disengaja ketika Nayara hampir membuat masalah di sekolahnya. Namun, apakah kebahagiaan itu akan terus ada? Bagaimana dengan keadaan sebenarnya yang ditutupi...