Malam merayap semakin gelap dan aku masih terjebak dalam gandengan hangat tangan yang menarikku ke sana-ke mari.
"Nor, kita telah sampai di pintu pertama," Bisik gadis di depanku setelah kami sampai di depan bangunan kecil seluas 2×2 meter. Sebuah bangunan tua yang telah ditumbuhi tumbuhan merambat. Bahkan catnya telah terkelupas bergantikan lumut hijau.
Jadi... Ini bangunan yang disebut rumah itu?
Gadis di depanku membuka pintu kayu. Melangkahkan kakinya untuk masuk dengan aku yang mengekori di belakangnya.
"Nor..," Panggilnya seraya melepaskan kalung dengan bandul kunci. Nampak tidak jelas lantaran satu-satunya penerangan yang kami gunakan adalah cahaya bulan yang menerobos lewat jendela kaca yang telah retak.
Gadis itu membuka satu pintu lagi dengan bantuan kunci yang ada di tangannya. Ia kembali membuka mulut, setengah berbisik, "puluhan anak tangga di bawah sana akan mengantarkan kita menuju rumahku."
Arah pandangku mengikuti jari telunjuknya. Menatap puluhan anak tangga di balik pintu tua. "Memang gelap dan sedikit lembab, tapi kau tidak perlu takut, karena aku tidak akan melepas tanganmu. Jadi, tetap tenang dan jangan buat keributan, ya?"
Gadis berambut ikal tersenyum lebar. Memamerkan deretan gigi-gigi putih. Aku mengangguk. Meraih genggaman tangannya yang dingin dan sedikit gemetaran. Ah, dia menyembunyikan ketakutannya dengan tetap tersenyum. Gadis yang lugu dan polos. Dan, pemberani.
Menuruni puluhan anak tangga, menyusuri lorong gelap, dan kembali pada anak tangga menuju ruangan di atas. Kami melewati lorong bawah tanah yang menghubungkan pada sebuah pintu besi. Gadis itu kembali melepas kalungnya. Menggunakan bandul kunci yang berbeda, ia membuka pintu tersebut.
Saat itulah genggamannya terlepas. Jemari yang semula dingin meninggalkan cairan bening di tanganku. Keringat dingin?
"Kita telah sampai, Nor!" Ujarnya seraya tersenyum lebar. Disusul kami yang masuk ke dalam. Ruangan sempit lagi. Dengan cepat gadis ikal menutup pintu yang kami lewati dan menguncinya rapat-rapat.
"Baiklah, petualangan selanjutnya..!" Serunya sembari menarik tanganku ke sebuah ruangan yang cukup luas. Ruang-ruang setelahnya semakin luas dan terurus. Rapi dan bisa dibilang cukup megah.
Selanjutnya, hanya ada adegan kami yang bermain maling-malingan di rumah orang asing. Mengendap-endap, bersembunyi tatkala seorang maid muncul, merayap di dinding, menaiki puluhan anak tangga dengan berjinjit, dan berjalan di lorong yang cukup panjang.
Semua tindakan bodoh itu ia lakukan dan lebih bodonya lagi aku dengan semaksimal mungkin berusaha mengikuti tanpa cacat sedikitpun.
Ini konyol! Kau bisa bayangkan seorang pria kepala dua berpakaian kantoran mengikuti langkah konyol seorang gadis berseragam SMA. Impressive bukan?
Baiklah, lupakan ketidak jelasan ini. Beralih ke misi berikutnya. "Okay, Nor... Perjuangan kita berhasil menuntun kita menuju markas utama," Tuturnya dengan nada serius. Namun senyum manisnya belum pudar. Agaknya, dia sangat suka tersenyum.
Saat ini kami di hadapkan dengan sebuah pintu bercat ungu muda dengan papan kayu yang bertuliskan:
Istana pelangi.
Berhiaskan beberapa stiker pelangi dan bunga.
Sangat ceria,
"Oh iya, Nor, sebelumnya kau harus menutup matamu dulu, soalnya markasku berantakan," Ucapnya malu-malu. Aku mengangguk sebagai jawaban. Kemudian gadis ikal mulai menutup mataku dengan pita kain berwarna ungu. "Jangan mengintip, ya?"
Gelap.. Ini kah yang terjadi bila mataku ditutup? Kegelapan ini cukup menenangkan. Aku.. Suka kegelapan.
***
"Satu, dua, tiga!!" Setelah dibiarkan berdiri menunggu bermenit-menit, aku melepas penutup mataku mengikuti instruksi gadis yang telah memungutku di gang sempit.
"Tara..! Selamat datang di markas Pelangi!" Kicauannya memenuhi seisi ruangan kedap suara. Dengan bangga ia menunjukkan kamar luas dengan ornamen ungu. Dinding ungu, meja belajar ungu, spring bad ungu, dan segudang hiasan dinding bertemakan warna ungu. Mungkin mereka adalah warna-warna yang berbeda namun di mataku yang membedakan hanyalah ungu tua dan ungu muda. Entahlah, aku tidak mengerti.
Terdapat lima pintu yang menghubungkan ruangan luas ini dengan ruangan lain. Satu pintu keluar, satu pintu menuju tempat pakaian, satu pintu menghubungkan dengan kamar mandi, satu pintu menuju balkon dan satu pintu lagi menghubungkan dengan ruang belajar. Jangan lupa, semua pintu itu berwarna u.n.g.u
"Pertama-tama, aku akan memperkenlkan diriku terlebih dahulu!" Terangnya ceria. Gerakan tangan mengikuti mimik wajah, menambah kesan ceria dan berwarna. Sementara pria dingin menatapnya dalam-dalam.
"Ah, tidak-tidak. Bukan seperti ini. Um...," Dia menjeda ucapannya, berpikir. "Nor, kemarilah!" Gadis dengan manik hitam mengajakku duduk di atas ranjang lebar.
Seperti biasa, aku menurut. Duduk bersilah di depannya sembari memasang ekspresi datar.
"Namaku Pelangi Arlert. Kau bisa panggil aku pelangi...,"
****
Catatan si Billsz:
Chapter pendek lagi hehe.
Ilustrasi pelanginya mana? Itu.. Terserah imajinasi kalian aja, atau ada yang mau rekomendasiin? :)
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.. Jangan lupa taburkan bintang dan kirim komentar kalian!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow... Give Me Your Color
RandomAndaikan aku selembar kertas putih, aku ingin kau menjadi pensil warna yang mewarnai kehidupan hitam putihku Jika aku seekor kucing, aku ingin kau menjadi tuan yang menuntun kehidupan kelamku Dengan seluruh warnamu, berikan seonggok robot ini kehang...