36th Gate : The Wedding and The Agreement

206 24 26
                                    

Jae tidak sungguh datang tepat waktu. Paman Kim harus menyusun banyak tembikar pada kedai kecil yang baru di bangun. Junsu bersamanya, membantu mengangkat beberapa kerajinan tangan tersebut dan menawarkan pada beberapa pejalan untuk membeli.

Keadaan malam lebih cerah dari biasanya sebab lentera hias berwarna seterang bintang yang dipasang. Baiknya, itu membantu Jae meyelesaikan tugasnya lebih cepat. Kedai sementara yang dibangun Paman Kim berada pada jalan utama menuju gerbang masuk Pesta Perayaan. Tidak hanya ayahnya, bahkan beberapa penjaja lain juga memanfaatkan barang dagangan mereka untuk di jual meski tahu Istana menyediakan banyak makanan cuma-cuma.

Selepasnya, untuk datang sebagai tamu kehormatan, Jae sedikit melihat dirinya sendiri. Pakaian yang kotor dan bau keringat, siapapun pasti tidak akan menyangka bahwa ia sendiri diundang langsung oleh Sang Raja. Tapi siapa peduli, disaat seperti ini, para petinggi hanya akan fokus membanggakan diri, sedang mereka yang berada di bawah pasti memilih fokus mengenyangkan perut sebelum pergi.

Pun, musik yang menjadi latar masih berbunyi halus ditelinga sebagai tanda acara utama belum dibuka saa dia tiba. Berpikir bahwa tidak sepenuhnya terlambat, Jae bisa sedikit merasa lega.

Jalan berbatu dilaluinya sembari melihat-lihat sekeliling setelah melewati gerbang. Ramainya para anak-anak yang mengantri makanan juga para wanita muda di kedai pakaian, ataupun para berpasang manusia dengan kencannya. Banyak sekali senyum-senyum polos disana, seolah beban tidak memberat dibahu, seolah mereka baru saja menemukan satu hal sederhana bernama bahagia.

Jae juga melakukannya, mampir sebentar pada kedai dengan sedikit pengunjung, jajanan pedas yang disajikan membuatnya tertarik. Ia memesan satu porsi sate baso ikan. Si penjaga kedai melebarkan senyum begitu mendapatkan pengunjung, tangannya begitu lihai menyediakan makanan di atas tatakan daun. Jae sendiri ikut bersemangat seolah liurnya siap menetes hanya dengan ia membuka mulut.

Tangannya terulur untuk menerima pesanan ketika tangan lain dengan tiba-tiba menyela antrian. Melihat seseorang merebut apa yang menjadi miliknya membuat Jae kesal. Tangannya terkepal dan ia siap menggertak. Meski orang di depannya ini lebih tinggi darinya beberapa senti, juga dengan topeng beruang yang mungkin dibelinya entah dimana, Jae tetap memberi sosok disana picingan tajam. "Kemana tata kramamu, hah? Kau harus mengantri!"

Ada tawa rendah yang terdengar, begitu dalam dan membuat Jae melonjak. Suasana menjadi tiba-tiba hening untuknya. Langkahnya reflek akan bergerak mundur ketika sepasang lengan melingar mencengkeram pinggul. "Kau keberatan, Jae?"

Dan ia benar-benar dipaksa menelan liurnya sendiri kali ini, "K-kau... KAU!"

"Ayo pergi untuk berbincang."

Tidak bisa mengelak, dengan tarikan lelaki disebelahnya juga bagaimana tangan dipinggul menahannya untuk tidak bisa bergerak banyak, Jae memilih mengalah. Lagipula, bagaimana pria ini bisa disini? Apa yang dilakukannya? Apa tujuannya? Semua tanda tanya di kepala membuat Jae memutuskan mengikuti permainan lebih dulu namun desisnya tetap menyeru pelan sebagai ancaman.

"Ini Cassiopeia, kau tidak bisa macam-macam, Yunho!"

.
.
'Take My Sorry'

If you Dont like ChangKyu or YunJae or Boys Love
or even My Story, just make your Own story
If you cant do it, just shut up your mouth
.
.

Bukan tempat lain, Yunho justru membawa Jae menuju pintu masuk kastil. Ada lima sampai enam orang yang berjaga dengan banyak senjata, seharusnya jika ia berteriak akan mudah bagi mereka menemukan Yunho dan memberi pelajaran. Namun mengingat Yunho juga bisa bela diri, juga entah bagaimana dia bisa masuk ke lingkungan Istana, Jae curiga Yunho pasti sudah mempersiapkan segalanya. Karenanya, mencari masalah dengan pria tinggi ini sekarang bukanlah hal benar.

Take My Sorry [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang