Apa yang Harus Aku Tulis?

10 2 0
                                    

Gila.

Tidak, tidak, bukan aku yang gila. Aku masih waras. Setidaknya itu yang masih aku percaya saat ini. Ya, walau sepertinya keadaan berpotensi membuatku kehilangan akal. Bagaimana tidak, aku baru saja sadar bahwa batas akhir pendaftaran dan pengunggahan karya dari lomba cerpen yang ingin aku ikuti adalah hari ini. Tanggal dua belas bulan maret.

Sekali lagi aku memeriksa kalender dinding yang kugantung di sebelah meja belajar. Mencocokkan kembali dengan poster digital yang tertera pada layar ponselku. Kuyakini memang benar adanya. Hari ini adalah harinya. Sekarang waktu menunjukkan pukul tujuh lewat lima puluh lima menit. Masih ada sekitar enam belas jam lagi sebelum pendaftaran ditutup. Kurasa waktunya masih cukup untukku menulis setidaknya satu karya.

Buru-buru kunyalakan laptop kesayangan yang menemaniku sejak awal masuk kuliah. Sebenarnya usia laptop ini tidak terlalu tua, tetapi entah mengapa setiap kali aku menekan tombol power, alat canggih ini membutuhkan waktu yang cukup lama sampai akhirnya siap kugunakan. Aku menunggu dengan tidak sabar. Sibuk mengetuk jariku di atas meja. Melihat ke sana kemari sambil pikiranku melayang-layang mencari ide untuk tulisanku kali ini.

Bukannya aku tidak punya niat yang kuat untuk ikut lomba, aku hanya benar-benar belum menemukan ide yang bagus. Sejak melihat tema bebas yang tertera dalam poster lomba itu, pikiranku malah seketika kosong. Aku tidak bisa berpikir apa-apa. Masih terlalu luas. Terlalu banyak hal-hal yang kemungkinan menarik untuk aku tulis. Hingga aku malah tidak mendapat ide apapun.

Oke, sekarang laptopku telah menyala sempurna dan kursor pada layar sudah bisa kuarahkan pada aplikasi menulis dengan ikon berwarna biru yang legendaris itu. Sambil menunggu aplikasi terbuka, aku berpikir sejenak. Tadi, aku sudah memikirkan apa untuk tulisanku?

TING!

Suara itu terdengar bersamaan dengan layar ponselku yang menyala. Memperlihatkan notifikasi chat dari salah satu aplikasi online chat yang biasanya digunakan dalam perkuliahan. Ya, setelah pandemi COVID-19 juga menyerang negara ini, kegiatan apapun yang berhubungan dengan dunia luar terpaksa diminimalisir. Aku yang saat ini tengah mengejar gelar sarjana harus melakukan kegiatan pembelajaran dengan metode jarak jauh atau yang mereka sebut dengan PJJ. Semuanya serba daring. Mulai dari pemaparan materi oleh dosen sampai ujian akhir semester. Bahkan kerja kelompok pun tidak mewajibkanku bertemu dan berkumpul dengan teman. Kami juga melakukannya via online chat. Seperti saat ini, dosen pengampu di kelasku baru saja mengirimkan link yang akan digunakan untuk pertemuan daring.

Oh, sial. Aku baru saja lupa kalau pagi ini ada kelas yang mengharuskanku ikut pertemuan. Dengan terpaksa aku kembali menutup aplikasi menulis itu dan membuka link yang sebelumnya dibagikan oleh dosenku.

Sekitar satu setengah jam kemudian, kelas online itu berakhir. Kepalaku terasa berdenyut. Bahkan aku lupa apa yang baru saja beliau sampaikan di pertemuan tadi. Terlalu rumit untuk dicerna otakku yang pagi ini masih kaget. Untung saja aku tidak ingin muntah.

Ngomong-ngomong soal kaget, aku jadi ingat masih ada cerita pendek yang harus aku tulis. Kembali kubuka aplikasi menulis yang selama jam pelajaran tadi kuabaikan. Sayangnya, setelah layarku didominasi warna putih kertas, aku malah tidak tahu dari mana aku harus memulai. Kalau begitu, marilah kita coba dengan kalimat awalan sejuta umat.

"Pada suatu hari yang..."

TRIRING! TRIRING!

Sekarang apa lagi?

Begitu menoleh, kudapati layar ponsel pintar yang menyala dan memperlihatkan foto profil salah satu teman sekelasku. Aku mengangkatnya dengan tergesa-gesa.

Antologi CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang