Part 1

63 19 29
                                    

Kemacetan dan hiruk pikuk di kota besar seperti Jakarta memang tidak jarang membuat para penghuni kota itu jengah dan muak. Macet yang setiap hari menghiasi jalanan kota terpadat di Indonesia ini, mampu membuat pengguna jalan berseteru satu sama lain, menampilkan urat yang menonjol di batang leher dari masing-masing mereka yang saling berseteru.

Yira melirik arloji usang peninggalan omanya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 17:05. Ekspresi gelisah dan panik sangat terlihat jelas diwajah mulusnya. Tak tahan lagi menunggu, akhirnya dia keluar dari angkutan umum yang dia tumpangi, lalu memberikan beberapa lembar uang dua ribuan kepada supir angkot tersebut. Lalu Yira berlari tergesa-gesa melewati jalanan yang padat oleh kendaraan, air muka yang menunjukkan kegelisahan dan kepanikan masi tetap betah berada di wajahnya.

"Dira..!!" teriak Yira ketika sepasang matanya menangkap seorang gadis kecil yang sedang duduk didepan gerbang SDN Tunas Muda. Gadis kecil kecil itu menoleh kearah sumber suara tersebut, Yira kembali berlari mendekati adiknya, orang yang paling berharga dalam hidupnya. Ya, hanya Dira lah yang dia punya di dunia ini. Baginya tidak ada yang lebih berharga kecuali Dira.

"Maaf, kakak telat jemput kamu."
cicit Yira yang saat ini merasa bersalah

Yira menyerngitkan dahinya
"Kakak darimana aja? Dira nunggu kakak udah lama banget loh." Dira memanyunkan bibirnya.

Yira tersenyum tipis melihat ekspresi wajah adiknya itu
"Maaf sayang, kakak tadi keasikan belajar, jadi lupa waktu deh hehe, Dira kan tahu sendiri, kakak harus mempertahankan nilai kakak biar beasiswa kakak ga dicabut sama pihak sekolah, makanya kakak harus banyak-banyak belajar." Sambil mengelus lembut.
"Yodah yuk, pulang." sambung Yira.

*---------------------------------*

"Dira, kakak udah goreng telur buat Dira, kalo Dira mau makan tinggal ambil dimeja ya."

Dira yang sedang asyik menggambar, menoleh kearah Yira yang tengah bersiap-siap untuk pergi bekerja, lalu menjawabnya hanya dengan sebuah anggukan.

"Kakak berangkat dulu ya sayang. Ingat, jangan kemana-mana, dirumah aja, jangan lupa kunci pintunya." Pesan Yira kepada Dira.
Melihat kakaknya hendak berangkat, Dira berlari kearah Yira, lalu menyalami Yira. Yira hanya tersenyum melihat punggung tangannya dicium oleh adik angkatnya. Ya, Dira adalah adik angkat yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.

Flashback on

Dira yang baru saja pergi dari rumah tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis kecil. Gadis kecil itu terlihat sedang duduk dengan menelungkupkan wajahnya dengan tangan sebagai tumpuannya. Hati Yira tergerak untuk mengampiri gadis kecil itu.

"Dek?" panggil Yira kepada gadis kecil itu.
Gadis kecil itu menongakkan kepalanya. Yira kaget melihat air matanya yang mengalir begitu derasa diwajah lugu gadis kecil itu.

"Kamu kenapa nangis?" lanjut Yira

"Aku ga tau jalan pulang kak, aku pengen pulang." jawab gadis itu dengan dengan suara yang parau.

"Rumah kamu dimana? Biar kakak anterin pulang." tawar Yira.
Gadis kecil itu menggeleng "Ga tau kak, ga ingat."

"Ngomong-ngomong kok kamu bisa ada disini? Kamu nyasar ya?" tanya Yira lagi
Gadis itu menggeleng
"Ga kak, tadi ayah bawa aku kesini, terus, ayah bilang mau beli minuman buat kami berdua, aku disuruh nunggu disini, tapi sampe sekarang ayah ga balik-balik lagi. Gadis itu bersusah payah menahan air matanya agar tidak jatuh.
Mendengar itu hati Yira tersentuh, Yira langsung paham bahwa ayah gadis itu sengaja meninggalkan gadis ini. Yira termenung, ternyata gadis kecil ini sama nasibnya dengan dirinya, harus terpisah dari keluarganya. Tanpa sadar air mata Yira jatuh. Melihat Yira menangis gadis kecil itu heran, dan memasang muka bingung.
"Kakak kok nangis?"
Mendengar itu sontak membuat Yira tersadar dari lamunannya, Yira gelagapan. Yira mengajak gadis kecil itu untuk ikut dengan dirinya, walaupun dirinya sendiri tidak tahu arah tujuannya.

Sedang asyik berjalan mengikuti Yira gadis kecil itu mengingat sesuatu
"Oh iya, nama aku Dira, nama kakak siapa?"

"Yira." balas Yira singkat.

Flashback off

*---------------------------------*

Melihat salah meja cafe yang baru saja ditempati beberapa cowok remaja, Yira berlari kecil kearah meja itu dengan membawa buku catatan kecil dan sebuah pena ditangannya.

"Mas-mas semua mau pesan apa?" tanya Yira dengan tersenyum ramah, menampilkan gigi kelinci yang membuat senyumnya menjadi semakin manis.
Salah satu dari mereka menoleh kearah Yira. Seketika mata Yira dan cowok itu saling bertatapan, sadar akan hal itu, Yira seketika menggelengkan kepalanya lalu mengulang pertanyaan yang sama.

"Gue pesan moccalatte sama cheasecake aja." sahut Aksara, cowok yang tadi sempat saling bertatapan dengan Yira.
Yira dengan cepat mencatat pesanan milik Aksara

"Yang lain?" tanya Yira lagi
"Gue greentea sama chickeen katsu." sahut Nando
"Karna gue lagi pengen yang pait-pait dan pedes gue pesan americano coffe sama chickeen blackpaper." seru Razi.
" Caramellatte sama kentang goreng aja." Zega membuka suara.

Yira dengan cekatan mencatat semua pesanan Nando, Razi, dan Zega. Setelah mencatat Yira memandang salah satu cowok yang tengah asik dengan ponselnya dengan penuh tanda tanya. Sadar akan hal itu, Nando menyenggol siku Tyo yang tengah fokus memainkan game.

"Woy push rank mulu, lo mau pesan apa." hardik Nando.

"Paan sih." Tyo yang merasa terganggu membuka suara tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel miliknya.

"Lo pesan apa jingan" jawab Nando kesal.

"Samain aja sama lo" jawab Tyo yang tetap fokus dengan gamenya. Mendengar itu Yira pun mencatat pesanan Tyo.

"Ada lagi mas?"
Melihat mereka yang pada sibuk dengan ponsel mereka masing-masing, Yira memutuskan mengundurkan diri.
"Ok, kalo gada saya permisi, ditunggu ya mas." pamit Yira, lalu menuju kebelakang.

Melihat Yira yang sudah tidak terlihat lagi, Nando membuka suara.

"Tu cewek mukanya kek ga asing"

"Masa sih?" Kini Razi yang membuka suara

"Iyaaa... Ya kan Sa? Seru Nando kepada Aksara yang tengah asik memainkan ponselnya

" Bodoamat, gue ga merhatiin." jawab Aksara cuek yang masik sibuk dengan ponselnya. Mendengar jawaban cueknya Aksara, membuat Nando mendengus kesal.

Dinding Penghalang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang