The Other Side

1 0 0
                                    

Malam ini gue duduk di balkon lantai dua tepat di depan kamar gue. Tempat ini seakan sudah kebas mendengar tangisan gue yang selalu meneriaki hal yang sama. Gue cewek normal, sama seperti cewek-cewek diluar sana yang memiliki perasaan sensitif.

Dibalkon ini gue sudah terbiasa menyiksa diri sendiri. Membiarkan badan gue menjadi bahan makanan nyamuk, memberi jalan untuk angin menusuk kulit gue yang gak gue lindungi, membenturkan kepala gue ke tembok, bahkan gue sengaja tertidur disini hingga gue terbiasa dengan capek yang gue rasakan.

Kali ini gue kembali kalah, gue duduk lagi disini, disudut dingin yang berhasil meluk tubuh gue yang minim akan busana. Udara malam berhembus kuat namun tak ada satu partikel udara pun yang berhasil masuk ke rongga pernapasan gue. Langit seakan mengejek gue yang kembali gagal, mereka di atas sana bagai tergelak tawa menyaksikan gue yang acak-acakan dengan rambut berantakan bekas jambakan gue sendiri. Biarpun begitu, cuma ini satu-satunya tempat yang bisa menerima gue dalam keadaan apapun, cuma disini gue bisa menyiksa diri tanpa ditanyakan apa-apa. Cuma disini gue punya ruang untuk meneriakkan seluruh perasaan gue yang hancur karena satu hal yang sama. Perasaan takut kehilangan.

Cewek. Mengingat itu kembali gue memukul dada gue yang terasa sesak tanpa oksigen. Kenapa gue harus terlahir jadi seorang perempuan lemah begini? Kenapa gue harus punya ketakutan seperti ini?

Perasaan gue sudah pada posisi yang salah. Gue nyaman sudah terlalu dalam. Gue sadar bukan dia tempat yang harus gue kunjungi dalam perasaan yang sejak entah kapan bergelayut di dalam sini. Bukan dia, bukan dia tempatnya. Tapi begonya gue gak bisa berontak. Gue terlalu lemah untuk melawan kenyataan kalau gue dan dia itu sama.

Harusnya gue bisa jadi tempat dia cerita dengan nyaman tentang kisah klasiknya, namun respon gue berbanding terbalik, respon seorang sahabat bukan harus seperti yang gue lontarkan. Gue salah, gue salah. Gue cemburu saat dia menceritakan usaha laki-laki itu meraih hatinya, gue cemburu saat dia mengirimi gue salinan pesan antara dia dan laki-laki yang mengejarnya, gue cemburu, gue takut.

Gue takut laki-laki itu merebut perhatiannya dari gue, gue takut laki-laki itu menyita semua waktunya buat gue, gue takut laki-laki itu memenuhi seluruh pikirannya, gue takut laki-laki itu menguasai hati dan perasaannya, gue takut. Gue takut kehilangan untuk yang kesekian kalinya, gue takut. Gue kalut, gue kalah. Gue lemah, gue payah.

Dengan cara begini gue bisa menyeimbangi sakit yang tak kasat mata ini, dengan bentuk ini gue bisa menyalurkan perasaan sakit takut hancur yang menyatu dapat gue keluarkan, iya menyakiti fisik gue sendiri agar gue sadar kalau dia punya dunianya sendiri, dia punya jalan hidupnya, dia punya manusia lain dalam hari-harinya, dia punya takdir untuk kedepannya, bukan cuma tentang gue. Bukan hanya selalu untuk gue. Bahkan mungkin tak akan lagi ada gue.

Gue cewek bodoh, bego, tolol, gak tau diri, egois, pemaksa, keras kepala, dendaman, mau didengerin tanpa mendengarkan. Iya, semua hal jelek itu emang lebih pantas menggambarkan bagaimana gue. Semua itu lebih tepat buat gue.
Aaaahh di dalam sini jauh lebih sakit daripada kepala gue yang sedari tadi bertos ria dengan tembok dingin ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Clue: Periodic TableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang