Happy reading
-----------------------------------------------
Rendy bangun kesiangan jam nya sudah menunjukkan pukul 6 pagi tanpa meregangkan sedikit tubuh nya anak itu segera masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk sekolah. Namun seperti biasa ia akan beres-beres rumah dan menyiapkan sarapan untuk keluarganya meski sudah ada pembantu di rumah itu.
Ia berangkat ke sekolah tidak menggunakan kendaraan tadi nya Rendy akan naik bus tapi uang saku nya tidak cukup sehingga memaksanya untuk berjalan. Saat sampai di sekolah ternyata semua gerbang sudah ditutup ia memutuskan untuk segera pergi dari sana.
“Eh nak Rendy kok kamu kesini? kan belum waktunya jam kerja kamu” kata pria yang hampir setengah abad umur nya.
“Gak apa-apa pak tadi Rendy telat ke sekolah daripada pulang mending kesini aja"
“Ya sudah kalau gitu kamu ganti baju dulu”
Benar Rendy memutuskan untuk ke café tempat ia kerja hanya bekerja part time saja. Padahal diumur nya yang masih muda ia tidak seharusnya kerja namun demi mendapatkan uang jajan dan membiayai keperluan nya sendiri Rendy harus melakukannya.
Jika ditanya apakah ia tidak diberi uang saku oleh orangtua nya jawaban nya adalah benar namun ia tidak pernah memprotes tentang itu syukur-syukur orangtua nya mau membiayai sekolah nya.
Dengan telaten ia mengelap meja menyemprot nya dengan cairan pembersih lalu membersihkan lantai yang berdebu. Hari sudah sore Rendy dibolehkan untuk pulang mengingat dia sudah bekerja dari pagi, setelah berganti pakaian ia langsung pergi dari café itu namun ia pergi ke sebuah tempat sebelum pulang.
Deran laki-laki itu kini menatap keluar balkon kamar bayang-bayang perkataan Rendy semalam selalu melintas dipikirannya. Sudah pukul delapan malam belum ada tanda-tanda adiknya pulang sedikit khawatir dalam dirinya mengingat kejadian semalem lantas ia mengambil ponsel dan menelpon salah satu teman adik nya itu.
“Halo ini Harsa kan?”
“iya benar, ini siapa dan ada keperluan apa?” Harsa mengernyitkan dahi saat ia mendapat panggilan telpon dari no yang tidak ia kenal.
“Saya Deran abang nya Rendy saya mau tanya kamu tau dimana dia sekarang?”
Hening beberapa menit Harsa sangat terkejut waktu si penelpon itu menyebutkan namanya ya Deran abang dari temannya itu, sontak ia hampir melemparkan ponsel kesayangan nya.
“Halo masih ada orang kan?”
“eh? maaf bang oh iya masalah Rendy saya juga kurang tau dan…sebenarnya dari pagi saya belum ketemu dia soalnya dia gak masuk sekolah”
Jika tadi Harsa yang kaget kini giliran Deran perasaannya tiba-tiba tidak enak ia kalut diluar sudah malam dan gelap. Jujur sejak kejadian semalem itu ia jadi khawatir pada Rendy rasa penyesalan dalam dirinya bertambah saat mengetahui kalau remaja laki-laki itu tidak masuk sekolah.
“Oh oke baik”
Belum mendapat jawaban dari orang di sebrang sana Deran langsung mematikan telpon itu sepihak ia memutuskan untuk tidur siapa tau pagi nanti adiknya sudah pulang.
Rendy berjalan di tengah padat nya jalanan kota remaja itu membawa kaki nya menginjak salah satu rumah sakit disana. Setelah mendaftar pada repsosoinis ia menunggu beberapa menit sebelum nama nya di panggil.
Ia masuk ke ruangan pemeriksaan dengan perasaan yang tak tenang membiarkan dirinya di periksa oleh sang dokter. “Rendy kondisi kamu semakin buruk kanker di tubuh kamu makin meluas”
“…kamu harus segera melakukan operasi”
Anak itu masih mencerna perkataan sang dokter, apa katanya operasi? uang darimana ia bahkan tidak tau berapa biaya operasi umumnya yang pasti itu sangat mahal.
“Dok apa tidak ada cara lain?”
“Itu cara satu-satu supaya kamu sembuh Rendy”
"Apa kamu gak cape setiap minggu sekali bulak-balik rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan” benar ini bukan kali pertama dirinya datang untuk pemeriksaan bahkan ini sudah berjalan 4 tahun ia konsultasi.
Tidak ada yang tahu mengenai penyakit bahkan sekalipun itu orang tua dan abang nya. Rendy sangat pintar menyembunyikan semua nya.
“Tapi saya gak punya biaya untuk operasi dok”
“Kamu masih merahasiakan nya dari orang tua kamu?” ia mengangguk.
“Ren mau sam-“
Belum selesai dokter itu bicara Rendy sudah berdiri dari duduk nya lantas ia mengambil tas nya dan keluar dari ruangan. Dokter itu menghela nafas kasar menatap kepergian remaja laki-laki yang baru saja keluar dari ruangan nya. “Rendy kamu terlalu kuat”
Tak ada niat untuk nya pulang, sekarang dengan seragam nya yang sudah tampak kusut itu ia malah asik menatap langit malam yang indah ia tak menghiraukan hari yang sudah larut, jalanan sudah sepi, atau bahkan udara dingin yang menerpa kulitnya.
Rendy, laki-laki itu masih terduduk tak beranjak sedikitpun dari tempatnya sejak dua jam lalu entah apa yang membawanya pergi ke atas bukit tengah kota itu.
Tatapan nya kosong namun air mata nya setetes demi setetes keluar membasahi pipinya. “sakit mah, pah, abang Rendy sakit”
Tangisan nya kini tak dapat ia tahan deru nafas nya memburu dan lagi ingatan masa lalu itu kembali berputar di kepalanya. Ia tak peduli dengan orang-orang yang lewat disana dan menatap nya penuh iba.
Sudah satu jam ia menangis matanya sembab dan keadaan nya cukup memprihatinkan dia Rendy tidak sedang baik-baik saja. Pikiran nya semakin kacau dada nya sesak dan hari sudah semakin larut.
Hello! maaf ya aku baru update, aku mau nanya nih kalian suka gak sama cerita nya? ini cerita pertama aku dan maaf kalau emang agak aneh cerita nya. Jangan sungkan buat kasih aku kritik dan saran ya.
Jangan lupa buat vote sama komen ya thank you!<3
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
REHAT
Teen Fiction"Dunia yang terlalu jahat atau Rendy yang terlalu lemah?" Cuman tentang Rendy dan perjuangan nya melawan dunia yang kejam