Jam 8 kan?
Pesan chat terakhir yang di kirim ke ponsel Nata tadi malam dan Nata belum sempat membalasnya.
Sedang Nata sendiri sudah rapih di depan kaca lemarinya. Meski tak menggubris pesan dari Ian sejak tadi malam, Nata sudah siap lebih dulu dari yang mengajaknya pergi.
Lelaki bernama Nataniel Wirawan itu memiliki paras yang tampan, namun ia selalu merasa apa adanya.
Nata lebih mengunggulkan otaknya daripada tampang. Meski tak pernah juara kelas, tapi dia tergolong pintar dan maju dalam berpikir.
Itulah sebabnya Ian selalu mengandalkan Nata dalam hal yang berbau pekerjaan.
Nata masih berdiri di depan kaca. Menyemprotkan parfum sebanyak mungkin di tubuhnya agar Ian tidak ilfil. Tersenyum lebar mengingat bahwa dia akan berjalan bersama Ian.
Nata melihat ke arah ponselnya, Ian menelponnya berkali-kali. Laki-laki itu memang tidak sabaran dalam hal apapun.
Namun Nata tak peduli. Dia tetap cinta. Meski bertahun-tahun lamanya, rasa itu dia pendam. Rasa terlarang yang membelenggu. Mencintai Ian diam-diam. Dan rela menanggung sakit tiap kali Ian memiliki pacar baru.
Nata tak peduli. Dia tetap menahan perasaannya sejak SMA dulu. Sejak Ian cuek dan dingin. Sejak ia tak seakrab sekarang dengan Ian.
Sekarang Nata selalu merasa bersyukur karena Ian akrab dengannya bahkan setelah lulus SMA pun.
"Gimana woy?" tanya Ian ketika Nata mengangkat telponnya.
"Gas lah, langsung!" jawab Nata.
"Lo udah siap?" tanya Ian.
"Selalu siap"
"Ciyaelaaaah, gua lamar juga lu lama-lama" cetus Ian, menggoda.
Nata hanya tersenyum begitu Ian berkata seperti itu. Si lelaki berparas bule dan tampan itu selalu bisa memenangkan hatinya.
"Gue OTW!" kata Ian lagi di akhir sambungan.
"Oke" kata Nata.
~
Ian tiba dengan motor maticnya di depan rumah Nata. Celana jins biru tua, sepatu kets dan kemeja kotak-kotak abu-abu itu mampu membuat Nata terkesima melihatnya.
Memakai apapun, Ian tetap ganteng.Nata tak ingat kapan pertama kali dia merasakan cinta terlarang pada Ian. Satu-satunya laki-laki yang mampu merubah perasaannya dalam sekejap. Meski dia tahu Ian hanya tertarik pada perempuan, tapi Nata tak peduli. Dan lebih memilih menikmati sendiri perasaannya ketimbang dia ungkapkan. Toh dia takut kalau-kalau Ian tahu akan perasaannya, Ian akan kecewa dan geli padanya. Lalu dia pun menjauh dan menghilang.
Bahkan Nata sendiri masih takut untuk orang lain tahu bahwa dirinya adalah seorang gay.
"Nata si lelet!" cetus Ian yang masih setia duduk di motornya.
Nata berjalan menghampirinya sambil menjawab celetukan Ian tadi, "Sejak kapan gue lelet kalo lo yang ngajak?"
Ian tertawa kecil sambil mengambil helm di kaitan motornya. Lalu memberikannya pada Nata.
Nata menerima helm tersebut dan menyambung lagi, "Gue tuh udah siap dari tadi"
"Ayo ah, naik! Keburu banyak orang!" kata Ian.
Nata tanpa berkata apa-apa lagi langsung naik ke atas motor Ian dan duduk di belakangnya. "Boleh peluk gak?"
"Jangan!"
"Huuu"
"Jangan ragu-ragu" sambung Ian.
Nata hanya tersenyum lebar, meski dijawab seperti itu oleh Ian, dia masih tetap menahan diri. Dia tahu Ian hanya becanda, walau dia berkata seperti itu barusan. Bukan berarti itu adalah satu keharusan untuk dilakukan. Nata masih bisa menjaga diri. Intinya, dia sayang akan Ian.
~
"Si Mira ribet banget sih" dumal Ian setelah membaca pesan WA dari Mira di ponselnya sambil berhati-hati membawa motor.
"Nanti aja sih bales WA-nya. Lagi di jalan juga" kata Nata, geram. Mira selalu saja jadi peganggu tiap kali ia dan Ian berada dalam satu waktu dan momen yang berharga untuk berdua.
"Lu kayak gak tau dia aja, Cil" Bocil. Itulah sebutan terkadang Ian untuk Nata. Mengingat sikap Nata yang selalu membuatnya gemas seperti anak kecil.
"Udah, fokus dulu jalan ih. Mau cepet kelar gak SKCK lu" kata Nata.
Ian langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku kemejanya lagi.
"Lagian dari dulu, udah gua bilang urus urus urus! Tetep aja gak di urus-urus. Ribet kan lo jadinya. Giliran udah mau ngelamar kerja aja, baru ribet lu sekarang!" omel Nata lagi pada Ian.
"Iye bacoooootttt! Bacot banget sih Nat" cetus Ian. "Nata bacot Nata bacot!" ledek Ian.
Nata hanya tersenyum sambil memukul pelan pundak Ian.
Ian memang baru saja ingin mengurus SKCK di kantor polisi sekalian memperpanjang SIMnya. Karena itu diperlukan sebagai salah satu kelengkapan dokumennya untuk syarat ikut turnamen aktif basketnya.
Lelaki bernama lengkap Fabian Bimasena itu memang unggul di bidang olahraga terutama basket. Sejak SMA dia selalu berhasil memenangkan pertandingan sampai namanya harum dan dikenal banyak orang sebagai atlet basket terbaik.
Dan itulah juga yang membuat Nata merasa bangga bisa dekat dengan Ian. Sedekat ini malah.
~
Arjul Industries. Kepala Nata tak berhenti mendongak ke arah gedung besar nan mewah tersebut. Matanya kian menatap penuh binaran terkesima akan perusahaan terkenal itu.
Wajah Nata membeku pada plang huruf besar tertulis ARJUL INDUSTRIES itu. Hatinya penuh harap namun seakan magis. Tak mungkin dia bisa masuk dan bekerja di perusahaan tersebut. Itu hanyalah harapan yang tak kunjung menemukan titik temu.
"Tumben diem. Biasanya ngebacot lu!" tanya Ian.
Nata hanya diam, menghela napas.
"Kenapa sih? Sepi nih gak denger lu ngoceh!" kata Ian lagi.
"Yan, menurut lo, gue bisa gak ya kapan-kapan gawe disitu" tanya Nata yang masih duduk di kursi belakang motor Ian.
Ian yang masih membawa motornya hanya bingung melihat ke kanan kirinya. Yang ditemukan adalah bengkel motor, "Bengkel?"
"Iiihhh udah lewaaatt! Itu Arjul Industries! Perusahaannya Tuan Julian Januar yang gede banget itu loh, Yan" kata Nata.
"Ooohhh..."
"Gimana?" tanya Nata lagi, butuh keyakinan.
"Ya terserah lu lah. Kalo gua sih yakin, apapun yang lo lakuin, lu mau kerja jadi apa, jadi apa, lu pasti bisa lah!" jawab Ian.
Nata tersenyum lebar, termotivasi penuh bahagia. Dia bahagia ada Ian disisinya yang menyemangatinya dan memberikan dorongan positif penuh motivasi. "Makasih ya, Yan"
"Sama-sama, Bocil!" jawab Ian.
Sungguh aneh, padahal ia dan Ian sama-sama hanya berpendidikan terakhir di sekolah menengah atas. Bagaimana mungkin Ian bisa seyakin itu. Sedangkan Arjul Industries adalah perusahaan ternama dengan segala aspeknya yang high class.
Seorang Nataniel Wirawan bisa bekerja disana. Sepertinya satu hal yang tidak mungkin.
Dan kalaupun dia mendapatkan pekerjaan, harapannya adalah dia bisa bekerja di tempat yang sama bersama lelaki satu ini. Lelaki yang kini hanya bisa ia pandangi punggung lehernya. Lelaki yang memiliki aroma sporty dan menenangkan.
Fabian Bimasena.
Entah sampai kapan aku menunggu. Saya harap kau akan tahu dengan sendirinya, dan menerimaku apa adanya.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
WORK ON YOU (END 21+)
قصص عامةWARNING!!! LGBT CONTENT HOMOPHOBIC, PLEASE GO TO READ ANOTHER STORY. Gimana sih rasanya kerja di salah satu cabang perusahaan terbesar seasia, Arjul Industries. Nataniel Wirawan (20) seketika memperoleh kesempatan besar. Setelah lama menganggur, ia...