Under The Lonely Sky

34 8 0
                                    

Ini masih pagi, tapi benda pipih di sebelahku terus berkicau. Lebih berisik daripada kicauan burung asli ataupun kokokan ayam.

Dengan kesal, aku menyambar ponsel dan melihat notifikasi siapa yang berani-beraninya merusak pagi nyenyak ku.

Sial!

Melihat nomor asing yang menghubungiku lebih dari lima kali dan mengirim pesan hingga spam membuatku harus mengutuk di hari cerah.

"Ya Tuhan, aku hanya ingin tidur lebih lama lagi."

Aku mengerang. Menyibakkan selimut dengan asal hingga terlempar ke lantai. Kemudian membuka isi pesan dari orang asing yang menyebalkan.

(+82) 010997
Hai, ini aku yang kemarin di bar, Leo
Kau menyimpan nomorku kan?
Maaf kalau pesanku mengganggumu

Apa hari ini kau senggang?
Kalau ada waktu, mau tidak kita bertemu lagi? Di bar

Aku sungguh minta maaf. Kalau panggilanku barusan benar-benar mengganggu

Tolong kabari aku ya!

Aku mengembuskan napas berat. Nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul membuatku agak sulit mencerna maksudnya.

Sebelum itu, aku simpan dulu nomornya. Kemarin aku benar-benar lupa dan langsung beranjak tidur karena lelah yang hinggap. Bahkan, pakaian semalam masih melekat pada tubuh serta riasan wajah yang belum dihapus. Dan sekarang, wajahku seperti gembel urakan. Bahkan orangutan sekalipun berpenampilan rapih ketimbang rambutku yang seperti sapu injuk tak terawat.

Sandal rumahan dari villa yang kupakai saat ini, entah bagaimana bisa sudah kotor. Padahal, tempat ini terlihat bersih.

Jangan pikir aku yang jorok, ya. Aku selalu mencuci kakiku sehabis dari luar.

Berjalan gontai menuju teras depan kolam renang, lalu duduk di kursi gazebo yang nyaman. Angin segar menyapa wajahku yang hanya ku basuh air saja. Serta rambutku yang diikat asal.

Melihat nama Leo, aku jadi berpikir, apa aku hubungi balik saja atau tidak perlu?

"Tidak usah. Untuk apa juga aku harus menghubunginya."

Akhirnya, aku hanya membalas pesan singkat.

Luna
Hari ini sepertinya tidak bisa. Aku memiliki acara ku sendiri. Maaf.

Lalu aku tekan tombol kirim. Melempar asal pada kursi di sebelah. Tenang, tidak aku lempar ke tempat keras, kok. Hanya pada bantalan empuk yang ada di sana.

Bersandar pada punggung kursi sambil menikmati semilir angin pagi yang menyejukkan. Menatap langit cerah yang mulai dipenuhi kapas.

Pikiranku berkelana pada suatu masa. Masa yang tidak seharusnya aku pikirkan. Lantas aku menggeleng cepat. Berjalan ke arah kolam biru yang tenang. Sedikit kaki telanjang ku menyentuh permukaan air yang dingin.

Aku memandang pantulan diri di air. Begitu menyedihkan. Raut tak bahagia ku terlalu menonjol ketimbang rasa senang menikmati me time di sini.

Hingga akhirnya aku memutuskan diri untuk mencelupkan kaki pada air. Duduk di marmer teratas yang tergenang air hingga setengah pakaianku basah.

Menyegarkan. Kepalaku menengadah menatap langit. Di pejamkan mata menikmati suasana pagi. Sejenak, ini terasa menenangkan. Aku suka yang seperti ini. Tenang dan damai.

"Aku harap, aku cepat pulih."

-----

"Kelihatannya kau sibuk sekali, Ai. Mau aku bantu?" tawar ku pada Aina yang siap membawa nampan berisi gelas-gelas minuman beralkohol pada pelanggan.

Paper HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang