2nd Gate: Allegra

611 87 10
                                    

Tumpukan jerami menjadi satu-satunya hal yang ia lihat dalam gudang penyimpanan. Tidak ada jendela, tidak ada cahaya, bahkan hanya satu pintu keluar masuk yang tersedia –dan ia terlempar kedalamnya, menabrak dinding kayu dengan keras setelah berontak kasar juga tendangan tak berguna.

Ia yang tidak pernah menangis sejak ditinggalkan orang tua, kini tersiksa dengan sengguk dan luka pada tubuhnya. Pukulan tangannya lada pintu tertutup, melahirkan getar takut tubuh kecil si bocah tanpa kuasa. "PAMAN!" ia berteriak sekuatnya, semampunya dari pita yang tidak lagi mampu mengeluarkan dengan jelas suara.

Hasilnya? Tidak ada hasil, nihil — sampai yang tersisa hanyalah gelap gulita.

"...hyun... Kyuhyun..." hingga tiba-tiba suara itu masuk kedalam telinganya, mendengung seperti getar sayap serangga. Ia membuka mata, merasa terkejut akan reaksinya sendiri begitu sadar dari bunga tidurnya malam ini.  "Kau mendengarku? Kau mimpi buruk?" juga rantai tanya dari si teman yang mulai memasang raut khawatir, yang akhirnya melahirkan geleng pelan tanda ia baik-baik saja.

Mengerti, pria yang disebelahnya mulai merebah, mulai kembali mencuri celah dalam mimpi. Dan ia sendiri, memilih tetap terjaga. Mimpi malam ini, terlalu aneh untuk dikatakan sebagai bunga tidur. Atau jika iya, pastilah itu sejenis bunga berduri yang kini menusuknya hingga sesak.

Tidak lagi mampu memejamkan mata, Kyu mengambil posisi rebah menyamping dengan ragu. Selintas, Ia seperti tertarik oleh masa lalu, seperti ia tertelan bulat-bulat oleh kenyataan yang kini hanya ia bisa sesali dengan haru, yang dengan pasti membuatnya mengingat dengan jelas apa yang terjadi selama sepuluh tahun belakangan.

Changmin, satu nama itu muncul dalam bayang kepala. Ia bertanya dalam hati perihal kabarnya. Mungkin baik-baik saja, ia seorang pangeran ingat? Tidak akan mungkin bocah itu berakhir seperti dirinya, yang tertangkap, yang terpaksa meninggalkan negeri asalnya, yang dijual kepada para penguasa diluar kota, menjadi budak tanpa bisa kembali melihat rumah pohon peninggalan orang tua.

Takdir mereka,

—nyata begitu berbeda.

.
.
– Take My Sorry –

If you Don’t like ChangKyu or Boys Love
or even My Story, just make your Own story
If you can’t do it, just shut up your mouth
.
.

"Apa jadwal hari ini?" duduknya masih sama, masih pada tahta hasil ukir besi negeri Valarian. Pun tugasnya hari ini juga masihlah tidak berubah seperti dua tiga empat minggu sebelumnya. Mendengarkan. Ya, hanya itu, bersama tumpahan remah dari roti yang ia gigit ujungnya ia mulai mendengarkan apa saja celoteh panjang lebar kali tinggi tiada akhir sang tangan kanan.

"...juga ada diskusi dengan rakyat perihal pengaturan irigasi sawah, beberapa masih menentang sistem buka tutup yang anda minta, Yang Mulia. Lalu, ada undangan konverensi untuk ladang anggur Lord Barnes. Pangeran Aiden dari Nameia yang mengusulkan. Anda ingin datang? Jika tidak maka akan saya kirimkan perwakilan seperti biasa, dan sebagai gantinya kita bisa pergi ke negeri Rellean untuk membicarakan perihal —"

"—Perjodohan." ia memotong, Dengusannya menjadi tanda bahwa ia tidak suka. Si nenek tua masih saja mengatur ini itu, pikirnya. "Lupakan saja, aku tidak akan kesana."

Sang bawahan hanya menghela dalam sembunyi dibalik gulungan kertas juga anggukan terpaksa sambil memberi tanda berupa coret kasar pada jadwal yang sudah mendapat penolakan nyata. Rasanya terlalu menyesalkan diri menjadi tangan kanan si Raja yang selalu mengambil keputusan seenak dahi. Sebab sehabis ini, ialah yang akan terkena imbas ocehan panjang dari Lady Aire perihal tugas dan kewajiban yang sejujurnya ia hapal diluar kepala.

"Kalau begitu, saya izin menyiapkan pembekalan, Yang Mulia."

.
.

Terlalu panas, mungkin hari ini matahari berada tepat sejengkal dari tanahnya berpijak. Bahkan keringat yang membasahi tubuhnya tidak kunjung berhenti mengalir dibelakang punggung meski ia sudah berulang kali menceburkan kepala sendiri kedalam wadah air.

Take My Sorry [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang